KUALA LUMPUR, infoDKJ.com | Dua negara bertetangga di Asia Tenggara, Thailand dan Kamboja, akan duduk satu meja dalam pertemuan diplomatik penting yang dijadwalkan berlangsung Senin (28/7) di Malaysia. Pertemuan ini bertujuan untuk meredakan ketegangan bersenjata di perbatasan yang dalam beberapa hari terakhir telah menewaskan puluhan orang.
Thailand akan diwakili oleh Perdana Menteri sementara Phumtham Wechayachai, sementara Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dikabarkan akan hadir langsung memimpin delegasi negaranya. Pertemuan dijadwalkan dimulai pukul 15.00 waktu Malaysia.
Malaysia yang tahun ini menjabat sebagai Ketua ASEAN, bergerak cepat merespons konflik yang meningkat sejak baku tembak pertama kali terjadi pada Kamis (24/7). Perdana Menteri Anwar Ibrahim langsung menawarkan diri menjadi mediator guna menjembatani komunikasi kedua belah pihak.
Ketegangan yang awalnya dipicu oleh klaim wilayah atas situs-situs bersejarah di perbatasan, seperti kompleks kuil Preah Vihear dan Prasat Ta Muen Thom, telah berkembang menjadi konflik bersenjata dengan pengerahan artileri berat. Meski Mahkamah Internasional (ICJ) pada 1962 sudah menetapkan bahwa Preah Vihear merupakan bagian dari Kamboja, persoalan belum benar-benar tuntas, apalagi setelah kuil tersebut didaftarkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO.
Kondisi ini turut mengundang perhatian dunia, termasuk dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Trump secara terbuka mendesak kedua negara segera menghentikan konflik, dengan mengaitkannya pada negosiasi tarif perdagangan. Jika tidak ada kemajuan menuju gencatan senjata, AS mengancam akan memberlakukan tarif impor sebesar 36 persen terhadap produk-produk dari kedua negara mulai 1 Agustus.
Ultimatum ini menjadi tekanan tambahan yang mendorong Bangkok dan Phnom Penh untuk membuka jalur diplomasi, dimulai lewat pertemuan di Malaysia.
Langkah diplomatik ini menjadi ujian besar bagi solidaritas kawasan ASEAN dan kredibilitasnya dalam menyelesaikan konflik internal secara damai. (Hadi)