Jakarta, infoDKJ.com | Rabu, 20 Agustus 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Dalam kehidupan ini, setiap manusia sejatinya sedang menempuh sebuah perjalanan. Ada yang memilih menjadi pengemudi, ada pula yang merasa cukup menjadi penumpang. Namun, perjalanan ini bukanlah sekadar perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, melainkan sebuah perjalanan ruhani menuju Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kendaraan Ruhani: Diri Kita Sendiri
Dalam perjalanan menuju Allah, kendaraan kita adalah jiwa dan amal perbuatan kita sendiri. Siapa pun yang ingin sampai ke tujuan — yaitu ridha Allah dan surga-Nya — wajib memperhatikan dan mengendalikan kendaraannya sendiri, bukan sibuk menilai cara orang lain berkendara.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan setiap manusia telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagai) kalung di lehernya...”
(QS. Al-Isra’: 13)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Tidaklah bijak jika seseorang justru sibuk memperhatikan, menilai, bahkan mencela kendaraan orang lain, sementara kendaraannya sendiri dibiarkan rusak tanpa perawatan.
Fokus, Sabar, dan Istiqamah
Perjalanan menuju Allah membutuhkan kesadaran penuh, fokus, serta kesabaran. Kadang terasa lambat, namun jika dilakukan dengan kehati-hatian dan istiqamah, niscaya akan sampai dengan selamat.
Sebaliknya, orang yang tergesa-gesa, ingin cepat sampai tanpa bekal dan kesiapan, bisa saja tergelincir dan mengalami “kecelakaan ruhani”.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Agama itu mudah. Dan tidaklah seseorang mempersulit dirinya dalam agama kecuali ia akan dikalahkan olehnya. Maka lakukanlah dengan benar, mendekatlah (kepada kesempurnaan), dan bergembiralah...”
(HR. Bukhari no. 39)
Hadits ini menegaskan bahwa jalan menuju Allah tidak perlu dipaksakan dengan keras, tetapi perlu dijalani dengan konsisten dan penuh kesadaran.
Jangan Bandingkan Kendaraan
Setiap orang menempuh perjalanan dengan kondisi kendaraan yang berbeda-beda. Ada yang memiliki bekal ilmu yang banyak, ada pula yang terbatas. Ada yang punya waktu luang, ada pula yang terbagi dengan urusan duniawi.
Jangan terjebak pada kebiasaan membandingkan kendaraan sendiri dengan orang lain. Tugas kita bukan menilai siapa yang paling cepat, melainkan siapa yang sampai dengan selamat dan diridhai oleh Allah.
Allah berfirman:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
(QS. An-Najm: 39)
Penutup: Berkendaralah dengan Kesadaran
Perjalanan ruhani bukanlah sebuah lomba. Ia adalah proses sadar dan istiqamah. Maka, perhatikan kendaraanmu: perbaiki niat, rawat amalan, dan fokus pada jalanmu sendiri.
Jangan biarkan pandanganmu terganggu oleh kendaraan orang lain. Karena perlahan tapi selamat, jauh lebih baik daripada ngebut tapi celaka.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai amalan yang terus-menerus walau sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)