Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 25 Mei 2025
PERIODE MADINAH
KISAH RASULULLAH ﷺ
Orang musyrik itu mau menusuk Rasulullah ﷺ dengan pedang milik Rasulullah ﷺ.
"Pada saat di Dzatur Riqa, kami bersama Rasulullah ﷺ berada di bawah pohon rindang. Di pohon itu Rasulullah ﷺ menggantungkan pedangnya. Untuk beberapa saat kami tertidur."
"Tiba-tiba muncullah salah seorang munafik, dengan cerdik ia berjalan tenang seolah-olah dirinya merupakan bagian dari pasukan muslim."
"Lalu dengan tenang ia mengambil pedang Rasulullah ﷺ. Orang itu bertanya kepada Rasulullah ﷺ sambil mengacungkan pedang tersebut."
"Apakah engkau takut kepadaku?"
"Tidak," kata Rasulullah ﷺ dengan tegas dan tenang.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Allāhumma ṣalli ‘alā Muhammad wa ‘alā āli Muhammad
Rasulullah ﷺ Melarang Hidup Meminta-minta
Ketika kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah tiba kembali di Madinah, sekali lagi Rasulullah ﷺ melihat beberapa dari mereka terbiasa hidup enak tanpa bekerja.
Maklum, selama di Habasyah mereka hidup dari pemberian-pemberian Najasyi yang baik budi. Di Madinah, sebagian dari mereka bahkan hidup dari zakat. Maka Rasulullah ﷺ pun menganjurkan agar mereka mau bekerja.
"Orang miskin itu bukanlah orang yang tidak mendapatkan satu atau dua suap makanan, akan tetapi orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta kekayaan dan merasa malu meminta-minta kepada orang lain secara paksa."
Demikian nasihat Rasulullah ﷺ kepada mereka.
Ajaran yang dibawa Rasulullah ﷺ adalah ajaran kebesaran jiwa. Tidak boleh ada orang hidup dari jerih payah orang lain, walaupun hidupnya sendiri dihabiskan untuk beribadah di masjid.
Alasannya, tidak ada orang yang lebih utama dibandingkan orang lain selain karena amal dan pekerjaannya.
Sebaliknya, Rasulullah ﷺ juga melihat ada orang yang menghimpun harta kekayaan dari rampasan perang dengan perasaan khawatir hartanya itu akan habis jika disedekahkan.
Maka Rasulullah ﷺ melarang melakukan penimbunan harta dan mengharuskan mereka bersedekah kepada orang yang miskin dan sengsara.
"Tidaklah benar-benar beriman kepada Allah orang yang mati dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan," demikian sabda beliau.
"Barang siapa yang mempunyai kelebihan belanja, maka ia harus menyisihkan bagi orang yang tidak cukup belanjanya. Barang siapa yang mempunyai kelebihan harta, maka sisihkanlah kepada orang yang kekurangan. Barang siapa yang tidak memiliki kepedulian terhadap orang-orang Islam, maka ia bukan dari golongan mereka."
Ajaran ini mengguncangkan hati para hartawan, bahkan ada yang mau menyerahkan seluruh hartanya. Namun Rasulullah ﷺ juga mencegah tindakan berlebihan seperti itu dengan bersabda:
"Simpanlah sebagian hartamu karena sebaik-baik sedekah adalah pemberian orang kaya."
Muru’ah adalah harga diri. Salah satu yang termasuk muru’ah adalah menjaga diri agar jangan memberatkan orang lain. Harus belajar cukup dengan apa yang ada, belajar menahan susah dan derita, jangan menggantungkan harapan selain kepada Allah ﷻ.
Perang Dzatur Riqa (yang ada tambalannya)
Dua musuh utama kaum Muslim berhasil ditaklukkan, yaitu Kaum Quraisy dan Kaum Yahudi. Kini tersisa satu kekuatan lagi yang selama ini kerap menghalangi perjuangan Rasulullah ﷺ dalam penyebaran agama, yaitu orang-orang Arab Badui, yang suka merampok dan merampas harta kaum Muslim.
Orang-orang Arab Badui tidak pernah berhimpun dalam satu wilayah, mereka berpencar-pencar dan tidak punya benteng pertahanan. Kondisi ini membuat Rasulullah ﷺ agak sedikit kesulitan mengatasinya.
Suatu hari di bulan Rabiul Awal tahun ke-7 Hijrah, orang-orang Badui dari Bani Ammar dan Bani Tsalabah berhimpun dengan Bani Muharib dari kabilah Ghathafan. Mereka menyerang pinggiran Madinah.
Tindakan ini tidak bisa didiamkan, sehingga Rasulullah ﷺ mengirim pasukan untuk memberi pelajaran. Peristiwa ini dikenal sebagai Perang Dzatur Riqa.
Rasulullah ﷺ berangkat dengan 400 orang sahabatnya. Keamanan Madinah dipercayakan kepada Usman bin Affan. Setelah dua hari berjalan menerjang gurun yang panas menyengat kulit, mereka tiba di Nakhl dan bertemu dengan gerombolan orang-orang Ghathafan.
Ketegangan sempat memuncak saat kedua kubu saling mendekat dan saling mengancam. Akhirnya keduanya sepakat berdamai.
Di tempat inilah Rasulullah ﷺ sempat melakukan shalat Khauf. Dalam riwayat Bukhari disebutkan shalat Khauf dilaksanakan sebanyak dua rakaat, sementara anggota pasukan lainnya berjaga-jaga. Setelah itu mereka bergantian. Rasulullah ﷺ melakukan shalat empat rakaat, sedangkan kaum Muslim hanya dua rakaat. (HR Bukhari)
Abu Musa al-Asy’ari Berkisah
"Pada perang ini kami keluar bersama Rasulullah ﷺ. Jumlah kami enam orang, di tengah kami ada seekor unta. Kami berjalan di belakang unta hingga kaki kami melepuh, pecah-pecah, bahkan ada yang terkelupas kukunya. Kami membalut telapak kaki dengan kain. Kami beri nama tempat itu Dzatur Riqa (yang ada tambalannya), karena kami membalut kaki dengan sobekan kain."
(HR. Bukhari Muslim)
Sementara itu Jabir juga bercerita:
"Saat di Dzatur Riqa, kami bersama Rasulullah ﷺ berada di bawah pohon rindang. Kami memberikan kesempatan beliau berteduh di bawahnya. Di pohon itu Rasulullah ﷺ menggantungkan pedangnya. Untuk beberapa saat kami tertidur."
"Tiba-tiba muncullah salah seorang munafik, dengan cerdik ia berjalan tenang seolah-olah dirinya bagian dari pasukan muslim. Lalu dengan tenang ia mengambil pedang Rasulullah ﷺ dan bertanya kepada beliau sambil mengacungkannya:"
"Apakah engkau takut kepadaku?"
"Tidak," kata Rasulullah ﷺ, dengan tegas dan tenang.
Orang itu merasa heran karena ia yakin sebentar lagi akan menusukkan pedangnya ke dada Rasulullah ﷺ.
"Lalu siapa yang akan melindungimu dari perbuatanku?" tanya orang itu.
"Allah," jawab Rasulullah ﷺ.
Seketika itu juga, orang musyrik itu gemetar. Pedang Rasulullah ﷺ jatuh dari tangannya. Dengan tangkas, Rasulullah ﷺ memungut pedang tersebut dan mengacungkannya ke dada orang itu seraya bertanya:
"Siapa yang bisa melindungi engkau dari aku?"
Orang itu menjawab:
"Jadilah sebaik-baik orang yang menjatuhkan hukuman."
"Kalau begitu bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah Rasul Allah," jawab Rasulullah ﷺ.
"Aku berjanji kepadamu tidak akan memusuhimu dan tidak akan bergabung bersama orang yang memusuhimu," janji orang itu, dan Rasulullah ﷺ melepaskannya.
Setelah tiba di tengah kaumnya, orang itu berujar:
"Aku baru saja datang dari orang yang paling baik."
Nama orang musyrik tersebut adalah Ghurats bin al-Harits. (HR Bukhari)
Secara umum, lumpuh sudah tiga sayap kekuatan yang selama ini merongrong kaum Muslim: Yahudi, Musyrik, dan Arab Badui. Rasulullah ﷺ setelah perang ini tidak lagi pergi ke mana-mana, hanya menetap di Madinah hingga bulan Syawal tahun ke-7 Hijrah.
Selama itu pula, beliau mengirim beberapa ekspedisi pasukan, di antaranya:
- Satuan Pasukan Ghalib bin Abdullah al-Litsi ke Qadid
- Satuan Pasukan Umar bin Khattab ke Turbah
- Satuan Pasukan Basyir bin Sa’d ke Bani Murrah, pinggiran Fadak
- Satuan Pasukan Ghalib bin Abdullah ke Bani Uwal dan Bani Abdum pada bulan Ramadhan
- Satuan Pasukan Abdullah bin Rawahah ke Khaibar
- Satuan Pasukan Basyir bin Sa’d ke Yamanawal, bulan Syawal
- Satuan Pasukan Abu Hadrat ke Al-Gabah
Shallu ‘alan Nabi...!
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Bersambung ke bagian 131...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri