Jakarta, infoDKJ.com | Kamis, 19 Juni 2025
PERIODE MADINAH
KISAH RASULULLAH ﷺ
Haji Wadah (Haji Perpisahan) dengan Nabi SAW
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Allohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad
Dalam buku “The Great Story of Muhammad SAW” oleh Ahmad Hatta dkk.
Haji Wadah (Haji Perpisahan) dengan Nabi SAW
Setelah selesai menyampaikan khotbahnya,
turunlah firman Allah:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu."
Ketika Umar mendengar firman Allah itu, dia kemudian menangis. Ketika ditanya mengapa dia menangis, jawab dia:
"Karena setelah kesempurnaan akan menyusul pula kekurangan."
HAJI WADAH
“Haji Wadah adalah Haji Perpisahan yang merupakan kegiatan ibadah haji yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 10 Hijriyah.”
Tuntas sudah pekerjaan dakwah dan pembangunan masyarakat baru berlandaskan tauhid.
Seakan ada bisikan halus yang masuk ke kalbu Rasulullah SAW yang membuatnya merasa bahwa masa hidupnya di dunia ini telah mendekati akhir.
Mengutus Mu'az ke Yaman
Ketika Rasulullah SAW mengutus Mu'az ke Yaman pada tahun ke-10 Hijriyah, beliau keluar mengantarkan keberangkatan Mu'az hingga tiba di pinggiran Madinah. Ketika itu Mu'az naik di atas kudanya dan Rasulullah SAW berjalan kaki di sampingnya.
Beliau bercakap-cakap, antara lain:
"Wahai Mu'az, mungkin saja engkau tidak akan bertemu denganku lagi sehabis tahun ini. Mungkin pula engkau akan lewat di depan masjidku dan di sana telah ada kuburanku."
Mu'az menangis terisak-isak mendengarnya, khawatir akan berpisah selama-lamanya. Dan dengan inikah tanda-tanda Rasulullah SAW akan wafat?
Beliau SAW kemudian menoleh ke arah kota Madinah seraya berkata:
"Orang-orang yang paling utama di sisiku ialah mereka yang bertakwa, siapapun mereka itu dan di manapun mereka berada."
Rasulullah SAW Mengumumkan Hendak Berangkat Haji
Suatu hari Rasulullah SAW duduk berkumpul di salah satu sudut kota Madinah dengan orang-orang dari berbagai kabilah Arab.
Dalam kesempatan tersebut, Rasulullah SAW meminta mereka menjadi saksi bahwa beliau telah menunaikan amanah Allah dengan menyampaikan risalah dan memberikan nasihat kepada umat manusia.
Saat itu pulalah, Rasulullah SAW mengumumkan niatnya untuk menunaikan ibadah haji. Rencana itu segera menyebar sehingga banyak orang berdatangan ke Madinah untuk berhaji bersama Rasulullah SAW.
Rombongan Rasulullah SAW berangkat ke Makkah empat hari sebelum habis bulan Dzulqaidah tahun ke-10 Hijriyah. Beliau mengangkat Abu Dujanah sebagai penanggung jawab keamanan di kota Madinah selama beliau berada di kota itu.
Sebelum berangkat, Rasulullah SAW menyempatkan diri bersisir, memakai minyak rambut, mengenakan jubahnya, dan mengalungi hewan korbannya.
Berangkat Melaksanakan Umrah dan Haji
Miqat Umrah di Dzul Hulaifah (Bir Ali)
Rasulullah SAW berangkat habis Zuhur hingga sampai di Dzul Hulaifah (Bir Ali) sebelum waktu Asar. Lalu beliau melaksanakan shalat Asar dua rakaat dan menginap di tempat itu sampai pagi.
Saat pagi tiba, Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat:
"Tadi malam seseorang datang dari Tuhanku dan berkata, ‘Shalatlah di lembah penuh berkah ini dan katakan: Aku berniat melakukan umrah di dalam ibadah haji ini’.” (HR. Bukhari)
Siang hari sebelum shalat Zuhur, Rasulullah SAW mandi terlebih dahulu untuk melakukan ihram. Lalu Aisyah memercikkan minyak wangi ke tubuh dan kepala Rasulullah SAW hingga tetesannya menetes di rambut dan jenggot beliau.
Rasulullah SAW membiarkan tetesan itu tanpa sedikit pun membersihkannya. Setelah itu, beliau memakai jubah dan selendangnya, mendirikan shalat Zuhur dua rakaat, lalu membaca talbiyah. Rasulullah SAW menggabungkan antara haji dan umrah (Haji Qiran), sambil membaca talbiyah hingga sampai di Baida.
Nabi SAW melanjutkan perjalanan hingga tiba di Dzu Thuwa, tak jauh dari Makkah. Beliau menginap di sana dan usai shalat Subuh segera memasuki kota Makkah.
Pada Ahad pagi, Rasulullah SAW dan kaum muslimin tiba di Makkah. Beliau langsung mandi. Hari itu tepat tanggal 4 Dzulhijjah tahun ke-10 Hijriyah. Rasulullah SAW melakukan perjalanan selama delapan hari dari Madinah ke Makkah.
Saat memasuki Masjid al-Haram (Ka'bah), Nabi SAW bertawaf di Baitullah, lalu melakukan sa’i antara Shafa dan Marwa dan tidak bertahalul karena beliau melaksanakan Haji Qiran (menggabungkan Umrah dan Haji sekaligus) dengan membawa hewan korban.
Selama di Makkah, beliau tinggal di Hajun.
Rasulullah SAW tidak melakukan thawaf lagi selain thawaf haji.
Bagi para sahabat yang tidak membawa hewan kurban, Nabi memerintahkan:
Menjadikan ihram mereka untuk umrah saja.
Mereka berthawaf di Baitullah dan sa’i antara Shafa dan Marwa, kemudian bertahalul (memotong rambut) secara sempurna.
Saat akan bertahalul, mereka masih ragu-ragu melakukannya. Melihat gelagat itu, Rasulullah SAW bersabda:
"Andaikata aku tahu masa depan urusanku dari yang lalu, aku tidak akan membawa hewan kurban, pastilah aku bertahalul."
Usai mendengar ucapan Nabi SAW, mereka yang tidak membawa hewan kurban langsung memotong rambutnya.
Berangkat Melaksanakan Haji
Pada hari ke-8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah), Rasulullah SAW menuju Mina. Di Mina, beliau menginap dan melakukan shalat Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh.
Pada hari ke-9 (Hari Arafah), usai shalat Subuh, beliau berdiam sejenak hingga matahari terbit. Setelah itu, Rasulullah SAW melanjutkan perjalanan hingga tiba di Arafah.
Sampai di Arafah, di kawasan Namirah, Rasulullah SAW melihat sebuah kemah yang telah didirikan untuk beliau. Beliau pun singgah sampai matahari tergelincir ke ufuk barat.
Rasulullah SAW minta agar unta Quswa’ dibawa ke tempatnya. Dari situ, Rasulullah pun bergerak menuju ke Bathan Wadi. Di sana, sudah banyak orang berkumpul, kurang lebih 124.000 orang.
Khutbah Arafah
Rasulullah SAW berdiri di depan mereka, kemudian menyampaikan khutbahnya:
"Wahai umatku sekalian, dengarlah kata-kataku ini. Sungguh, aku tidak tahu apakah aku masih bisa menemui kalian setelah tahun ini."
"Sesungguhnya darahmu adalah haram, seperti haramnya hari ini, bulan ini, dan tanah ini."
"Ketahuilah bahwa semua urusan jahiliah telah tertanam di bawah kakiku ini. Darah-darah jahiliah telah tertanam. Darah jahiliah yang pertama kali aku hapuskan adalah darah Ibn Rabi’ah bin Harits, yang dibunuh saat sedang menyusu dari ibu susuannya Bani Sa’ad."
"Riba jahiliah juga telah dihapuskan, dan riba pertama yang aku hapuskan adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib — semuanya telah dihapuskan."
"Bertakwalah kepada Allah SWT demi melaksanakan hak-hak kaum wanita, karena kamu telah mengambil mereka sebagai istri dalam amanah Allah."
"Kamu halal jima’ dengan mereka dengan menyebut nama Allah, dan mereka pun berkewajiban menjaga diri mereka dan rumahmu. Bila mereka melanggar, pukullah dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Kepada mereka, kamu berkewajiban memberi rezeki dan pakaian dengan baik."
"Sesungguhnya telah aku tinggalkan kepadamu sesuatu agar kamu tidak sesat setelah ini — berpeganglah dengannya, yaitu Kitab Allah."
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya tidak ada nabi setelah aku dan tidak ada umat lain selain kamu. Ingatlah, sembahlah Tuhanmu, tunaikanlah: shalat lima waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, tunaikan zakat hartamu, laksanakan haji ke Baitullah, dan taatilah pemimpinmu — niscaya kamu masuk ke dalam surga Rabb-mu."
"Kelak kalian akan ditanya tentang diriku. Apa yang akan kalian katakan?"
Mereka semua menjawab:
"Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, dan menasihati kami."
Dengan mengangkat jari telunjuk ke arah langit, Rasulullah SAW berkata:
"Ya Allah, saksikanlah... Ya Allah, saksikanlah... Ya Allah, saksikanlah." (HR. Muslim)
Orang yang menyuarakan dan menyampaikan ulang ucapan Rasulullah SAW kepada orang banyak di Padang Arafah adalah Rabi’ah bin Umaiyah bin Khalaf dan beberapa lainnya.
Turunnya Wahyu Terakhir
Setelah selesai menyampaikan khutbahnya,
turunlah firman Allah:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu."
Ketika Umar mendengar firman Allah itu, dia kemudian menangis. Ketika ditanya, mengapa dia menangis?
Jawabnya:
"Karena setelah kesempurnaan akan datang kekurangan."
Wuquf dan Perjalanan ke Muzdalifah
Setelah khutbah Rasulullah SAW, Bilal melantunkan azan dan iqamah untuk shalat Zuhur.
Kemudian, dia mengiqamahkan pula untuk shalat Ashar — tanpa melakukan shalat lain di antara keduanya.
Sesudah itu, Rasulullah SAW menaiki untanya dan bergerak hingga sampai ke tempat perhentian wuquf, dengan membiarkan perut untanya Quswa’ menyentuh batu di situ, sementara para pejalan kaki tidak melewati batas pandangan ke depan.
Rasulullah SAW menghadap kiblat dan berdiri hingga matahari terbenam dan cahaya kuning mulai menghilang.
Setelah itu, Usamah bin Zaid mengendalikan unta Rasulullah SAW sampai ke Muzdalifah. Di sana, beliau menunaikan shalat Maghrib dan Isya dengan satu azan dan dua iqamah, tanpa dzikir atau tasbih di antaranya.
Rasulullah SAW beristirahat dan tidur hingga fajar menyingsing.
Doa dan Lontar Jumrah di Mina
Usai menunaikan shalat Subuh, Rasulullah SAW menaiki unta Quswa’ dan berjalan sampai ke Masya’aril Haram. Di sana, beliau menghadap kiblat dan berdiri sambil berdoa, bertakbir, bertahlil, dan bertahmid hingga pagi.
Kemudian beliau bergerak dari Muzdalifah ke Mina sebelum matahari terbit.
Fadhil bin Abbas mengikutinya dari belakang hingga mereka sampai ke Jumrah Aqabah.
Di sana, Rasulullah SAW melempar tujuh batu sambil bertakbir pada setiap lemparan dari Batan Wadi.
Penyembelihan Hewan Kurban
Setelah itu, Rasulullah SAW menuju tempat penyembelihan. Beliau menyembelih 63 ekor unta, kemudian menyerahkan sisanya kepada Ali bin Abi Thalib untuk disembelih, yakni 37 ekor — total menjadi 100 ekor unta.
Setelah selesai, Rasulullah SAW menyuruh mengambil sebagian daging dari setiap unta kurban dan memasaknya. Setelah matang, beliau dan Ali memakan sebagian kecil dagingnya dan mencicipi kuahnya.
Thawaf dan Minum Zam-Zam
Kemudian Rasulullah SAW menaiki untanya dan bergerak ke Ka’bah untuk menunaikan shalat Zuhur.
Setelah itu, beliau mengunjungi orang-orang Bani Abdul Muthalib yang bertugas memberi minum dari air Zam-Zam kepada para jamaah haji.
Rasulullah SAW berkata:
"Ayo, Bani Abdul Muthalib, rebutlah air itu! Kalau tidak mengganggu orang lain, pasti aku ikut bersama kalian!"
Akhirnya, air Zam-Zam diulurkan kepada Rasulullah SAW, dan beliau meminumnya dengan penuh rasa syukur.
Shallu ‘alan Nabi...
Bersambung ke bagian 155...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri