JAKARTA, infoDKJ.com | Seruan aksi unjuk rasa yang diinisiasi oleh Forum Kota (Forkot) Mahasiswa Jakarta terkait dugaan kasus suap Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan (DM), dinilai tidak tepat sasaran. Aksi yang rencananya akan digelar di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung pada Rabu, 26 Mei 2025, dinilai berpotensi memicu konflik di Papua Barat.
Direktur PASTI Indonesia, Arlex Wu, menyatakan bahwa isu ini kembali mencuat bersamaan dengan kasus Harun Masiku yang kini tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dan disebut-sebut menyeret nama Hasto. Menurutnya, baik Hasto maupun Dominggus Mandacan merupakan korban kriminalisasi dan permainan politik tertentu.
“Duduk perkaranya sudah jelas. Dominggus Mandacan bukan pelaku, tapi pihak yang ditodong oleh Wahyu. Kami di PASTI Indonesia bahkan sempat melaporkan dugaan suap ini ke KPK pada Juni 2024. Namun, berdasarkan debat kami dengan KPK dan fakta hukum yang ada, Dominggus Mandacan bukan pelaku, melainkan korban 'todongan’ dari Wahyu Setiawan,” ujar Arlex dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (25/5).
Arlex merujuk pada putusan perkara nomor 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst., khususnya halaman 35, yang mencantumkan pernyataan Wahyu Setiawan: “Bagaimana kesiapan Pak Gubernur? Aah cari-cari uang dulu.” Sementara itu, tanggapan Dominggus Mandacan dalam persidangan hanya datar: “Nanti kita lihat perkembangannya.”
“Dari sini jelas, tidak ada indikasi bahwa Pak Dominggus tertarik atau aktif menanggapi permintaan tersebut,” ungkapnya.
Menurut Arlex, dorongan masyarakat Papua Barat agar ada keterwakilan Orang Asli Papua (OAP) di KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020–2025 menempatkan Dominggus dalam posisi serba salah. Desakan tersebut yang kemudian dijadikan celah oleh Wahyu untuk melakukan tekanan politik.
“Dana sebesar Rp500 juta yang disebut-sebut sebagai 'uang suap’ bukan berasal dari APBD, melainkan hasil urunan masyarakat dan pengusaha lokal yang menginginkan keterwakilan OAP. Jadi, ini murni perjuangan masyarakat yang kemudian disalahartikan,” jelasnya.
Arlex menyayangkan seruan aksi Forkot Mahasiswa Jakarta karena dikhawatirkan justru memperkeruh suasana di Papua Barat yang saat ini sedang menghadapi berbagai tantangan, termasuk efisiensi anggaran dan hambatan program pembangunan.
“Saya sangat mengapresiasi semangat kritis mahasiswa. Tapi sayangnya, aksi ini salah sasaran. Dominggus Mandacan juga korban dari permainan Wahyu Setiawan. Jangan sampai semangat pemberantasan korupsi ini justru menimbulkan konflik baru di Papua Barat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arlex mengingatkan agar masyarakat Papua Barat tidak mudah terprovokasi oleh isu yang berkembang, terutama jika datang dari pihak-pihak yang tidak memahami konteks lokal.
“Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengadu domba. Oleh karena itu, saya harap pemerintah daerah tetap solid, dan masyarakat tetap tenang menghadapi dinamika ini,” pungkasnya.
(AG)