Surabaya, infoDKJ.com | Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia (AMI), Baihaki Akbar, menyampaikan kritik terhadap pernyataan Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto, yang menyebut bahwa hakim tidak bisa menjadi malaikat, tetapi jangan sampai semuanya menjadi setan.
Menurut Baihaki, pernyataan tersebut berpotensi menggeser standar moral hakim dari figur sebagai "wakil Tuhan di bumi" menjadi sekadar "asal bukan setan".
“Saya tidak sepenuhnya sepakat atas pernyataan Ketua MA. Ketika hakim diibaratkan bukan malaikat, seolah standar ‘wakil Tuhan di bumi’ bisa digeser menjadi sekadar ‘jangan jadi setan’. Ini menyeret hakim dari takhta tinggi representasi Ilahi ke tanah datar yang manusiawi. Seakan-akan palu pengadilan tak lagi berkait ke langit, melainkan cukup berjarak dari lumpur kepentingan,” ujar Baihaki saat dihubungi, Senin (26/5/2025).
Ia mengibaratkan hakim sebagai lilin di ruang gelap yang tak boleh padam saat kegelapan semakin pekat.
“Layaknya satu-satunya lilin di ruang gelap, hakim adalah titik cahaya yang tak boleh merunduk ketika bayangan membesar. Lilin tetaplah lilin, fungsinya menerangi, meski sumbunya rapuh dan nyalanya rentan ditiup angin,” lanjutnya.
Baihaki juga menegaskan bahwa tidak ada istilah "oknum hakim". Menurutnya, jika ada hakim yang menyimpang, maka ia tidak layak lagi disebut sebagai hakim.
“Jika ada oknum polisi, jaksa, atau advokat, itu bisa diterima. Tapi tidak ada istilah oknum hakim. Jika ia melenceng, maka ia bukan lagi seorang hakim. Kata ‘hakim’ mengandung kesatuan antara manusia, nilai, dan mandat ketuhanan. Saat ia menyimpang, ia telah menanggalkan identitas itu,” tegasnya.
Meski memahami kekecewaan Sunarto terhadap perilaku sejumlah hakim, Baihaki mengingatkan agar tidak menciptakan ruang toleransi moral baru dengan narasi bahwa hakim bukanlah malaikat.
“Ketua MA boleh saja kecewa dengan sebagian anak buahnya, tapi ia harus berhati-hati. Kalimat ‘kita kan bukan malaikat’ bisa menjadi jalan pintas psikologis yang melemahkan tali moral para hakim,” ujarnya.
“Alih-alih tetap menjunjung tinggi martabat hakim, pernyataan seperti itu justru mendorong mereka untuk nyaman dengan kelemahan manusiawi, dan terbiasa berlindung di balik dalih keterbatasan. Jika itu terjadi, maka aura sakral wakil Tuhan di pengadilan bisa perlahan memudar,” pungkasnya.
(AMI/Mustofa)