PEKANBARU, infoDKJ.com | Sabtu (13/9/2025) sore, halaman Kampus Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) berubah menjadi ruang yang penuh warna, suara, dan semangat. Ratusan penyandang disabilitas dari Pekanbaru hingga Kampar berkumpul dalam Riau Difabel Fair 2025, sebuah ajang yang membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berkarya dan memberi inspirasi.
Sejak pintu gerbang dibuka, suasana meriah terasa. Anak-anak, remaja, hingga dewasa tampil penuh percaya diri di atas panggung maupun arena pameran. Mereka menampilkan seni, musik, busana, hingga kerajinan tangan dengan kualitas yang memukau.
Opera, Musik, hingga Fashion Show Difabel
Acara dibuka dengan sebuah pertunjukan yang menggetarkan hati: opera berbahasa Bangkinang oleh siswa SLB Negeri Bangkinang. Dengan dialog sederhana, musik angklung, dan irama calempong khas Kampar, cerita kehidupan sehari-hari difabel terasa begitu nyata dan menyentuh.
Suasana semakin syahdu ketika Fano, remaja tunanetra, melantunkan lagu tentang ibu. Suaranya yang melambung tinggi membuat banyak hadirin menitikkan air mata. Namun, tak lama kemudian suasana berubah semarak lewat fashion show difabel. Dari busana muslim, kasual, hingga kreasi modern, para peserta melangkah di catwalk bak model profesional, memukau para penonton yang bersorak kagum.
Dialog Inspiratif dan Deklarasi Kampus Ramah Difabel
Tak hanya panggung seni, Riau Difabel Fair juga menghadirkan Talk Show Riau Difabel Community. Hadir sejumlah tokoh seperti Anggota DPR RI H. Hendry Munief, Kepala Kemenag Pekanbaru Drs. H. Syahrul Mauludi, pakar parenting Dr. Yudi Irwan, serta Ketua HIDIMU Riau Imamil Usni. Mereka berbicara tentang pentingnya ruang partisipasi, kemandirian, dan pemberdayaan difabel di Riau.
Momentum bersejarah tercipta ketika Rektor UMRI, Dr. H. Saidul Amin, MA, mendeklarasikan UMRI sebagai Kampus Ramah Difabel.
“Nabi Muhammad SAW sangat memuliakan difabel. Itu teladan bagi kita. Komitmen ini bukan seremonial, tapi bagian dari ideologi Muhammadiyah,” tegasnya.
Ketua PW Muhammadiyah Riau, Dr. Hendri Sayuti, M.Ag, menambahkan bahwa keberpihakan Muhammadiyah kepada difabel adalah kelanjutan dari misi membela kaum dhuafa. “Fikih difabel lahir sebagai wujud nyata. Ke depan, masjid dan sekolah Muhammadiyah harus menjadi pusat pembinaan difabel,” katanya penuh semangat.
Apresiasi, Dukungan, dan Harapan
Ketua HIDIMU Riau sekaligus Ketua Panitia, Imamil Usni, tak bisa menyembunyikan rasa harunya.
“Kami ingin menunjukkan bahwa teman-teman difabel punya kemampuan dan kreativitas luar biasa. Karya mereka layak bersaing, bahkan di pasar nasional,” ujarnya.
Acara ini mendapat dukungan luas, mulai dari Kemenag Pekanbaru, Lazismu Riau, Bank Danamon, JNE, Rotte Foundation, hingga Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia. Semua berkontribusi mewujudkan ekosistem inklusif di Riau.
Ketua LDK PWM Riau, Dr. Santoso, menegaskan bahwa dakwah komunitas juga berarti memperjuangkan hak difabel dalam pendidikan, pekerjaan, dan akses publik. “Inklusi adalah bagian dari pembangunan daerah. Fair ini bukan sekadar pameran, tapi simbol perjuangan,” tandasnya.
Meriah dan Membekas
Sepanjang acara, antusiasme pengunjung tak pernah surut. Stand UMKM difabel dipadati pembeli yang ingin membawa pulang kerajinan, kuliner, maupun karya seni. Di panggung, setiap penampilan disambut tepuk tangan meriah—membuktikan bahwa keterbatasan tak pernah membatasi kreativitas.
Riau Difabel Fair 2025 akhirnya ditutup dengan doa dan harapan besar. Agenda ini diimpikan menjadi acara tahunan yang lebih besar, lebih ramai, dan melibatkan lebih banyak pihak.
“Semoga tahun depan lebih banyak peserta dan dukungan yang hadir. Karena inklusi bukan pilihan, melainkan kewajiban kita bersama,” pungkas Imamil Usni dengan suara bergetar penuh harapan. (Red)