Jakarta, infoDKJ.com | Jumat, 28 November 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Fenomena gunung meletus, gempa bumi, hujan ekstrem, banjir bandang, longsor, angin kencang, dan berbagai gejala alam lainnya sering disebut sebagai “bencana alam”. Namun, dalam perspektif keimanan, tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa izin Allah. Alam bukanlah sesuatu yang bertindak sesuka hati. Ia adalah makhluk Allah yang tunduk, taat, dan tidak pernah membangkang. Justru manusialah yang sering melanggar aturan dan keseimbangan yang telah Allah tetapkan.
Ketika alam seolah “marah”, sesungguhnya ia hanya bergerak mengikuti sunnatullah—hukum kausalitas yang Allah tetapkan sejak awal penciptaan. Ketika manusia merusak keseimbangannya, menentang aturan Allah, dan mengabaikan amanah sebagai khalifah, alam pun “meminta izin” kepada Allah untuk bereaksi. Maka terjadilah apa yang oleh manusia disebut sebagai bencana.
1. Bencana Alam Bukan Kemurkaan Tanpa Tujuan
Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa musibah memiliki sebab dan bukan hadir tanpa hikmah. Kerusakan yang terjadi di bumi sering kali merupakan akibat langsung dari ulah manusia.
Allah berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia, agar Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini menunjukkan bahwa bencana sering kali menjadi cermin perilaku manusia—peringatan agar kembali kepada Allah.
Allah juga berfirman:
“Apa saja musibah yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan kalian sendiri, dan Allah memaafkan banyak kesalahan.”
(QS. Asy-Syura: 30)
Kasih sayang Allah begitu besar hingga sebagian besar kesalahan manusia masih ditutupi dan tidak dibalas dengan musibah.
2. Alam adalah Makhluk yang Taat kepada Allah
Al-Qur’an menjelaskan bahwa seluruh makhluk, termasuk gunung, angin, awan, air, dan tanah, taat kepada Allah dan bertasbih tanpa henti.
“Tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka.”
(QS. Al-Isra: 44)
Letusan gunung, angin badai, hujan deras—semuanya bukan tanda pemberontakan, tetapi bentuk ketaatan alam pada ketentuan Allah. Mereka hanya menjalankan tugas sebagaimana yang telah ditentukan.
3. Alam “Menggigil” Saat Dipikul Manusia
Allah menegaskan bahwa amanah sebagai pengelola bumi adalah tugas yang sangat berat:
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan dan merasa berat untuk memikulnya. Namun manusia menyanggupi…”
(QS. Al-Ahzab: 72)
Ironisnya, justru manusia yang paling sering mengingkari amanah itu:
- menebang hutan secara liar,
- menimbun daerah resapan,
- membuang sampah di sungai,
- merusak tanah dan ekosistem,
- serakah dalam eksploitasi sumber daya.
Maka sunnatullah pun berjalan:
lereng gundul memicu longsor, sungai tersumbat menimbulkan banjir, tanah tandus memperparah kekeringan.
Alam hanya merespons kerusakan yang ditimbulkan manusia.
4. Hadits Tentang Musibah dan Ketaatan Alam
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa seorang Muslim kecuali Allah menjadikan musibah itu sebagai penghapus sebagian dosa-dosanya, bahkan duri yang menusuknya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Musibah bukan semata hukuman, melainkan bentuk kasih sayang Allah agar manusia kembali dan disucikan dari dosa.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Dunia ini hijau dan indah, dan Allah menjadikan kalian sebagai pengelolanya. Maka Allah akan melihat bagaimana kalian mengelolanya.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa manusia akan diminta pertanggungjawaban atas setiap kerusakan yang ia buat di muka bumi.
5. Manusia, Alam, dan Tanda-Tanda Allah
Alam tidak pernah salah. Ia bekerja sesuai perintah. Justru melalui bencana, Allah memberi tanda-tanda:
- agar manusia berhenti sombong,
- agar kembali menjaga lingkungan,
- agar mengingat bahwa kehidupan ini rapuh,
- agar sadar bahwa kekuasaan hanya milik Allah.
Musibah adalah panggilan—bukan hanya bagi korban, tetapi bagi seluruh manusia untuk merenungi amanah sebagai penjaga bumi.
Penutup: Bumi Adalah Titipan, Bukan Warisan
Bencana alam bukan hanya persoalan geologi, meteorologi, atau cuaca ekstrem. Ia adalah pesan dari Allah agar manusia kembali menunaikan amanahnya. Bumi bukan warisan nenek moyang, tetapi titipan dari Allah untuk generasi setelah kita.
Menjaga alam adalah bagian dari iman, dan merusaknya adalah bentuk kemaksiatan.
“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”
(QS. Al-A’raf: 56)
Semoga kita menjadi hamba yang mampu membaca tanda-tanda Allah, memperbaiki diri, menjaga bumi, dan mengembalikan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
والله أعلم بالصواب
Dan hanya Allah yang Maha Mengetahui kebenaran.


