Jakarta, infoDKJ.com | Rabu, 14 Mei 2025
PERIODE MEDINAH
KISAH RASULULLAH ﷺ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Kaum musyrikin telah bersumpah tidak akan membiarkan seorang muslim pun boleh masuk ke kota Makkah.
Urwah sebagai utusan Quraisy berangkat memberi tahu. Setelah bertemu Rasulullah ﷺ, ia duduk di depan beliau sembari memegangi janggut Rasulullah ﷺ, lalu berkata:
“Hai Muhammad, apakah engkau mengumpulkan orang-orang gelandangan lalu engkau bawa datang ke Makkah untuk menyerang kaum kerabatmu sendiri?”
Musim Berhaji Telah Tiba
Kini, Quraisy merintangi kaum muslimin pergi berhaji. Itu benar-benar tidak adil, karena siapa pun bisa berhaji ke Makkah. Dari dahulu, pihak-pihak yang bermusuhan selalu bisa saling bertemu dengan damai di Makkah dalam bulan haji.
Rasulullah ﷺ mengumumkan bahwa tahun itu kaum muslimin akan berangkat haji ke Makkah.
Maka berangkatlah Rasulullah ﷺ beserta 1.400 orang muslim.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-6 Hijriyah. Mereka berjalan sambil mengumandangkan talbiyah:
“Labbaika Allahumma, Labbaika…”
menyusuri jalan di tengah padang pasir menuju Al-Baitul Atiq (Ka’bah).
Semuanya mengenakan pakaian ihram untuk menunjukkan bahwa mereka berniat beribadah, bukan berperang.
Selain pedang di pinggang, tidak ada lagi senjata yang mereka bawa. Kaum muslimin juga membawa 70 unta yang akan disembelih selesai berhaji.
Istri Rasulullah ﷺ yang terundi mengikuti perjalanan ini adalah Ummu Salamah.
Namun orang-orang Quraisy sangat khawatir mendengar keberangkatan ini.
“Ini pasti tipu muslihat Muhammad agar bisa menyerang kita,” seru para pemimpin Makkah.
Rasulullah ﷺ dan rombongannya di perjalanan bertemu dengan seseorang dari Bani Ka’ab yang datang dari Makkah. Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya tentang keadaan Makkah.
“Mereka sudah mendengar tentang perjalanan Tuan ini!” sahut orang itu.
“Lalu mereka berangkat dengan mengenakan pakaian kulit harimau. Mereka bersumpah bahwa mereka akan menghalangi perjalanan Tuan.”
Ketika rombongan kaum muslimin tiba di `Asafan, kurang lebih dua mil dari Makkah, datanglah berita bahwa kaum musyrikin telah bersumpah tidak akan membiarkan seorang muslim pun masuk ke kota mereka.
Maka orang-orang Quraisy mengutus angkatan perang di bawah Pimpinan Khalid bin Walid beserta 200 orang pasukan berkuda untuk menghalangi kaum muslimin yang telah berada di daerah `Asafan.
“Oh, kasihan orang Quraisy,” kata Rasulullah ﷺ.
“Mereka sudah lumpuh karena peperangan. Apa salahnya kalau mereka membiarkan kami? Kalau aku sampai binasa, itu yang mereka harapkan.”
“Kalau Allah memberiku kemenangan, mereka akan berbondong-bondong masuk Islam. Tetapi mereka pasti akan berperang saat mereka punya kekuatan.”
“Aku akan terus berjuang sampai Allah memberi kemenangan atau leherku ini terpenggal,” kata Rasulullah.
Untuk menunjukkan bahwa mereka tidak ingin berperang, Rasulullah ﷺ meminta seorang pemandu untuk memimpin melalui jalan sulit berliku di pegunungan untuk menghindari pasukan Khalid bin Walid yang sudah menunggu di daerah Kira Al Ghamim.
Rombongan itu berhasil melewati pasukan berkuda musuh dan berhenti di Hudaibiyah.
“Ya Rasulullah, di lembah ini tidak ada air, tidak cocok untuk tempat berhenti,” ujar seorang sahabat.
Rasulullah ﷺ mengambil anak panah, menancapkannya di tanah yang kering tersebut. Ketika ditarik, memancarlah air yang tiada habisnya.
Saling Tukar Utusan
Kedua pihak kini saling memikirkan langkah selanjutnya. Orang Quraisy sudah siap berperang, namun mereka mengirim dulu Budail bin Warqa dan beberapa orang ke perkemahan kaum muslimin. Tujuan Budail adalah untuk berunding sekaligus mengetahui kekuatan lawan.
Rasulullah ﷺ bersabda kepada Budail:
“Sesungguhnya kami datang bukan untuk memerangi seseorang, tetapi untuk melakukan haji dan berziarah ke Baitullah sebagai penghormatan.”
Rupanya orang-orang Quraisy sudah buta akibat peperangan.
Jika mereka menghendaki damai dan membiarkan kami berhaji, berarti mereka masih punya nyali.
“Tetapi jika mereka menghendaki perang maka demi Allah aku pasti akan melayani mereka sampai aku menang atau Allah menentukan lain.”
“Akan kusampaikan perkataanmu ini kepada mereka,” kata Budail.
Oleh tokoh-tokoh Quraisy, utusan ini dituduh berpihak kepada pasukan muslimin dan ia dipersalahkan.
Namun orang Quraisy belum puas. Mereka mengirim Hulais bin Al Qamah, pemimpin kaum kabilah Ah-Abbasy (dari sekitar kota Makkah).
Melihat kedatangan Hulais dari jauh, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Itu adalah Hulais. Dia berasal dari kaum yang sangat menghormati hewan kurban. Lepaskanlah hewan-hewan kurban kita.”
Setelah melihat banyaknya hewan kurban yang digiring dari lembah pengembalaan, ia terharu. Tanpa menemui Rasulullah ﷺ lebih dulu, ia segera kembali ke Makkah karena heran sekali dengan apa yang dilihatnya.
Ia melaporkan apa yang disaksikannya sendiri kepada orang-orang Quraisy. Akan tetapi orang Quraisy menjawab:
“Duduk, dasar orang badui, tidak tahu apa-apa.”
“Tidak selayaknya orang-orang Quraisy menghalangi mereka memasuki Masjidil Haram,” kata Hulais.
Hulais kembali dan mengatakan agar kaum muslimin tidak dihalangi. Orang-orang Quraisy marah kepada Hulais.
Kemudian mereka mengirim Urwah bin Mas’ud sebagai utusan ketiga.
Urwah kemudian berangkat. Setelah bertemu Rasulullah ﷺ, ia duduk di depan beliau lalu berkata:
“Hai Muhammad, apakah engkau mengumpulkan orang-orang gelandangan lalu engkau bawa datang ke Makkah untuk menyerang kaum kerabatmu sendiri?”
Urwah mendekat dan memegangi janggut Rasulullah ﷺ sambil bicara. Namun setiap kali itu pula Al-Mughirah, salah seorang sahabat Rasulullah ﷺ, menepis tangannya. Padahal sebelum masuk Islam, Al-Mughirah sering dilindungi Urwah.
Kecintaan Al-Mughirah kepada Rasulullah ﷺ membuatnya tidak bisa membiarkan Urwah menyentuh beliau walau hanya sesaat. Setelah jelas mengetahui maksud kedatangan Rasulullah ﷺ, Urwah pun kembali.
Urwah kembali ke Makkah dan melaporkan kekagumannya menyaksikan Rasulullah ﷺ diagungkan dan dimuliakan oleh para sahabatnya.
“Wahai saudaraku Quraisy,” demikian kata Urwah,
“Aku pernah menemui Kaisar dan Kisra. Demi Allah, tidak pernah kulihat seorang raja yang diperlakukan para sahabat seperti Muhammad, mengagungkannya.”
Dan katanya lagi:
“Setiap kali Muhammad berwudhu, para sahabat berebut menyediakan airnya. Setiap ada helai rambut Muhammad jatuh, mereka akan mengambilnya dan aku tidak akan diserahkan kepada orang lain walau harus mati. Terimalah tawaran Muhammad.” kata Urwah.
Shallu ‘Alan Nabi…!
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Lanjut ke bagian 120...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri