Jakarta, infoDKJ.com | Selasa, 27 Mei 2025
PERIODE MADINAH
KISAH RASULULLAH ﷺ
Perang mu`tah terjadi karena utusan Rasul saw, dibunuh gubernur basrah di wilayah Syam Mereka lalu memilih Khalid bin Al-Walid. Tsabit tidak bersedia memimpin pasukan bukan karena dia takut mati, melainkan ia merasa ada orang yang lebih mampu dari dibanding dirinya.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Allohumma sholi ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad
Islamnya Khalid bin Walid
Ikrimah bin Abu Jahal ngeri mendengarnya. Dia langsung berkata,
“Khalid, bukankah para pengikut Muhammad telah melukai ayahmu, juga membunuh paman dan sepupumu? Demi Allah, aku tidak akan masuk Islam dan berkata-kata seperti itu!”
“Itu hanya semangat jahiliyah. Tetapi sekarang, setelah kebenaran itu bagiku sudah jelas, demi Allah, aku mengikut agama Islam!” kata Khalid bin Walid.
Abu Sufyan kemudian memanggil Khalid
“Benarkah apa yang kudengar tentang engkau?”
Ketika Khalid membenarkan, Abu Sufyan memerah wajahnya.
“Demi Latta dan Uzza, kalau itu benar, niscaya engkaulah yang akan kuhadapi sebelum Muhammad.
“Dan memang itulah yang benar, dan apa pun yang akan terjadi,” kata Khalid.
Kemarahan Abu Sufyan meledak. Ia maju hendak menyerang Khalid. Namun lkrimah menahannya seraya berkata,
“Sabar Abu Sufyan, seperti engkau, aku juga khawatir kelak akan mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan ikut ke dalam agamanya.
Kamu akan membunuh Khalid karena pandangan hidupnya itu, padahal mungkin kelak seluruh Quraisy sependapat dengan dia kata Ikramah.
Sungguh aku khawatir kata Abu Sofyan, jangan-jangan sebelum bertemu Muhammad lagi tahun depan, seluruh Mekkah sudah menjadi pengikutnya!”
Khalid bin Walid segera pergi ke Madinah dan menggabungkan diri dengan kaum muslimin. Tidak lama kemudian menyusul pula dua orang pembesar Quraisy Amru bin Ash dan Utsman bin Tolkhah, mereka diikuti juga oleh banyak penduduk Makkah.
Sejak menjadi seorang muslim, sejarah mencatat hampir tidak pernah mencatat kekalahan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid.
Khalifah Abu Bakar berkata
Ketika menghadapi 240.000 pasukan Romawi, pasukan muslim yang lebih jauh lebih kecil jumlahnya mereka agak ragu “Demi Allah, semua kekhawatiran keraguan mereka hilang dengan kedatangan Khalid!”
Perang Mu`tah
Kemenangan Rasulullah ﷺ terhadap Makkah tampaknya tinggal menunggu waktu. Namun sebelum itu terjadi, 15 orang yang dikirim ke perbatasan Syam dibunuh oleh pihak Romawi.
Seorang lelaki terlihat tidak berdaya. Tubuhnya diikat, tak bisa bergerak. Detik-detik kematian kian dekat. Seorang algojo dengan pedangnya terhunus memancung hingga menebas kepalanya dengan secepat kilat darah bercucuran membasahi bumi. Lelaki itu Harits bin Umair menjadi sahid.
Haris adalah utusan Rasulullah ﷺ ke Syarahbil Gubernur Basrah di wilayah Syam yang berada di bawah kekuasaan Kaisar Romawi. Syarahbil yang beragama Nasrani tidak menerima ajakan tersebut Dan dengan caranya yang keji ia membunh Harits. Pembunuhan inilah yang memacu terjadinya Perang Mu`tah.
Kaum muslimin sangat marah besar mendengar berita tentang terbunuhnya utusan Rasulullah saw. Yang dikirim ke penguasa daerah Bashra.
Sebelumnya tidak ada seorangpun utusan Rasulullah yang dikirim keperbagai negeri mengalami nasib seperti itu. Menurut kelaziman waktu itu utusan tidak boleh dibunuh. Bila di bunuh itu merupakan kejahatan yang tidak termaafkan, dan sama dengan mengundang perang.
Dengan terjadinya peristiwa itu, kaum muslimin merasa terhina. Mereka bertekad untuk menuntut balas terhadap penguasa daerah yang berbuat kejahatan besar itu atas nama kerajaan Rumawi.
Usai Sholat subuh pada bulan Jumadil Awal tahun ke-8 Hijriyah atau 629 masehi Rasulullah ﷺ dengan tiga ribu prajurit pilihan siap dengan persenjataan lengkap.
Beliau menyerahkan tampuk kepemimpinan pasukan kepada Zaid bin Haritsah anak angkat Rasulullah sambil bersabda.
“Kalau Zaid gugur maka Ja’far bin Abu Tholib yang memegang tampuk kepemimpinan, dan jika Ja’far gugur maka Abdullah bin Rawahah yang memegang tampuk kepemimpinan. .
Pasukan berangkat diiringi doa dan ucapan selamat dari masyarakat ramai. Semoga Allah melindungi keselamatan kalian dan mengembalikan kalian dalam keadaan baik-baik kata Masyarakat tersebut
Ucapan selamat mereka disambut gembira oleh semua anggota pasukan, terutama yang di ucapkan oleh `Abdullah bin Rawwahah dengan suara nyaring membesarkan hati dan dan mengobarkan semangat juang.
Rasulullah ﷺ turut mengantar sampai ke luar kota dan berpesan,
“Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta, dan anak-anak. Jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pepohonan. Allah menyertai dan melindungi kalian. Semoga kalian kembali dengan selamat.” kata Rasulullah saw.
Zaid bin Haritsah merencanakan untuk menyergap musuh dengan tiba-tiba. Namun ketika tiba di Ma’an mereka amat terkejut.
Syuhrabil gubernur Heraklius telah menghimpun pasukan yang terdiri atas orang-orang Yunani dan orang-orang Arab.
“Heraklius sendiri mengerahkan pasukan Romawi yang berjumlah 200.000 orang!” untuk membantu pasukan lawan yang tengah menanti pasukan muslimin.
Para pemimpin tentara muslimin agak ragu. Apakah mereka harus maju atau meminta bala bantuan dari Madinah.
Menyerang pasukan musuh yang sedemikian besar dengan perlengkapan, persenjataan dan kekuatannya berarti bunuh diri, karena itu mereka berhenti selama dua hari dua malam di Mu`an untuk mendiskusikan langlah-langkah yang harus diambil.
Beberapa orang berpendapat :
”Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah melaporkan kekuataan musuh. Mungkin beliau akan menambah kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar lagi atau memerintahkan sesuatu yang harus kita lakukan !”
Abdullah Bin Rawwahah tidak dapat menyetujui pendapat tersebut, bahkan ia mengobarkan semangat pasukan dengan ucapan berapi-rapi:
“Hai saudara, kenapa kalian tidak menyukai mati syahid yang menjadi tujuan kita berangkat kemedan perang ini! Kita berperang tidak mengandalkan banyaknya jumlah pasukan atau besarnya kekuatan.
Tetapi semata-mata berdasarkan agama yang di karuniakan allah SWT kepada kita. Karena itu marilah kita maju . Tidak ada pilihan lain kecuali salah satu dari dua kebajikan: Menang atau mati syahid!”
Kalimat yang diucapkan dengan kalimat yang menyala-nyala itu cukup besar pengaruhnya, sehingga lenyaplah kebimbangan dari fikiran kaum muslimin. Mereka hendak menyerang musuh dengan, dengan apapun akibat yang akan terjadi.
Abdullah Bin Rawwahah karena seorang penyair, mungkin perhitungan siasat kemiliterannya tidak terfikirkan olehnya.
Tetapi setelah pasukan muslimin mendengar seruan berperang mati-matian untuk membela agama Allah, perasaan mereka dicekam kecintaan kepada kehidupan akherat.
Selain itu juga karena mereka teringat pada perang sebelumnya, mereka lebih sedikit dari dibanding pasukan musuh. Sehingga kemenangan itu bukan ditentukan karena besarnya jumlah pasukan.
Di desa Masyarief kedua pasukan bertemu. Namun dengan cerdik, pasukan muslim membelok ke Mu'tah. Tempat itu dianggap jauh lebih baik sebagai tempat bertahan.
Di Mu'tah inilah terjadi pertempuran dahsyat yang jarang disaksikan sejarah karena jumlah kedua pasukan berbeda begitu jauh.
Zaid bin Haritsah bertempur dengan gagah berani. Saat itu hampir tidak ada satu pahlawan pun yang bisa menyaingi kehebatannya.
Ia bertempur dan berperang sampai akhirnya sepucuk tombak menghantamnya dengan telak. Zaid bin Haritsah jatuh ke tanah dan gugur sebagai syuhada.
Sesuai dengan pesan Rasulullah ﷺ, Ja'far bin Abu Tholib mengambil bendera Zaid dan maju memimpin pasukan. Usia Kakak Ali bin Abi Tholib ini baru 33 tahun. Ja'far benar-benar pemuda tampan cerdas dan berani.
Ia maju dan bertempur dengan semangat menyala bagai api yang mengamuk.
Ketika tangan kanannya ditebas hingga putus Ja'far meraih bendera dengan tangan kiri namun tidak lama kemudian tangan kiri ini juga lepas karena sabetan pedang.
Dengan kekuatan yang tersisa Ja'far mempertahankan bendera dengan kedua pangkal lengannya sampai seorang prajurit Romawi membelah tubuh Ja'far.
Pemuda tampan ini gugur. Ibnu Umar yang saat itu bertempur di sampingnya mengatakan,
"Kuhitung ada 50 luka di tubuhnya, namun tidak satu pun yang terdapat di bagian punggung."
Kedua lengan Ja'far yang putus diganti Allah dengan sepasang sayap sehingga Ja'far dapat terbang kemana pun ia mau. Karena itulah Ja'far dijuluki Ath Thayar atau penerbang atau Dzuljanahain atau orang yang memiliki dua sayap.
Kini giliran Abdullah bin Rawahah yang menjadi panglima. Ia yang mengibarkan bendera, tetapi hatinya ragu sejenak sambil berkata,
"Oh diriku! Mengapa engkau masih ragu atau terpaksa? Jika pertempuran telah dimulai dan genderang bertalu-talu, mengapa kulihat engkau masih membenci surga?"
Kemudian Abdullah bin Rawahah maju dengan gagah sampai akhirnya juga gugur juga.
Rasulullah ﷺ bersabda
"Zaid dan Ja'far telah diangkat di surga di atas ranjang emas. Aku juga melihat ranjang Abdullah, tetapi agak miring dibanding ranjang kedua temannya."
"Mengapa Ya Rasulullah?" tanya para sahabat keheranan.
"Sebab yang dua orang itu terus maju, tapi Abdullah sempat agak ragu walau ia terus maju juga."
Rasulullah ﷺ tahu benar betapa penting dan berbahayanya perang kali ini.
Karena itu beliau sengaja memilih 3 panglima perang yang pada waktu malam bertaqorrub mendekatkan diri kepada Allah, sedang pada siang hari menjadi pendekar pejuang agama.
Tiga orang ini tidak berkeinginan kembali karena mereka bercita-cita mati syahid dalam perjuangan.
Setelah tiga orang panglima Islam itu gugur, panji Rasul allah saw. Diambil oleh Tsabit bin Aqrad. Ia berteriak: ”Hai kaum muslimin, pillihlah seorang panglima diantara kalian!”
Mereka menjawab : “Engkau....!”.
Tidak jangan aku! “jawab Tsabit.
Mereka lalu memilih Khalid bin Al-Walid. Tsabit tidak bersedia memimpin pasukan bukan karena dia takut mati, melainkan ia merasa ada orang yang lebih mampu dari dibanding dirinya.
Ia mengambil panji supaya tidak sampai ketangan musuh
SHALLU `ALAN NABI…!
Bersambung ke bagian 133...
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri