Oleh: Ahmad Hariyansyah
Di tengah derasnya arus modernisasi dan gemerlap kehidupan dunia, ajaran tasawuf kerap dianggap kuno dan tak lagi relevan. Padahal, di balik kesederhanaannya, tasawuf menyimpan kekuatan besar untuk memperbaiki akhlak dan menata hati manusia.
Secara hakikat, tasawuf adalah ilmu yang mengajarkan kebeningan jiwa dan kejernihan batin. Seorang sufi adalah mereka yang menapaki jalan ini—membersihkan hati dari penyakit-penyakit ruhani seperti iri, dengki, ujub, riya’, takabbur, dan berbagai bentuk kezaliman batin yang tak kasat mata namun mampu merusak kehidupan.
Relevansi Tasawuf di Zaman Modern
Masihkah ajaran ini layak dihidupkan di era kini?
Pertanyaan ini seharusnya menjadi renungan bersama. Justru di era digital yang serba cepat, ketika manusia berlomba mengejar prestise dan popularitas, ajaran tasawuf semakin mendesak untuk dipelajari.
Dunia kini penuh dengan riya’ terselubung, kebaikan yang diniatkan demi validasi sosial, dan persaingan yang mengikis rasa kasih. Dalam kondisi ini, tasawuf hadir sebagai penawar—obat bagi luka-luka batin yang sering tidak kita sadari.
Rasulullah SAW bersabda:
"Bu’itstu li utammima makaarimal akhlaaq"
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Al-Bukhari)
Inti dari kenabian beliau adalah menyebarkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia. Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama akhlak tersebut. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa akhlak beliau adalah Al-Qur’an—artinya, perilaku beliau merupakan pengejawantahan dari firman-firman Allah SWT.
Jejak Para Sufi
Jejak inilah yang dilestarikan para sufi: menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai panduan, bukan hanya dalam berpikir dan beribadah, tetapi juga dalam bersikap dan merasakan. Mereka menyelam ke samudera spiritual Islam, merawat hati agar selalu terhubung dengan Allah SWT, bahkan dalam aktivitas yang paling sederhana.
Menjadi sufi di era kini bukan berarti meninggalkan dunia dan bertapa di gunung sunyi. Sufi modern adalah mereka yang tetap hadir di tengah masyarakat—jujur dalam bekerja, ikhlas dalam membantu, rendah hati dalam pencapaian, dan sabar menghadapi ujian. Seorang sufi masa kini bisa jadi guru, petani, pedagang, bahkan pejabat, selama kebersihan hati menjadi landasan amalnya.
Tasawuf, Jantung Islam
Tasawuf merupakan intisari dari Al-Qur’an dan sunnah. Selama Islam hidup di hati umatnya, selama itu pula tasawuf akan relevan. Ia adalah jantung Islam yang memompa ruh ihsan ke dalam ibadah dan akhlak umat.
Di tengah dunia yang makin gaduh dan penuh kompetisi, semoga kita masih mampu menemukan ruang hening di dalam diri. Di situlah tasawuf berbicara—dengan lembut, tenang, dan penuh kasih.