Jakarta, infoDKJ.com | Rabu, 3 September 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Hidup manusia adalah perjalanan panjang yang penuh dinamika. Setiap detik yang berlalu membawa kita pada sebuah proses, dan setiap proses akan bermuara pada satu dari dua jalan: menuju kebaikan atau justru terjerumus dalam keburukan.
Ketika seseorang atau sebuah kelompok berada pada kondisi yang “tidak baik-baik saja”, maka perubahan ke arah yang lebih baik adalah sebuah keniscayaan. Tanpa perubahan, kehidupan hanya akan berputar di tempat—bahkan bisa semakin terpuruk.
Seperti halnya kendaraan yang sudah sering mogok: jika tidak segera diperiksa, diperbaiki, atau diganti suku cadangnya, maka ia tidak akan bisa lagi mengantarkan pemiliknya ke tujuan. Begitu pula hidup: perubahan diperlukan agar kita kembali berjalan di jalan kebaikan.
1. Perubahan dalam Pandangan Al-Qur’an
Allah menegaskan bahwa perubahan menuju kebaikan adalah tanggung jawab manusia sendiri.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d [13]: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa kunci perubahan ada pada kesungguhan diri sendiri. Jika ingin keadaan pribadi, keluarga, masyarakat, atau bahkan bangsa menjadi lebih baik, maka dibutuhkan upaya nyata untuk memperbaiki diri.
2. Memilih yang Baik dalam Kepemimpinan
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, perubahan ke arah yang lebih baik berarti juga berani mengganti pemimpin atau pengurus yang tidak amanah dengan sosok yang lebih baik. Rasulullah ï·º telah mengingatkan:
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”
(HR. Bukhari)
Amanah dan tanggung jawab hanya pantas dipegang oleh orang-orang yang ahli, berintegritas, dan memiliki rekam jejak baik. Jika tidak, kerusakan dan kesulitan bagi umat akan menjadi konsekuensinya.
3. Kebaikan sebagai Landasan Perubahan
Dalam Islam, standar “baik” bukan sekadar ukuran duniawi, tetapi merujuk pada nilai-nilai yang Allah cintai. Rasulullah ï·º bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
(HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni)
Perubahan sejati adalah perubahan yang membawa manfaat—bukan sekadar berganti tampilan, posisi, atau jabatan, tetapi benar-benar menghadirkan maslahat bagi umat.
4. Analogi Kehidupan
Bayangkan sebuah motor yang sudah sering mogok, susah dipakai, dan justru menghambat perjalanan. Apakah pemiliknya akan terus memaksakan diri? Tentu tidak. Ia akan segera memperbaiki atau mengganti komponen yang rusak.
Begitu juga dalam kehidupan sosial dan bernegara: jika sistem, pemimpin, atau pengurus sudah tidak berjalan baik, maka perubahan adalah sebuah keharusan.
Penutup
Perubahan ke arah lebih baik bukanlah sekadar pilihan, melainkan keharusan agar kehidupan tidak terus berada dalam kerusakan. Dalam Islam, perubahan harus berlandaskan iman, amanah, serta nilai kebaikan yang Allah cintai, dilakukan dengan kesungguhan, dan dipimpin oleh orang-orang yang berkompeten.
Maka, mari jadikan firman Allah sebagai pengingat:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d [13]: 11)
🌿 Perubahan sejati adalah perubahan yang berlandaskan iman, amanah, dan memberi manfaat bagi umat.