Jakarta, infoDKJ.com | Sabtu, 1 November 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”
(QS. Al-Isra’: 44)
Ayat ini menegaskan bahwa seluruh makhluk di alam semesta — baik yang hidup maupun yang tampak diam — senantiasa memuji dan mengagungkan Allah. Bukan hanya manusia dan malaikat, tetapi juga hewan, tumbuhan, bebatuan, bahkan setetes air pun memiliki caranya sendiri dalam bertasbih.
1. Tasbih: Bahasa Pengakuan terhadap Keagungan Allah
Tasbih berarti mensucikan Allah dari segala kekurangan dan menyatakan kesempurnaan-Nya. Ketika manusia mengucapkan “Subhānallāh”, itu adalah wujud kesadaran akan kebesaran Allah yang disertai pengagungan hati.
Namun bagi makhluk lain, bentuk tasbihnya tidak selalu berupa kata atau suara. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas, manusia “tidak memahami” tasbih makhluk lainnya. Artinya, cara mereka mengagungkan Allah berada di luar jangkauan bahasa dan persepsi manusia.
Batu yang tetap kokoh, air yang mengalir sesuai sunnatullah, pohon yang tumbuh dan berbuah — semua itu merupakan bentuk ketaatan dan tasbih yang terus menerus.
2. Setiap Makhluk Bertasbih Sesuai Kadar dan Kodratnya
Allah menciptakan segala sesuatu dengan ukuran dan fungsi yang khas. Karena itu, setiap makhluk pun memiliki cara bertasbih yang berbeda-beda. Malaikat bertasbih dengan dzikir tanpa henti, sebagaimana firman-Nya:
“Dan para malaikat yang di sisi-Nya tidak menyombongkan diri untuk beribadah kepada-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka bertasbih malam dan siang tanpa henti.”
(QS. Al-Anbiya’: 19–20)
Jin dan manusia diberi kesadaran serta kebebasan untuk bertasbih secara sadar, sementara makhluk lain bertasbih dengan menjalankan ketentuan alamiah yang Allah tetapkan baginya.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Aku tahu batu di Mekah yang dahulu selalu memberi salam kepadaku sebelum aku diutus sebagai Nabi.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa benda yang dianggap mati pun memiliki kesadaran dan bentuk komunikasi yang tidak kita pahami, termasuk dalam mengagungkan Allah.
3. Kesatuan Tasbih Alam Semesta
Walau berbeda bentuk dan bahasa, seluruh tasbih makhluk pada hakikatnya menuju satu sumber: pengakuan akan keesaan dan keagungan Allah.
“Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa kepada Allah bertasbih siapa yang di langit dan di bumi, serta burung-burung dengan mengembangkan sayapnya? Masing-masing telah mengetahui cara sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
(QS. An-Nur: 41)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap makhluk mengetahui cara ibadahnya sendiri. Maka sebenarnya, alam semesta ini tengah berdzikir tanpa henti — hanya saja manusia sering lalai dari irama dzikir itu.
4. Renungan untuk Manusia
Manusia diberi keistimewaan berupa akal dan kesadaran, sehingga tasbihnya bernilai ganda: bukan hanya pengakuan lisan, tetapi juga kesadaran batin dan pengamalan perbuatan.
Ketika lidah berucap Subhānallāh, hati tunduk, dan anggota tubuh taat kepada Allah — maka seluruh wujud manusia ikut bertasbih. Sebaliknya, jika manusia lalai, ia justru menjadi satu-satunya makhluk yang diam di tengah semesta yang senantiasa memuji Tuhannya.
🌸 Kesimpulan
Tasbih adalah denyut kehidupan alam semesta. Segala sesuatu bertasbih dengan caranya masing-masing, sesuai kadar dan kodrat ciptaan Allah. Bunyi tasbih manusia mungkin berbeda dengan tasbih malaikat, batu, atau pohon, tetapi maknanya satu: mengagungkan Allah yang Maha Suci.
Semoga hati kita senantiasa ikut dalam irama tasbih semesta — menjadi bagian dari harmoni dzikir seluruh makhluk kepada Sang Pencipta. 🌿
