Jakarta, infoDKJ.com | Tragedi memilukan terjadi di Perumahan Taman Grisenda, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat pagi, 9 Mei 2025. Seorang pria lanjut usia, S (82), yang tengah rutin jogging pagi, meregang nyawa setelah ditabrak dari belakang oleh sebuah mobil. Ironisnya, bukan hanya nyawanya yang melayang—keadilan bagi almarhum pun terkesan diabaikan.
Pelaku tabrak lari yang sempat tertangkap berada di lokasi kejadian tidak menunjukkan itikad baik. Bukannya bertanggung jawab, pelaku justru berdalih menabrak tiang, meski kaca mobil bagian depan pecah, lengkap dengan bercak darah dan helaian rambut korban yang masih menempel.
“Kami dapat informasi dari orang yang kebetulan juga jogging dan melihat langsung kejadian. Pelaku langsung kabur. Tapi mobilnya ditemukan terparkir rapi di ruko dalam komplek, seolah tidak terjadi apa-apa,” ungkap anak korban kepada media, Kamis (24/07/2025).
Yang membuat luka keluarga makin dalam, selama tiga hari korban dirawat kritis di ICU RS PIK hingga akhirnya meninggal dunia pada 11 Mei 2025, tidak ada satu pun anggota keluarga pelaku yang datang menunjukkan empati, sekadar menanyakan kondisi korban pun tidak.
“Bapak saya berdarah-darah, kepalanya pecah, kami bawa ke rumah sakit. Tapi tak satu pun dari pihak pelaku datang. Bahkan sampai beliau meninggal, tak ada sepatah kata maaf pun,” tambah anak korban.
Dugaan penghindaran tanggung jawab semakin mencuat. Setelah ditahan selama kurang lebih 13 hari, pelaku mengajukan penangguhan dan kini bebas tanpa menunjukkan rasa bersalah atau permintaan maaf yang tulus. Alih-alih hadir sebagai manusia bertanggung jawab, pelaku dan keluarganya memilih bungkam.
“Dia tidak pernah datang menemui keluarga kami. Pernah katanya datang pagi-pagi, tapi malah tidak ketemu. Tidak ada niat serius,” terang keluarga korban dengan nada kecewa.
Kini, setelah kasus dinyatakan P21 dan masuk tahap persidangan, keluarga korban menuntut agar hukum benar-benar ditegakkan. Mereka berharap pelaku tidak hanya dihukum, tapi juga diproses sesuai fakta dan bukti yang sudah jelas, termasuk rekaman CCTV yang menangkap insiden tabrak lari.
“Komplek ini penuh CCTV. Tidak bisa mengelak. Kami tidak minta lebih, hanya minta keadilan ditegakkan. Papa kami tidak bisa kembali, tapi pelaku harus bertanggung jawab sepenuhnya atas nyawa yang sudah diambilnya,” tegas anak korban.
Kasus ini kini menjadi sorotan warga setempat, karena dianggap sebagai cerminan buruk lemahnya empati dan penegakan keadilan atas nyawa manusia. Jika nyawa lansia yang tak berdaya bisa diremehkan seperti ini, bagaimana nasib warga lainnya ke depan?
Keadilan tidak boleh berhenti di meja penyidikan. Keadilan harus hadir di ruang sidang. Dan pelaku tabrak lari harus dihukum seberat-beratnya. (Red)