![]() |
Gambar ilustrasi |
Jakarta, infoDKJ.com | Persoalan pengembalian sertifikat tanah dan bangunan kembali mencuat ke ranah hukum. Febliyani, seorang nasabah dari PT. Jtrust Investments Indonesia, akhirnya melaporkan Direktur Utama perusahaan tersebut beserta pihak Notaris/PPAT ke Polda Metro Jaya. Laporan ini dilayangkan setelah upaya penyelesaian secara kekeluargaan selama bertahun-tahun tak membuahkan hasil.
Permasalahan bermula dari pinjaman yang diajukan Febliyani dengan jaminan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 3226 atas nama Supartini, seluas 143 meter persegi yang berlokasi di Kampung Gaga, Kelurahan Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Sesuai syarat dari pihak pemberi pinjaman, sertifikat tersebut harus dibaliknamakan atas nama Febliyani. Proses balik nama tersebut dikoordinasikan oleh PT. Jtrust Investments Indonesia dan dibiayai dari hasil pencairan pinjaman, sebesar Rp 25 juta.
Febliyani kemudian mengajukan pelunasan pinjaman pada 1 Desember 2021, yang disetujui seminggu kemudian melalui surat resmi bernomor 21-330/JTII/XII/2021. Dalam surat itu disebutkan bahwa dokumen asli akan diserahkan pada hari yang sama. Namun kenyataannya, hampir empat tahun berselang, dokumen tersebut belum juga dikembalikan kepada nasabah.
Kuasa hukum Febliyani, Madsanih Manong, menyampaikan kekecewaannya terhadap proses yang berjalan lambat. Ia menuturkan bahwa pihaknya telah berulang kali mencoba berkomunikasi, baik dengan pihak bank maupun notaris, untuk menyelesaikan persoalan ini secara damai. Namun hasilnya nihil.
“Sudah lebih dari satu tahun kami mencoba menyelesaikan ini tanpa jalur hukum, tetapi tidak ada perkembangan berarti. Sertifikat belum juga diserahkan, padahal klien kami sudah melunasi kewajibannya,” ungkap Madsanih.
Upaya formal juga telah dilakukan. Pada 5 Februari 2024, surat keberatan dilayangkan ke pihak bank dan dijawab dengan surat bernomor 24-474/JTII/II/2024, yang menyatakan bahwa proses balik nama masih membutuhkan waktu sekitar empat bulan. Namun hingga kini, proses tersebut tak kunjung selesai. Bahkan, pihak notaris yang berkedudukan di Tangerang juga tidak memberikan tanggapan atas somasi yang dikirimkan sejak Februari hingga Juli 2024.
“Kami sempat menyarankan agar sertifikat induk atas nama Supartini dan biaya yang sudah dibayarkan dikembalikan saja, namun respons dari pihak notaris nihil,” ujar Madsanih.
Menurutnya, kliennya telah mengalami kerugian serius. “Klien kami sudah melunasi pinjamannya, tetapi haknya sebagai nasabah tak dipenuhi. Ini bukan hanya merugikan secara materi, tapi juga menimbulkan ketidakpastian hukum.”
Atas kondisi ini, pihaknya resmi menempuh jalur hukum dan berharap agar pihak kepolisian dapat bekerja secara profesional.
“Kami berharap Polda Metro Jaya segera menindaklanjuti laporan ini agar bisa dilimpahkan ke pengadilan dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat,” pungkas Madsanih.
Kasus ini menyedot perhatian karena menyangkut hak nasabah yang telah melunasi kewajiban namun tidak mendapatkan kembali jaminannya. Publik berharap penegak hukum bisa bertindak cepat demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan profesi notaris.
(Andri/Dani)