Jakarta, infoDKJ.com | Kamis, 29 Mei 2025
PERIODE MADINAH
KISAH RASULULLAH ﷺ
Quraisy Melanggar Perjanjian Hudaibiyah
Berarti sinyal awal pembebasan Makkah dari kafir Quraisy
Rasulullah ﷺ dan pasukannya akan masuk ke kota Makkah
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
Allohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad
Bani Bakar Menyerang Suku Khuza’ah
Ramadhan tahun ke-8 Hijrah. Nabi Muhammad ﷺ telah berumur 60 tahun. Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlalu. Di antara isi perjanjian itu adalah bahwa tiap-tiap suku bebas bergabung dengan kelompok yang dikehendakinya.
Pilihan bergabung ada dua:
- Kaum Muslim
- Kaum Musyrik
Suku Aslam, Ghifar, Daus, Bani Salim dan Khuza’ah memilih bergabung dengan Kaum Muslimin
Sedangkan
Bani Bakar bergabung dengan Kaum Quraisy
Dampak perjanjian bagi suku Khuza’ah dan Bani Bakar sangat besar. Kedua suku ini kerap bertikai sejak zaman Jahiliyah. Dengan adanya Perjanjian Hudaibiyah, keduanya berdamai cukup lama.
Namun pada suatu hari, niat jahat muncul di benak Bani Bakar. Mereka hendak menyerang Khuza’ah. Pemicunya: mereka merasa dirugikan oleh keputusan bergabung dengan Quraisy. Kehidupan mereka tidak berkembang. Sebaliknya, kehidupan Khuza’ah justru makin maju ekonominya setelah bergabung dengan kaum Muslim.
“Aku merasa bahwa Khuza’ah telah mulai sombong, dan aku berencana untuk membunuh beberapa orang di antara mereka agar mereka tetap menganggap kita kuat seperti dahulu,”
kata pemuka Bani Bakar.
Usulan itu disetujui pemimpin Quraisy. Mereka bahkan bergabung dan memberikan senjata serta mengizinkan pembunuhan di Tanah Haram (wilayah Ka’bah).
Padahal itu adalah pelanggaran besar terhadap Perjanjian Hudaibiyah. Orang Quraisy tampaknya tidak lagi takut kepada kaum Muslimin. Mereka mengira, kaum Muslimin telah hancur dalam pertempuran Mu’tah.
Ketidaksadaran kaum Quraisy justru membuat mereka makin congkak dan keras kepala, hingga berani menganggap Perjanjian Hudaibiyah hanya permainan.
Mereka tidak sadar bahwa hal itu justru membuka jalan bagi Rasulullah ﷺ dan pengikutnya untuk memasuki Makkah.
Quraisy Melanggar Perjanjian Hudaibiyah
Terjadilah peristiwa menggemparkan. Suatu malam, Bani Bakar (sekutu Quraisy) menyerang musuh lamanya, Bani Khuza’ah, dan menewaskan beberapa orang.
Saat itu Bani Khuza’ah tengah tertidur lelap di pangkalan air milik mereka bernama Al-Watir, di sekitar Masjidil Haram sebelum melakukan Thawaf.
Serangan mendadak itu membuat Khuza’ah terdesak. Dalam pertempuran itu, pihak Quraisy diam-diam membantu Bani Bakar.
Karena tak siap perang, Khuza’ah lari berlindung di sekitar Ka’bah.
Di sana, orang-orang Bani Bakar mengingatkan pemimpinnya Naufal agar tidak melanjutkan penyerangan di Tanah Suci:
“Wahai Naufal, kita sudah memasuki Tanah Suci. Ingat Ka’bah… Ka’bah… Tuhanmu… Tuhanmu!”
Namun Naufal bin Muawiyah Ad-Daili, pencetus serangan ini, menjawab dengan kasar:
“Tidak ada Tuhan bagi kalian hari ini, wahai Bani Bakar! Lampiaskan dendam kalian. Demi Allah, kalau perlu kalian boleh mencuri di Tanah Suci. Apakah kalian tidak ingin melampiaskan dendam di Tanah Suci?”
Akhirnya, Khuza’ah baru bisa menyelamatkan diri setelah mundur dan meminta perlindungan ke rumah keluarga pemimpinnya, Budail bin Warqa’ Al-Khuza’i.
Orang-orang Khuza’ah ketakutan. Musuhnya telah menghalalkan kekerasan di daerah haram dan membunuh dua puluh orang lainnya.
Dulu Bani Bakar hanya berani mencuri di dalam Ka’bah, sekarang mereka berani membunuh.
Budail bin Warqa’ Al-Khuza’i memanggil Amr bin Salim Al-Khuza’i dan berkata:
“Pergilah ke Madinah menghadap Rasulullah ﷺ dan jangan berhenti sebelum kamu sampai di hadapannya. Ceritakan apa yang terjadi.”
Di hadapan Rasulullah ﷺ, Amr bin Salim membacakan syairnya:
“Ya Rabb, aku mengingatkan Muhammad tentang persahabatan ayah kami dan ayahnya di masa lalu…
Quraisy telah menghianatimu dalam perjanjian…
Mereka mendesak hingga ke Ka’bah dan membunuh kami saat sedang ruku’ dan sujud kepada Ilahi.”
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Engkau pasti akan dibela, wahai Amir bin Salim.”
Saat itu muncul awan mendung di langit, beliau bersabda:
“Mendung ini akan memudahkan pertolongan bagi Bani Ka’ab (sebutan lain Khuza’ah).”
“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa paling buruk dalam pandangan Allah ialah orang kafir, karena mereka tidak beriman.”
(QS Al-Anfal: 55)
“(Yaitu) orang-orang yang terikat perjanjian dengan kamu, kemudian setiap kali berjanji, mereka menghianatinya, sedang mereka tidak takut kepada Allah.”
(QS Al-Anfal: 56)
Quraisy Mengutus Abu Sufyan
Di Makkah, rasa penyesalan menyelimuti kaum Quraisy. Mereka menyesal telah membunuh orang-orang Khuza’ah, karena itu bisa berdampak buruk bagi mereka.
Para pemimpin Quraisy menyalahkan tindakan para pemuda mereka yang membantu Bani Bakar. Maka, mereka mengutus Abu Sufyan pergi ke Madinah untuk memperkuat kembali perjanjian dan memperpanjang waktunya.
Sesampainya di Madinah, Abu Sufyan tidak langsung menemui Rasulullah ﷺ, tapi menemui putrinya, Ummu Habibah, yang sudah 15 tahun tidak bertemu dengannya sejak hijrah ke Habasyah bersama suaminya dan kemudian menjadi istri Rasulullah ﷺ.
Di rumah Ummu Habibah, Abu Sufyan ingin duduk di tikar tempat Rasulullah ﷺ biasa duduk. Namun, Ummu Habibah segera melipat tikar itu.
“Hai putriku, apakah engkau lebih sayang pada tikar itu daripada aku?”
keluh Abu Sufyan.
“Ini tikar Rasulullah ﷺ. Ayah adalah orang musyrik yang kotor. Saya tidak ingin ayah duduk di atasnya.”
“Demi Allah, rupanya ada yang tidak beres denganmu setelah berpisah denganku.”
Kesal, Abu Sufyan langsung menemui Rasulullah ﷺ dan bicara panjang lebar agar perjanjian diperpanjang.
Namun Rasulullah ﷺ sama sekali tidak menanggapinya.
Abu Sufyan belum menyerah. Ia pergi ke Abu Bakar agar membujuk Rasulullah ﷺ. Namun Abu Bakar berkata:
“Aku tidak sudi melakukannya.”
Kemudian ia meminta tolong kepada Umar bin Khattab. Umar menjawab:
“Layakkah aku meminta pertolongan bagi kalian kepada Rasulullah ﷺ? Demi Allah, walau hanya pasir di tanganku, pasir itu akan kupakai untuk melawan kalian!”
Terakhir, ia menemui Ali bin Abi Thalib yang sedang bersama Fatimah, Hasan, dan Husain.
Ali menjawab dengan lembut:
“Jika Rasulullah ﷺ sudah mengambil keputusan, tidak seorang pun dari kami yang bisa menarik keputusan beliau.”
Putus asa, Abu Sufyan berkata kepada Fatimah:
“Wahai Fatimah, maukah engkau bergabung denganku untuk menyelamatkan semua orang?”
Fatimah menjawab:
“Aku seorang perempuan, dan itu adalah urusan laki-laki.”
Abu Sufyan juga bertanya kepada Hasan dan Husain:
“Sudikah kalian menyelamatkan semua orang?”
Fatimah menjawab sambil tertawa:
“Mereka anak-anak.”
Abu Sufyan pun pulang dengan membawa kabar buruk bagi kaumnya.
Shallu ‘alan Nabi…
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
(Bersambung ke bagian 135...)
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri