Jakarta, infoDKJ.com| Ketika dunia digital menjadi panggung utama ekspresi, satu unggahan bisa mengubah segalanya. Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB), berinisial SSS, kini menyandang status tersangka usai mengunggah sebuah meme yang memuat wajah Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Meme itu dianggap melecehkan, dan kini sang pengunggah harus mendekam di balik jeruji Rutan Bareskrim Polri.
SSS diketahui merupakan mahasiswi dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Penahanannya telah dibenarkan oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Erdi Adrimulan Chaniago. “Sudah (tersangka), ditahan di Bareskrim,” kata Erdi kepada wartawan, Sabtu (10/5/2025). Motif SSS mengunggah meme tersebut masih dalam proses pendalaman penyidik.
Langkah hukum terhadap SSS menimbulkan berbagai reaksi, baik dari kalangan pemerintah, relawan, hingga pihak kampus. Berikut beberapa poin penting yang menggambarkan bagaimana kasus ini bergulir:
Pelanggaran UU ITE dan Ancaman Hukuman Berat
SSS disangkakan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), termasuk pasal tentang penyebaran konten melanggar kesusilaan dan manipulasi informasi elektronik. Jika terbukti bersalah, ancaman hukumannya bisa mencapai 12 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp12 miliar.
Pemerintah: “Lebih Baik Dibina, Bukan Dihukum”
Di tengah riuh reaksi publik, Kantor Komunikasi Presiden melalui Hasan Nasbi memberi nada yang lebih lunak. “Kalau dari pemerintah, itu kalau anak muda, ya lebih baik dibina. Karena masih sangat muda,” ucap Hasan. Ia menekankan pentingnya edukasi di tengah semangat kebebasan berekspresi, sekaligus menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak pernah melaporkan atau mengadukan hal ini secara pribadi.
Relawan dan Pendukung Tegas Dukung Proses Hukum
Berbeda dengan pendekatan pemerintah, sejumlah relawan pendukung Jokowi dan Prabowo justru mendesak agar proses hukum tetap berjalan. Ketua Umum Bara JP, Utje Gustaaf Patty, serta Ketua Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer, menyayangkan sikap mahasiswi tersebut yang dianggap melampaui batas kebebasan berpendapat. “Berpendapat bukan berarti semaunya,” tegas Noel, sapaan akrab Immanuel.
Projo: “Itu Hoaks dan Melecehkan Kepala Negara”
Nada lebih keras datang dari Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, yang menyebut unggahan itu sebagai tindakan pelecehan terhadap kepala negara. "Itu foto montage, hoaks, tidak bisa ditoleransi," ujarnya. Budi mengajak publik untuk bijak dalam memanfaatkan ruang digital dan tidak menyamakan demokrasi dengan tindakan ‘semau gue’.
ITB Beri Pendampingan, Orang Tua Minta Maaf
Pihak kampus, dalam hal ini ITB, menyatakan bahwa mereka telah melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak, termasuk dengan orang tua SSS yang telah datang dan menyampaikan permintaan maaf. Kampus juga memastikan bahwa pendampingan terhadap mahasiswinya tetap diberikan.
Kasus ini menjadi potret terbaru dinamika kebebasan berekspresi di Indonesia. Di tengah era digital yang serba cepat dan terbuka, batas antara kritik, ekspresi seni, dan penghinaan menjadi semakin kabur. Apakah sanksi hukum menjadi solusi? Atau justru perlu pendekatan edukatif dan pembinaan yang lebih luas?
Waktu dan proses hukumlah yang akan menjawab.
(Alfi)