Jakarta, infoDKJ.com | Jumat, 5 September 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Bulan Rabi’ul Awwal memiliki tempat istimewa bagi umat Islam. Pada bulan inilah Nabi Muhammad ï·º lahir, tepatnya 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah (571 Masehi). Di berbagai belahan dunia, umat Islam memperingati kelahiran beliau dengan beragam tradisi yang dikenal sebagai Maulid Nabi.
Ragam peringatannya meliputi tahlilan, pembacaan sirah Nabi, shalawat berjamaah, hingga tausiyah yang menekankan keteladanan beliau. Semua itu merupakan wujud cinta umat kepada Rasulullah ï·º.
Namun, sering kali peringatan Maulid berhenti pada tataran seremonial. Padahal, hakikat Maulid adalah mengambil pelajaran dari akhlak mulia Rasulullah ï·º dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah ï·º Sebagai Uswah Hasanah
Allah ï·» berfirman:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
(QS. Al-Ahzab: 21)
Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad ï·º adalah teladan utama, bukan hanya dalam ibadah ritual, melainkan juga dalam akhlak, kepribadian, dan kehidupan sosial.
Cinta Sejati Adalah Mengikuti Sunnahnya
Rasulullah ï·º bersabda:
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa cinta kepada Nabi bukan sekadar perasaan atau simbol. Cinta sejati harus diwujudkan dalam bentuk ketaatan, mengikuti sunnah, dan meneladani akhlak beliau.
Artinya, cinta kepada Nabi tidak hanya ditunjukkan di majelis shalawat, tetapi juga melalui kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan kepedulian kepada sesama.
Peran Guru Mursyid dalam Meneladani Nabi
Mengikuti akhlak Nabi tentu bukan hal mudah. Dibutuhkan pembimbing yang mampu mengarahkan secara lahiriah maupun batiniah. Dalam tradisi tasawuf, hal ini dikenal dengan istilah mursyid, yaitu guru spiritual yang membimbing murid menuju makrifatullah.
Tanpa bimbingan, banyak orang terjebak pada formalitas agama tanpa menyentuh inti akhlak kenabian. Rasulullah ï·º sendiri mendidik para sahabat dengan keteladanan, kesabaran, dan tarbiyah yang menyentuh hati, bukan sekadar dengan ucapan.
Menghidupkan Maulid dengan Amal Nyata
Maulid Nabi seharusnya menjadi momentum untuk:
-
Menghidupkan shalawat, karena Allah ï·» berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuknya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(QS. Al-Ahzab: 56) -
Mempelajari sirah Nabi, agar semakin mengenal beliau dan meneladani perjuangan hidupnya.
-
Mengamalkan akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari, seperti jujur, penyayang, pemaaf, dan rendah hati.
-
Mencari bimbingan ulama dan guru mursyid, agar perjalanan spiritual tidak berhenti pada ritual, tetapi sampai pada penghayatan akhlak Nabi.
Penutup
Peringatan Maulid Nabi bukan hanya mengenang kelahiran Rasulullah ï·º, melainkan juga momentum memperbarui cinta dan komitmen untuk meneladani beliau.
Cinta kepada Nabi bukan sekadar hadir di majelis, melainkan tampak dari kejujuran, kasih sayang, menjaga lisan, serta istiqamah dalam ibadah.
Dengan demikian, Maulid tidak berhenti pada tradisi seremonial, melainkan menjadi jalan untuk menghidupkan akhlak Nabi Muhammad ï·º dalam kehidupan nyata.