Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 14 September 2025
Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang akan digelar akhir bulan ini diprediksi menjadi salah satu pertarungan politik paling menarik di kancah partai politik Islam. Bukan hanya karena dinamika internal partai yang kian kompleks, tetapi juga karena munculnya isu mengejutkan: Marzuki Alie, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, disebut-sebut akan maju sebagai calon Ketua Umum PPP.
Isu ini sontak memunculkan tanda tanya besar. Bagaimana mungkin seorang tokoh dari luar, apalagi mantan petinggi partai lain, bisa masuk dalam bursa calon ketua umum PPP yang notabene partai dengan sejarah panjang dan kultur kader yang kuat?
PPP sejak awal berdiri selalu menjadi rumah politik berbasis Islam yang mengandalkan kekuatan internal kader serta jejaring pesantren. Kehadiran figur eksternal, apalagi yang berasal dari partai berbasis nasionalis, bisa memunculkan dilema. Di satu sisi, ada peluang menghadirkan figur baru dengan pengalaman politik nasional. Namun di sisi lain, hal ini bisa menimbulkan resistensi dari kader tulen yang merasa perjuangannya dikebiri oleh sosok pendatang.
Marzuki Alie sendiri adalah politisi senior yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pernah memimpin DPR RI, ia punya rekam jejak manajerial di politik nasional. Namun, rekam jejak itu juga sarat kontroversi. Loyalitasnya terhadap Demokrat, hubungannya dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), serta pernyataannya di berbagai isu nasional seringkali menimbulkan pro-kontra.
Isu Marzuki Alie maju di PPP tentu bisa dipotret dengan dua narasi besar. Pertama, sebagai upaya “rebutan” atau infiltrasi politik untuk mengendalikan PPP dari luar. Kedua, sebagai “penyelamatan” PPP yang tengah menghadapi krisis elektoral setelah gagal melewati ambang batas parlemen pada Pemilu 2024.
Jika narasi pertama yang dominan, maka resistensi kader PPP akan semakin kuat. Sebab, partai ini masih memiliki banyak kader potensial yang dinilai mampu memimpin, termasuk figur-figur yang sudah lama berjuang di dalam tubuh partai. Namun jika narasi kedua bisa dijual dengan baik—bahwa PPP butuh figur berpengalaman untuk bangkit kembali—maka sebagian pengurus mungkin bisa terpengaruh.
Munculnya nama Marzuki Alie dalam bursa calon Ketum PPP jelas akan mengganggu peta dukungan kandidat internal. Sebut saja Prof Husnan yang selama ini dianggap sebagai kader tulen dan punya kapasitas intelektual serta kedekatan dengan basis PPP. Kehadiran tokoh eksternal seperti Marzuki bisa memecah dukungan, bahkan membuka ruang transaksi politik baru.
Selain itu, isu ini juga menunjukkan bahwa PPP belum sepenuhnya steril dari tarik-menarik kepentingan eksternal. Jika benar Marzuki Alie maju, maka muktamar bukan hanya ajang kontestasi kader, tetapi juga arena perebutan pengaruh antar-elite nasional.
Apakah Marzuki Alie benar-benar akan maju sebagai calon Ketum PPP atau hanya sekadar isu untuk mengguncang internal partai, waktu yang akan menjawab. Namun satu hal pasti yaitu kader tulen PPP harus waspada. Partai yang lahir dari fusi politik Islam ini jangan sampai kehilangan jati diri hanya karena tergiur figur luar dengan janji besar.
Muktamar PPP kali ini bukan hanya soal siapa yang duduk di kursi ketua umum, tetapi juga soal arah masa depan partai. Harapannya PPP untuk tetap menjadi rumah kader Islam atau sekadar kendaraan politik yang mudah direbut siapa pun yang punya kepentingan. Partai berlambang kabah harus mandiri dan berdaulat dalam menentukan dan memilih kader dari intenal partai. Droping atau mengundang calon external tentu rawan transaksional money politics. Semuanya akan berujung pada penghancuran mental dan idiologis serta kultur politik elit dari kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Penulis: Assoc. Prof. Dr. TB. Massa Djafar (Pemerhati Politik Islam)