Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 26 Oktober 2025
Penulis: Ahmad Hariyansyah (Yansen)
Dalam perjalanan hidup, setiap manusia pasti akan dihadapkan pada berbagai ujian—baik kekurangan harta, ujian kesehatan, tenaga yang terbatas, maupun kebingungan menatap masa depan. Di tengah segala keterbatasan itu, Islam mengajarkan satu sikap mulia yang menjadi sumber kekuatan dan ketenangan hati: tawakal.
Tawakal bukan sekadar pasrah, melainkan kepercayaan penuh bahwa Allah akan mencukupkan, menolong, dan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Namun, tawakal juga bukan alasan untuk berhenti berusaha. Ia justru merupakan puncak keimanan setelah ikhtiar dilakukan dengan segenap kemampuan.
Kisah Kyai dan Keajaiban Tawakal
Suatu hari, seorang santri datang kepada sang Kyai, menceritakan pengalaman spiritual yang membuat hatinya gelisah. Mendengar itu, sang Kyai pun tersenyum dan membagikan kisah nyata tentang makna tawakal yang sesungguhnya.
Beliau bercerita, pada suatu siang ia berada di kebun dekat masjid yang tengah dibangun. Saat itu, uang yang tersisa hanya cukup untuk membayar tukang hari itu, dan di sakunya tinggal sebatang rokok terakhir. Dalam hati ia berucap,
“Ya Allah, jika memang pembangunan ini harus berhenti, dan hamba harus berhenti merokok, hamba ridha...”
Namun tak lama setelah itu, datang seseorang yang tak dikenal. Ia memberi salam, menyerahkan sebuah amplop tebal dan dua bungkus rokok, lalu berlalu tanpa banyak bicara—seolah menghilang begitu saja.
Saat amplop dibuka, isinya ternyata uang yang cukup untuk melanjutkan pembangunan masjid. Sang Kyai tertegun. Air matanya menetes. Ia menyadari, pertolongan Allah benar-benar datang secara nyata kepada hamba yang bertawakal dengan sepenuh hati.
Makna Tawakal dalam Islam
Tawakal berarti menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha sekuat tenaga. Allah SWT berfirman:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa bertawakal kepada Allah, maka cukuplah Allah (menjadi penolong) baginya.”
(QS. At-Talaq: 3)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah akan mencukupkan kebutuhan hamba-Nya yang menyerahkan diri sepenuhnya, tanpa ragu atau setengah hati.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. At-Tirmidzi no. 2344, Hasan Shahih)
Burung tetap berusaha—terbang mencari makan—namun tidak pernah gelisah tentang rezekinya. Begitulah hakikat tawakal: berusaha sepenuh hati, lalu pasrah sepenuhnya kepada Allah.
Pelajaran dari Kisah Sang Kyai
Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil beberapa pelajaran berharga:
-
Tawakal lahir dari keimanan yang mendalam.
Ketika seseorang benar-benar yakin bahwa segala sesuatu datang dari Allah, maka ia akan tenang dan ridha atas setiap ketentuan-Nya. -
Pertolongan Allah datang dari arah yang tak disangka-sangka.
Sebagaimana firman-Nya:“Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”
(QS. At-Talaq: 3) -
Allah tidak akan menelantarkan hamba yang bergantung penuh kepada-Nya.
Dalam sunyi, lemah, dan keterbatasan, Allah hadir dengan cara yang penuh kasih.
Penutup: Serahkan Hati Sepenuhnya
Tawakal bukan tanda menyerah kalah. Ia adalah bentuk keimanan tertinggi—ketika hati berhenti menggantungkan diri pada makhluk, dan hanya berharap pada Sang Pencipta.
Yakinlah, jika engkau serahkan urusanmu kepada Allah, maka Dia akan menyempurnakan segalanya dengan cara yang tidak pernah kamu duga.
“Hasbunallahu wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir.”
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
(QS. Ali Imran: 173)
