Jakarta, infoDKJ.com | Sidang kasus tabrak lari yang menewaskan S (82) di Perumahan Grisenda RW 10, Kecamatan Penjaringan, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (4/9/2025). Keluarga korban hadir dengan penuh harap agar kesaksian para saksi membawa titik terang dan menghadirkan keadilan.
Empat saksi kunci dihadirkan dalam persidangan, yakni RS (Ketua RW), IM dan RM (petugas keamanan), serta HP (anak korban).
RS, Ketua RW setempat, memberikan gambaran terkait sistem pengamanan di lingkungan Grisenda. “Kami selaku pengurus RW bersama petugas keamanan menyampaikan apa adanya. Kendaraan, plat nomor, hingga warna mobil biasanya selalu diinformasikan ke pos-pos keamanan. Jadi bisa saja petugas sudah mengetahui bahwa terdakwa ini sering melajukan kendaraannya dengan kencang,” ujarnya.
Sementara itu, RM, seorang petugas keamanan, menceritakan momen saat dirinya selesai salat subuh. “Ada seorang ibu parkir mobil, lalu saya sapa ‘selamat pagi Bu’. Saya lihat mobilnya rusak, tapi tidak mengira kalau beliau pelakunya. Saat patroli, saya dapat info dari HT bahwa pelaku melarikan diri dengan mobil putih. Saya curiga, jangan-jangan yang tadi saya tegur,” jelasnya. RM juga menegaskan bahwa aturan kecepatan di kawasan perumahan hanya 20 km/jam.
IM, saksi lain yang juga petugas keamanan, menuturkan kondisi di lokasi kejadian. “Begitu ada info dari HT, saya langsung menuju TKP. Saat tiba, korban sudah tergeletak bersimbah darah dan warga mulai berkerumun,” katanya.
Kesaksian penuh emosi datang dari HP, anak korban. Ia menyesalkan sikap terdakwa yang belum pernah menunjukkan itikad baik. “Sejak awal kejadian sampai sekarang, terdakwa belum pernah meminta maaf secara langsung kepada keluarga kami,” ucapnya dengan nada sedih.
Dalam perkara ini, terdakwa IV didakwa melanggar pasal berlapis, antara lain Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengenai kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang meninggal dunia, serta Pasal 312 UU yang sama, tentang tindakan melarikan diri dan tidak memberi pertolongan setelah kecelakaan. Ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan/atau denda Rp12 juta mengintai terdakwa.
Persidangan akan berlanjut dengan agenda mendengarkan saksi tambahan dan pemeriksaan lebih lanjut. Keluarga korban berharap proses hukum berjalan adil dan tuntas, sehingga memberi rasa keadilan bagi almarhum S dan keluarganya. (Red)