Oleh: Ahmad Hardiansyah
Dalam perjalanan hidup, setiap hamba memiliki kadar tawakkal (ketergantungan kepada Allah) yang berbeda-beda. Ada yang bertawakkal secara total—menyerahkan seluruh urusan kepada Allah tanpa sedikit pun bergantung pada harta, jabatan, atau kekuatan duniawi. Ada pula yang bertawakkalnya setengah-setengah—secara lisan mengaku pasrah, namun hatinya masih terpaut pada materi dan manusia.
Tawakkal sejati biasanya muncul ketika semua sandaran duniawi runtuh. Di saat itulah, seseorang tidak lagi punya apa-apa kecuali doa dan keyakinan penuh bahwa hanya Allah-lah yang mampu menolongnya. Inilah bentuk tawakkal yang paling murni. Rasulullah ï·º bersabda:
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki: ia pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.”
(HR. At-Tirmidzi, no. 2344)
Namun, tawakkal tidak berhenti pada sikap pasrah semata. Ia erat kaitannya dengan ketenangan hati. Banyak orang memiliki harta melimpah, namun hidupnya gelisah. Sebaliknya, ada yang hidup sederhana bahkan kekurangan, tetapi hatinya tetap lapang. Apa rahasianya?
Jawabannya terletak pada zikir—mengingat Allah secara terus-menerus dengan hati, lisan, dan perbuatan. Allah ï·» berfirman:
“Alaa bidzikrillahi tathma’innul quluub.”
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Zikir bukan sekadar bacaan di lisan, melainkan kesadaran ruhani bahwa Allah selalu hadir dalam setiap langkah kehidupan. Zikir menguatkan tawakkal, karena hati yang senantiasa mengingat Allah tidak akan mudah terguncang oleh badai dunia.
Keduanya—tawakkal dan zikir—adalah kunci utama ketenangan hati. Tawakkal membebaskan jiwa dari rasa takut akan masa depan, sementara zikir menenangkan dari kegelisahan dan keresahan. Siapa pun yang ingin meraih ketenangan sejati hendaknya mengokohkan tawakkal dan memperbanyak zikir.
Penutup
Ketika hati mulai gelisah, ketika harapan pada manusia terasa mengecewakan, kembalilah kepada Allah. Jadikan tawakkal dan zikir sebagai pakaian jiwa. Sebab pada akhirnya, bukan harta, jabatan, atau kekuatan dunia yang mampu menenangkan hati, melainkan Allah semata.
“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan (keperluannya).”
(QS. At-Talaq: 3)