![]() |
Keterangan foto: Dialog hangat bersama warga Pulau Pari, mempelajari upaya mereka merawat ruang hidup sekaligus memperjuangkan keadilan iklim |
Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 14 September 2025
Pulau Pari, Kepulauan Seribu – Pulau Pari, salah satu gugusan kecil di Kepulauan Seribu, menyimpan kisah tentang keberanian warganya. Di tengah ancaman abrasi, banjir rob, dan klaim lahan, warga tak menyerah. Melalui Forum Peduli Pulau Pari, mereka menjadikan forum ini sebagai wadah saling menguatkan, berbagi pengalaman, serta menyusun langkah bersama mempertahankan ruang hidup.
Suasana dialog malam itu terasa akrab. Warga Pulau Pari bertukar pengalaman dengan para pendamping dari berbagai organisasi, di antaranya Hening Parlan, Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia; Parid Ridwanuddin, Campaign Manager GreenFaith Indonesia; serta Budi Pratama dari Rumah Zakat. Dari pihak warga hadir Ati Sukamti, Bendahara Kelompok Perempuan Pulau Pari, bersama dua penggerak utama forum, Mustagfirin (Ketua) dan Edi Mulyono (Wakil Ketua).
Pelibatan Tokoh Agama untuk Gerakan Berkelanjutan
Dalam pemaparannya, Hening Parlan menekankan pentingnya membangun gerakan yang bertahap, berkelanjutan, dan berakar pada kehidupan sehari-hari.
“Pemberdayaan masyarakat perlu berjalan beriringan dengan keterlibatan tokoh-tokoh agama, yang suaranya dapat menjadi penopang penting dalam melindungi pulau-pulau kecil dan memperjuangkan mimpi besar keadilan iklim,” ujarnya.
Hening menambahkan bahwa perjuangan menuju keadilan iklim erat kaitannya dengan kebutuhan dasar warga, mulai dari rumah tangga, pendidikan anak, hingga penguatan koperasi perempuan sebagai pilar kemandirian.
Sejalan dengan itu, Budi Pratama menekankan pentingnya pengembangan ekowisata sebagai jalan menjaga lingkungan sekaligus memperkuat ekonomi lokal. “Kisah sukses Pulau Pari justru ada pada kemampuan masyarakat berdiri di atas kaki sendiri, sekaligus membuka peluang kolaborasi dengan pihak lain,” ungkapnya.
Namun, di balik keberhasilan itu, kegelisahan masih ada. Mustagfirin menuturkan, klaim sepihak perusahaan terus membuat warga merasa ruang hidup mereka terancam.
“Pantai Perawan yang dirawat bersama warga sejauh ini belum sepenuhnya mendapat dukungan pemerintah. Harapannya, ke depan bisa terjalin kolaborasi yang lebih kuat untuk menjaga kawasan ini,” katanya.
Ia menegaskan, tidak ada ajaran agama yang membenarkan perampasan ruang hidup.
Nada serupa disampaikan Edi Mulyono. Menurutnya, suara pemuka agama berperan penting memperkuat perjuangan warga. “Konsolidasi masyarakat harus tetap solid dalam menghadapi tantangan jangka panjang,” tegasnya.
Sementara itu, Ati Sukamti menyoroti tekanan terhadap lahan dan laut sebagai ruang hidup. Ia berharap, kisah perjuangan Pulau Pari dapat lebih banyak disuarakan dan membuka jalan bagi penyelesaian izin-izin bermasalah.
![]() |
Mustagfirin, Ketua Forum Peduli Pulau Pari, menekankan bahwa nilai-nilai agama sejatinya mengajarkan penghormatan terhadap ruang hidup bersama |
Strategi Komunikasi dan Kolaborasi
Hening Parlan juga menekankan pentingnya strategi komunikasi sebagai bagian dari perjuangan. Ia mendorong adanya dokumentasi sejarah perjuangan warga Pulau Pari yang dapat diwariskan lintas generasi.
“Harus ada cerita yang ditulis, agar generasi berikutnya tahu bagaimana sejarah dan perjuangan warga Pulau Pari,” katanya.
Selain itu, ia menekankan perlunya peningkatan kapasitas, seperti pelatihan media bagi anak muda dan perempuan, pemetaan para pihak, serta pelibatan tokoh agama untuk memperkuat solidaritas.
Dialog ini ditutup dengan tekad bersama: melanjutkan perjuangan melalui jalur hukum, kampanye publik, dan penguatan komunitas.
“Berbagai cara sudah ditempuh, tapi oligarki juga terus berkonsolidasi. Karena itu, kita perlu membangun kekuatan bersama,” tegas Parid Ridwanuddin.
Dari Pulau Pari, suara itu kembali menggema: menjaga pulau berarti menjaga kehidupan.
Tentang Diskusi Faith for #SavePulauPari
Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Faith for #SavePulauPari yang diselenggarakan oleh GreenFaith Indonesia, Rumah Zakat, dan Ummah for Earth pada 14–15 Agustus 2025 di Pulau Pari. Selama dua hari, para peserta mengunjungi wilayah terdampak, berdialog dengan warga, mendokumentasikan kondisi lapangan, serta merancang strategi kampanye.
Tujuannya adalah mengintegrasikan pendekatan spiritual lintas agama untuk mendorong kepedulian lingkungan dan memperkuat ketahanan komunitas pesisir. Diharapkan, upaya ini tidak hanya memperkuat komunitas Pulau Pari, tetapi juga memberi inspirasi bagi gerakan keadilan iklim di wilayah lain.
Tentang GreenFaith Indonesia
GreenFaith adalah organisasi akar rumput global lintas agama yang membangun gerakan untuk keadilan iklim. Di Indonesia, GreenFaith berdiri sejak 2023 dengan fokus pada Faith for Climate Action, yaitu aksi nyata individu lintas agama dalam mengatasi dampak perubahan iklim, pelatihan lintas agama untuk climate justice, serta membangun perspektif lintas agama dalam transisi energi.
Update kegiatan GreenFaith Indonesia dapat diikuti melalui Instagram @greenfaith.id.
Narahubung:
Farah – +62 811-2551-236
Sukowati – +62 815-1076-7004