Jakarta, infoDKJ.com | Selasa, 23 September 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Dalam ajaran Islam, kebaikan memiliki kedudukan yang sangat mulia. Allah SWT berfirman:
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195).
Namun, realitas hidup sering menunjukkan bahwa kebaikan tidak selalu mendapat balasan yang setimpal. Terkadang, uluran tangan yang tulus justru disambut dengan sikap yang menyakitkan. Bukan karena niat kita salah, melainkan karena sebagian manusia lupa atau abai terhadap makna syukur.
Rasulullah SAW bersabda:
“Berbuat baiklah kepada orang lain, meskipun mereka tidak tahu berterima kasih.” (HR. Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa kebaikan sejati lahir dari hati yang ikhlas, bukan dari harapan balasan manusia.
Meski begitu, Islam juga mengajarkan kebijaksanaan. Jika kebaikan kita terus-menerus disalahartikan atau bahkan dibalas dengan keburukan, menjaga jarak bukan berarti berhenti peduli, melainkan bagian dari melindungi diri. Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari).
Pada akhirnya, kebaikan adalah cermin siapa diri kita. Ia tetap bersinar meskipun tidak dihargai manusia, karena yang utama adalah penilaian Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 36).
Maka, tetaplah berbuat baik dengan hati yang tulus. Bukan demi ucapan terima kasih manusia, melainkan demi meraih ridha Allah SWT.