Jakarta, infoDKJ.com | Selasa, 17 Juni 2025
PERIODE MADINAH
KISAH RASULULLAH ﷺ
Abu Bakar Memimpin Jamaah Haji Tahun ke-9 Hijriyah
Setelah terbukti para penganut paganisme meremehkan segalanya, melawan kebenaran, mengobarkan permusuhan, pembunuhan, dan bencana:
Maka sikap membiarkan mereka bukanlah kebijaksanaan lagi.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
Allohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad
Abu Bakar Disusul Ali bin Abi Thalib
Pada bulan Dzulhijjah tahun ke-9 Hijriyah, Rasulullah ﷺ menunjuk Abu Bakar sebagai pemimpin kaum Muslimin untuk melaksanakan ibadah haji. Abu Bakar berangkat ke Makkah memimpin rombongan sebanyak 300 orang sahabat dan membawa 20 ekor hewan qurban. Abu Bakar sendiri membawa lima ekor hewan qurban.
Belum lama Abu Bakar berangkat, sebuah peristiwa terjadi di Madinah. Rasulullah ﷺ menerima wahyu Allah berupa permulaan surat Al-Bara`ah (At-Taubah) yang berisi tentang pembatalan perjanjian dengan kaum musyrik.
Firman Allah tersebut:
“(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrik yang kamu telah mengadakan perjanjian dengannya.”
(QS. At-Taubah: 1)
Beberapa sahabat mengusulkan agar Rasulullah ﷺ menyampaikan firman Allah tersebut kepada Abu Bakar untuk dibacakan di depan jamaah haji.
Namun, beliau ﷺ berpendapat lain. Beliau mengutus Ali bin Abi Thalib menyusul Abu Bakar ke Makkah, dengan pesan:
“Tidak seorang pun yang mewakili tugasku selain orang dari ahlul bait (keluarga)ku.”
Keputusan ini sesuai kebiasaan masyarakat Arab yang berkaitan dengan hubungan darah dan harta waris.
Bukankah sebelumnya, saat akan berhijrah ke Madinah, Rasulullah ﷺ mewakilkan Ali untuk mengembalikan barang-barang amanah milik orang-orang Makkah?
Ikatan kekeluargaan dalam soal ini menunjukkan bentuk saling bantu yang sempurna.
Tugas yang dilaksanakan oleh Ali seolah-olah adalah tugas yang dilaksanakan oleh Rasulullah ﷺ sendiri, dan apa yang dibacakan oleh Ali di depan kaum Muslimin seakan-akan dibacakan oleh beliau ﷺ.
Menurut Ibnu Ishaq:
Rasulullah ﷺ memanggil Ali bin Abi Thalib dan berkata:
“Berangkatlah untuk menyampaikan bagian permulaan surat At-Taubah dan umumkan kepada semua kaum Muslimin pada saat mereka berkumpul di Mina pada hari penyembelihan qurban:
- Bahwa tak seorang kafir pun masuk surga.
- Setelah tahun ini, tak seorang musyrik pun boleh menunaikan ibadah haji.
- Tak seorang pun boleh thawaf di Ka’bah tanpa pakaian.
- Barang siapa yang memiliki perjanjian dengan Rasulullah, maka perjanjian itu tetap berlaku hingga masa berakhirnya.”
Ali bin Abi Thalib berangkat menunggang ‘Adhba, unta milik Rasulullah ﷺ, dan menyusul rombongan Abu Bakar yang saat itu masih dalam perjalanan di daerah Araj atau Dhajnan.
Abu Bakar terkejut melihat kedatangan Ali, lalu bertanya:
“Apakah Anda ditugaskan memimpin atau menerima perintah?”
Ali menjawab:
“Aku menerima perintah.”
Keduanya pun melanjutkan perjalanan ke Makkah.
Abu Bakar Pimpin Haji, Ali Bacakan Pengumuman
Selama di Makkah, Abu Bakar menjalankan tugasnya sebagai pemimpin haji kaum Muslimin, sedangkan Ali bin Abi Thalib menyampaikan pengumuman dari Rasulullah ﷺ.
Ali membacakan permulaan surat At-Taubah di hadapan kaum Muslimin, yang berisi ketetapan Allah mengenai kaum musyrik dan penghapusan paganisme dari negeri mereka.
Abu Bakar menyebarkan beberapa orang untuk membantu Ali menyampaikan pengumuman:
“Setelah ini, tak seorang musyrik pun boleh menunaikan haji dan tak seorang pun boleh thawaf tanpa pakaian.”
Saat hari Nahr (penyembelihan hewan qurban) tiba, Ali bin Abi Thalib berdiri di atas Jamarat (tempat melempar jumrah) dan mengumumkan bahwa seluruh perjanjian dibatalkan.
Mereka yang memiliki perjanjian diberi tenggat empat bulan.
Menghapus Paganisme = Menghapus Kebodohan
Penting untuk dipahami bahwa penghapusan paganisme sama halnya dengan penghapusan buta huruf di suatu masyarakat. Keduanya adalah tugas mulia dan manusiawi.
Menentang hal itu hanya dilakukan oleh orang yang tidak menginginkan kebaikan bagi umatnya.
Selama 20 tahun, Islam memerangi tahayul dan memberikan pendidikan untuk memperluas pengertian dan peradaban. Tapi jika kebodohan dan kesesatan menghalangi kemajuan itu, maka Islam akan mengambil tindakan tegas, bila perlu melalui kekerasan.
Pada mulanya, Islam membiarkan paganisme dan orang-orang yang kembali ke tahayul, karena Islam percaya pada akal dan nurani manusia.
Namun setelah terbukti bahwa para penganut paganisme:
- Meremehkan segalanya
- Melawan kebenaran
- Mengobarkan permusuhan dan pembunuhan
Maka sikap membiarkan mereka bukanlah kebijaksanaan lagi.
Anjing galak tidak boleh dibiarkan lepas. Bila ia menggigit orang dan kemudian ditembak mati, adalah dungu jika menganggap itu sebagai peristiwa pembunuhan.
Orang yang menuduh tindakan Islam sebagai penindasan terhadap kebebasan berpikir adalah orang yang hidup dalam angan-angannya sendiri.
Dengan pengalaman penderitaan kaum Muslim selama 22 tahun, orang akan memahami kemarahan mereka. Maka, setelah waktu ultimatum berlalu, tak ada tempat lagi bagi berhala.
Firman Allah:
"(Pernyataan) putus hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrikin yang terikat dalam perjanjian dengan kalian. Maka berkelanalah kalian (hai kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan. Ketahuilah kalian tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.
Dan inilah suatu maklumat dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari Haji Akbar (tahun ke-9 Hijriyah), bahwa Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Namun bila kalian bertaubat, itu lebih baik bagi kalian."
(QS. At-Taubah: 1–3)
Beberapa waktu sebelum dan sesudah ultimatum itu, perutusan dari berbagai kabilah Arab berdatangan ke Madinah berbondong-bondong menyatakan keislaman dan meninggalkan jahiliyah serta paganisme.
Peristiwa ini menandai berakhirnya babak panjang perjuangan antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin dalam memperebutkan hak hidup—dengan segala macam pengorbanan dari kedua belah pihak.
Shallu ‘alan Nabi...
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
(Selanjutnya: bagian 153...)
Sirah Nabawiyah: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri