Jakarta, infoDKJ.com | Fakta baru kembali terungkap dalam sidang keenam kasus tabrak lari yang menewaskan seorang lansia berusia 82 tahun, berinisial S, di kawasan Taman Grisenda, Penjaringan, Jakarta Utara. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (11/09/2025) itu menghadirkan momen krusial: rekaman CCTV yang menyorot detik-detik tragis insiden.
Kasus ini sejak awal mencuri perhatian publik karena melibatkan korban dan terdakwa yang sama-sama berusia lanjut. Korban, seorang kakek yang rutin berolahraga jogging, meregang nyawa akibat kelalaian terdakwa IV (65) yang mengemudi kendaraannya. Namun, dalam sidang, terdakwa bersikeras bahwa dirinya “tidak melihat korban.”
Kesaksian Mengejutkan Saksi Mata
Di ruang sidang, ST (63), saksi mata yang berada di dekat lokasi kejadian, memberikan kesaksian yang menguatkan dugaan kelalaian.
“Saya mendengar suara benturan keras, seperti tabrakan besar. Suaranya bikin kaget sekali,” ujar ST di hadapan majelis hakim.
Ia menambahkan, usai tabrakan, terdakwa tak langsung berhenti. “Terdakwa baru kembali setelah sekitar 10 menit, itu pun setelah saya melapor ke ketua RW,” ungkap ST.
Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar soal sikap terdakwa pasca-tabrakan.
Terdakwa Mengelak, Kondisi Kesehatan Jadi Alibi
Di hadapan hakim, terdakwa IV membenarkan kesaksian saksi, namun tetap berkilah. Ia mengaku sehat jasmani dan rohani saat mengemudi, bahkan baru saja menjalani operasi katarak beberapa bulan sebelumnya.
“Penglihatan saya jelas, tidak ada masalah. Tapi saya sama sekali tidak melihat korban sedang jogging. Kalau terlihat, tentu tidak akan terjadi tabrakan,” ucapnya dengan nada penyesalan.
Pembelaan itu langsung berbenturan dengan fakta keras yang disodorkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
CCTV Jadi Senjata Pamungkas Jaksa
Dalam momen yang menegangkan, JPU memutarkan rekaman CCTV. Video memperlihatkan korban S yang sedang jogging di jalur pejalan kaki, tak jauh dari jalur kendaraan. Mobil terdakwa terekam jelas melintas hingga akhirnya menabrak korban.
Rekaman tersebut menampik klaim “tidak melihat korban” dan mempertegas adanya kelalaian fatal dari terdakwa.
Ancaman Hukuman Berat
Berdasarkan bukti dan fakta persidangan, terdakwa diduga melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukumannya cukup berat: pidana penjara maksimal enam tahun atau denda hingga Rp12 juta.
Sidang Berlanjut, Publik Menanti Putusan
Sidang kasus tabrak lari Grisenda akan berlanjut pekan depan. Jaksa diperkirakan akan mengajukan tuntutan dengan menitikberatkan pada rekaman CCTV yang kini menjadi bukti kunci.
Kasus ini menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban dan menjadi sorotan publik sebagai pengingat pentingnya kehati-hatian berkendara, terutama di ruang publik yang kerap digunakan warga untuk berolahraga.
Keluarga korban masih menunggu satu hal: keadilan yang setimpal bagi almarhum S.
(Kiem)