Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan kualitas. sumber daya manusia. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal, dibutuhkan pengelolaan yang baik terhadap seluruh komponen yang mendukung proses belajar mengajar. Salah satu komponen penting tersebut adalah sarana dan prasarana pendidikan. Sarana meliputi segala perlengkapan yang secara langsung digunakan dalam proses pembelajaran, seperti alat tulis, buku, media pembelajaran, dan peralatan laboratorium. Sementara itu, prasarana mencakup fasilitas pendukung seperti gedung, ruang kelas, perpustakaan, dan lingkungan sekolah.
Sarana adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, untuk memastikan pencapaian tujuan pendidikan berjalan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien. Prasarana merupakan fasilitas yg secara nir eksklusif mendukung proses pendidikan, misalnya halaman, kebun atau taman sekolah, jalan menuju sekolah, & peraturan sekolah. prasarana merupakan indera atau elemen yg mempunyai kiprah sangat krusial bagi keberhasilan & kelancaran proses pendidikan.
Tantangan Sarana dan Prasarana Menjadi Kesenjangan Sosial di Sekolah Negeri
Sekolah di perkotaan memiliki kondisi sarana prasarana yang jauh lebih lengkap dan berkualitas dibandingkan dengan sekolah di pedesaan yang seringkali terbatas dari segi fasilitas dan kondisi bangunan, berimbas pada kesempatan dan kualitas pembelajaran siswa. Sekolah di perkotaan biasanya memiliki gedung yang lebih layak, dengan ruang kelas yang nyaman, bangunan permanen dengan fasilitas penghawaan dan pencahayaan yang baik. Sebaliknya, sekolah di pedesaan sering kali memiliki gedung yang kurang memadai, ruang kelas yang sempit, lantai yang retak, dan kondisi bangunan yang memerlukan perbaikan namun belum mencapai peningkatan yang signifikan.
Pendidikan di kota memang sangat baik fasilitas yg memadai juga kedisiplinan yang ditegaskan, namun dalam segi kekeluarganya dan kebersamaanya masih kurang yaitu seperti Lo ya Lo, guch ya gueh dan sering adanya pembulian disekolah. Pendidikan di desa fasilitasnya memang belum memadai juga kedisiplinan yang masih kurang hal tersebut ditandai dengan adanya murid yang masih suka nongkrong di depan kelas saat guru belum masuk ke dalam kelas, namun dalam segi kekeluargaan dan kebersamaan sudah baik karena mereka tidak membeda-bedakan kan satu sama lain.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Sutrisno (2021), sekolah-sekolah di daerah perkotaan cenderung memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan modern, seperti ruang kelas dengan perangkat teknologi, akses internet yang cepat, dan alat bantu pembelajaran yang memadai. Sebaliknya, sekolah-sekolah di daerah pedesaan seringkali menghadapi keterbatasan fasilitas dasar, seperti ruang kelas yang tidak layak dan kurangnya akses terhadap teknologi.
Ketimpangan ini berdampak langsung pada kualitas pembelajaran yang diterima siswa, yang mempengaruhi hasil belajar mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim, Okumu, Nakajo Alex, dan Isoke (2008) dan Lasfitri (2013) mengungkapkan bahwa kesempatan bersekolah untuk anak kota lebih tinggi daripada anak desa (Santoso, Khairunnisa, Azzahra, & Adisti, 2023). kurangnya fasilitas sekolah. Banyak sekolah yang kondisi gedungnya rusak dan media pembelajarannya juga kurang. Bahkan, ada sekolah yang tidak punya bangunan sendiri, contohnya di Desa Bukit Subur, Kecamatan Tabir Hilir, Merangin, Jambi yang menggunakan gubuk sebagai tempat. belajar. Fasilitas pendidikan yang kurang memadai ini menyebabkan tingkat keikutsertaan anak-anak dalam memperoleh pendidikan rendah.
Ketimpangan fasilitas pendidikan merupakan masalah yang terus terjadi di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2019, sekitar 25% sekolah di Indonesia berada di daerah terpencil dan terluar. Fasilitas pendidikan di wilayah ini umumnya tidak seimbang jika dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia di kota-kota besar (Falasifah dkk, 2022).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru tenaga pendidik di Daerah pedesaan, ditemukan bahwa sekolah hanya memiliki lima ruang kelas untuk enam jenjang kelas, sehingga satu ruang harus digunakan bergantian oleh dua kelas. Meja dan kursi yang digunakan juga sudah usang dan sebagian besar tidak layak pakai. Selain itu, sekolah tidak memiliki perpustakaan, laboratorium, ataupun ruang praktik. Akses internet pun tidak dapat digunakan secara optimal karena jaringan yang tidak stabil.
Kondisi gedung sekolah di daerah ini juga menunjukkan kualitas yang rendah. Beberapa ruang kelas mengalami kerusakan seperti dinding yang retak, lantai yang masih berupa papan dan semen kasar, serta plafon yang rusak. Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2021), terdapat perbedaan signifikan antara jumlah ruang kelas yang tersedia di sekolah perkotaan dan pedesaan. Sekolah-sekolah di daerah terpencil sering kali harus menghadapi masalah seperti kondisi bangunan yang tidak memadai dan kurangnya alat bantu belajar yang esensial(Marwan dkk, 2024).
Berdasrkan hasil wawancara juga mengatakan letak geografis sekolah yang berada di wilayah terpencil menjadi penyebab utama lambatnya distribusi bantuan sarana dan prasarana pendidikan. Akses transportasi yang sulit membuat proses pengiriman logistik pendidikan, seperti buku, mebel, hingga peralatan teknologi, menjadi terhambat. Dalam kondisi ini, sekolah-sekolah kerap menjadi yang terakhir mendapatkan perhatian, sehingga fasilitasnya tertinggal jauh dibandingkan dengan sekolah di perkotaan.. Menurut kuncono (2018), Pembangunan infrastruktur pendidikan di Indonesia masih sangat berfokus pada wilayah-wilayah yang sudah maju, sementara daerah-daerah terpencil sering kali diabaikan. Hal ini memperburuk ketimpangan pendidikan yang terjadi di seluruh Indonesia.
Pemerataan anggaran pendidikan belum optimal, terutama untuk pembangunan fisik seperti ruang kelas, laboratorium, dan perpustakaan. Ketimpangan sarana dan prasarana pendidikan juga dipengaruhi oleh distribusi anggaran pemerintah yang belum merata.
(Hamka dkk, 2022), Kasus-kasus penyalahgunaan dana BOS lain di SMK sudah banyak mencuat. Seakan tidak ada habisnya, Kemendikbud bahkan menghimbau seluruh elemen masyarakat untuk segera melapor apabila menemukan indikasi penyalahgunaan dana penunjang sekolah bagi para siswa ini. kasus penyalahgunaan dana BOS juga terjadi di Provinsi Banten. Kota Tangerang misalnya, dugaan penyalahgunaan masih kerap ditemukan.
Permasalahan dalam pengelolaan dana BOS di sekolah negeri juga masih sering terjadi. Selain karena adanya niat koruptif, penyalahgunaan dana BOS pun dapat terjadi karena ketidaktahuan sekolah mengenai bagaimana mekanisme pengelolaan dana BOS yang baik dan benar. Meskipun sosialisasi sudah sering dilakukan, tetapi pada kenyataannya masih ditemukan sekolah yang laporan pengelolaan dana BOS nya masih keliru sehingga menjadi temuan. auditor.
Solusi Berbasis Performansi: Meningkatkan Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan implementasi kebijakan pemerintahan dalam pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendukung maupun menghambat. Faktor pendukung mencakup dukungan anggaran dari pemerintah melalui APBN, APBD, serta program bantuan seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kebijakan desentralisasi pendidikan juga menjadi faktor pendukung yang memungkinkan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam mengelola fasilitas pendidikan sesuai kebutuhan setempat(Haflifa, & Kosim, 2023).
Pemanfaatan teknologi dalam sistem manajemen sekolah juga mempercepat perencanaan dan pemeliharaan fasilitas, sehingga infrastruktur pendidikan dapat dikelola dengan lebih efektif. Faktor lainnya adalah pengawasan dan evaluasi yang ketat dari dinas pendidikan serta lembaga audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang membantu memastikan anggaran digunakan secara tepat sasaran dan tidak terjadi penyimpangan (Hamdi, 2021).
Pemerintah dapat mengatasi permasalahan minimnya fasilitas yang didukung olch Dana Dukungan Manajemen Sekolah (BOS) dengan melakukan beberapa langkah konkrit. Pertama, mengoptimalkan pengelolaan dan penyaluran dana BOS adalah hal yang penting. termasuk meningkatkan transparansi penggunaan dana. Untuk menjamin efisiensi pengelolaan, pelatihan pengelolaan keuangan bagi kepala sekolah dan pengelola dana juga perlu diberikan.
Selain itu, alokasi dana BOS harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik sekolah, termasuk jumlah siswa dan kondisi fisik sekolah. Untuk sekolah di daerah terpencil atau sekolah dengan infrastruktur yang tidak memadai, peningkatan pendanaan BOS harus dipertimbangkan dan harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Pemerintah juga harus fokuspada perbaikan infrastruktur sekolah dengan membangun fasilitas baru dan. merenovasi fasilitas yang rusak. Peningkatan mutu pendidikan dapat kita lakukan dengan menyediakan fasilitas pembelajaran modern seperti komputer, buku, laboratorium, dan akses internet.
Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, seperti digitalisasi manajemen sekolah dan pengembangan platform e-learning, juga merupakan langkah penting, terutama bagi sekolah di wilayah yang sulit dijangkau, pedoman dan peraturan yang lebih ketat diperlukan untuk memastikan penggunaan dana BOS secara tepat. Pemantauan kebijakan yang ketat dan evaluasi berkala serta modifikasi kebijakan dapat membantu mencegah penyalahgunaan dana. Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kemitraan dengan organisasi non-pemerintah dapat memberikan sumber daya tambahan bagi lembaga pendidikan, keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan Dana BOS sangatlah penting, efektivitas dapat ditingkatkan melalui peran aktif komite sekolah. dan keterlibatan orang tua serta masyarakat dalam perencanaan dan evaluasi penggunaan dana. Terakhir, program bimbingan dan pengawasan rutin oleh pemerintah terhadap pihak. sekolah melalui pembukuan anggaran masuk dan keluar serta barang yang masuk dan keluar menggunakan dana BOS, sehingga mengasilkan transfaransi.
Simpulan dan Rekomendasi
Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan aspek penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang berkualitas. Sarana dan prasarana yang dimaksud mencakup berbagai fasilitas fisik yang ada di sekolah, seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, serta fasilitas teknologi informasi dan komunikasi, Sarana dan prasarana yang baik tidak hanya berfungsi sebagai pendukung proses belajar mengajar, tetapi juga memainkan peran vital dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan efektif. Di era modern ini, pendidikan yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kualitas dan pengelolaan fasilitas pendidikan yang tersedia. Sekolah perlu memetakan kebutuhan sarana dan prasarananya secara akurat. Hal ini meliputi jumlah ruang kelas, kondisi laboratorium, kelengkapan alat peraga dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta akses sumber daya pembelajaran digital. Tanpa pemetaan yang tepat, sekolah bisa salah alokasi dana, misalnya membeli alat tak sesuai kurikulum atau membangun fasilitas yang jarang dipakai.
Rendahnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti hambatan dalam penyaluran dana, penyalahgunaan dana sekolah, kurangnya perawatan, pengawasan yang kurang dari pihak sekolah, dan faktor lainnya Akibatnya, banyak siswa yang tidak dapat memanfaatkan fasilitas sekolah dengan baik. Padahal, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Yustikia, sarana dan prasarana memiliki peran penting dalam proses. pembelajaran. Pembelajaran yang tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang baik akan berdampak negatif pada proses belajar, membuatnya kurang bermakna.
Pengelolaan sarana dan prasarana yang efektif terbukti memiliki dampak positif terhadap kualitas pembelajaran di sekolah. Fasilitas yang memadai seperti ruang kelas yang nyaman, akses terhadap teknologi, serta sarana pendukung lainnya, memungkinkan siswa untuk belajar dengan lebih optimal. Penelitian oleh Dina Lestari (2023) dan Suyono dkk (2022) menunjukkan bahwa pengadaan fasilitas pendidikan yang baik tidak hanya meningkatkan minat dan motivasi siswa, tetapi juga memperkaya pengalaman belajar mereka. Dengan adanya fasilitas yang lengkap, siswa dapat lebih mudah mengakses berbagai sumber informasi, mengembangkan keterampilan teknologi, dan meningkatkan partisipasi aktif mereka dalam pembelajaran. Hal ini akan berujung pada peningkatan kemampuan akademis siswa serta mendukung tujuan pendidikan yang lebih baik dan merata.
Tantangan terbesar yang dihadapi dalam pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan adalah keterbatasan anggaran serta kurangnya pelatihan untuk pengelola fasilitas pendidikan. Penelitian oleh Yuliana (2022) menunjukkan bahwa anggaran yang terbatas menghambat pengadaan fasilitas baru dan perawatan fasilitas yang sudah ada. Tanpa perawatan yang tepat, kualitas fasilitas pendidikan akan menurun, yang akhirnya berdampak pada kualitas pembelajaran. Selain itu, penelitian oleh Rahayu (2021) dan Anwar & Hidayat (2020) mengungkapkan bahwa banyak pengelola fasilitas di sekolah yang tidak memiliki keterampilan dan pelatihan yang memadai untuk merencanakan dan memelihara sarana yang ada dengan efektif. Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian antara fasilitas yang tersedia dengan kebutuhan pembelajaran yang berkembang. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pelatihan bagi pengelola sarana dan prasarana agar fasilitas dapat dikelola secara optimal dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang berkualitas.
Berikut untuk mengimplementasikan dana BOS yang dilakukan di sekolah negeri SD Negeri 1 Panarukan; Proses komunikasi terhadap Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Guru, Pegawai, Tim Manajeman BOS, Orang Tua Murid serta Masyarakat, keadaan atau ketersediaan sumber daya pendukung seperti SDM, anggaran, dan fasilitas, proses pendekatan dalam pelaksanaan kebijakan melalui disposisi atau sikap seperti kejujuran dan komitmen, struktur birokrasi sebagai pendukung dalam mekanisme, pembagian tugas dan fungsi dalam pelaksanaan. Oleh karena itu, dengan menerapkan strategi yang dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan sosial di sekolah negeri yang relevan dan efektif, meningkatkan mutu pendidikan lewat sarana dan prasarana yang terawat dan merata.


