Jakarta, infoDKJ.com | Sidang sengketa pemilihan calon anggota Dewan Kota DKI Jakarta kembali memanas. Pada Rabu (21/5/2025), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur menggelar sidang ketujuh dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dari pihak penggugat. Sorotan publik pun mengarah ke dugaan pelanggaran serius dalam proses seleksi, yang dinilai merugikan sejumlah tokoh masyarakat.
Tiga orang saksi dijadwalkan hadir dalam persidangan, namun hanya dua yang mendapat izin dari majelis hakim untuk memberikan keterangan. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah kesaksian Iswadi, mantan Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Jakarta Barat.
Dalam keterangannya, Iswadi mengungkap bahwa ia pernah mendapatkan informasi dari salah satu panitia seleksi bahwa dirinya menduduki peringkat pertama dalam seleksi calon Dewan Kota dari Kecamatan Palmerah. “Saya diberi tahu oleh salah satu anggota pansel bahwa saya berada di peringkat pertama. Saya punya bukti chat dan foto hasil penilaian, lengkap dengan tanda tangan tujuh anggota pansel. Bahkan Ketua Pansel sempat membenarkannya langsung,” ujar Iswadi di ruang sidang.
Ia juga menyayangkan sikap Wali Kota Jakarta Barat yang dianggap bertanggung jawab atas kekacauan seleksi tersebut. “Kebenaran akan menemukan jalannya. Segala sesuatu yang dilakukan dengan cara yang tidak baik pasti berujung rusak. Gubernur DKI harus mengevaluasi kinerja Wali Kota Jakarta Barat,” tegasnya.
Saksi kedua, Ali dari Jakarta Timur, turut menyampaikan dugaan pelanggaran administratif dalam proses seleksi. Ia menyoroti adanya calon yang tetap diloloskan meski diduga tidak memenuhi syarat domisili.
Sementara itu, Reyhan dari Jakarta Selatan—yang rencananya juga akan bersaksi—tidak diberi izin untuk menyampaikan kesaksian di sidang. Namun kepada wartawan, Reyhan mengklaim ada berkas calon yang diterima panitia seleksi meski melebihi tenggat waktu pendaftaran.
Laduni, Ketua Forum Cadekot (Calon Dewan Kota Tertolak), menyatakan bahwa kesaksian yang muncul di persidangan semakin memperjelas adanya ketidakberesan. “Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa proses seleksi cacat. Kami masih memiliki bukti tambahan yang akan kami sampaikan dalam persidangan berikutnya. Jangan sampai tokoh-tokoh masyarakat dijadikan korban oleh sistem yang tidak adil,” ujarnya.
Forum Cadekot juga menuntut seluruh wali kota di wilayah DKI Jakarta untuk bertanggung jawab atas proses seleksi yang dianggap tidak transparan.
Di sisi lain, kuasa hukum tergugat menepis semua tuduhan. Mereka menyatakan proses seleksi telah dijalankan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. “Tidak ada pelanggaran. Kami siap membuktikannya di persidangan,” kata kuasa hukum singkat.
Persidangan akan dilanjutkan dalam waktu dekat dengan agenda pembuktian lanjutan dari kedua belah pihak. Kasus ini menjadi ujian besar terhadap integritas birokrasi di ibu kota.
(Akiem)