Ankara, infoDKJ.com | Sebanyak 36 warga negara Turki yang sebelumnya ditahan oleh pasukan Israel saat berada di kapal Global Sumud Flotilla akhirnya dipulangkan ke Turki pada Jumat (4/10/2025). Pemulangan dilakukan melalui penerbangan khusus yang disiapkan oleh pemerintah Turki.
Kementerian Luar Negeri Turki menyampaikan bahwa seluruh warga telah tiba dengan selamat di tanah air dan mendapat pendampingan dari otoritas terkait setibanya di bandara.
Tak hanya warga Turki, sejumlah penumpang lain yang ikut dalam kapal kemanusiaan tersebut juga dipulangkan, antara lain warga negara Malaysia, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Aljazair, Maroko, Italia, Kuwait, Libya, Mauritania, Swiss, Tunisia, dan Yordania.
Mengenal Global Sumud Flotilla: Misi Maritim Kemanusiaan Internasional
Global Sumud Flotilla adalah inisiatif maritim sipil global yang diluncurkan pada 2025 untuk menentang blokade Israel atas Jalur Gaza dan membuka jalur bantuan kemanusiaan laut.
Misi ini melibatkan puluhan kapal dari berbagai negara, dengan lebih dari 500 peserta dari setidaknya 44 negara. Kapal-kapal tersebut membawa bantuan medis, pangan, dan kebutuhan dasar untuk rakyat Gaza yang menghadapi krisis kemanusiaan.
Rute pelayaran dimulai dari pelabuhan di Spanyol dan Italia, kemudian melewati Yunani dan Tunisia menuju Laut Mediterania. Beberapa kapal dilaporkan menghadapi serangan atau intersepsi oleh militer Israel, bahkan tindak lanjutnya berupa penahanan terhadap aktivis di kapal-kapal tersebut.
Salah satu aspek penting dari misi ini adalah bahwa ia bersifat non-kekerasan dan independen, tidak diorganisasi oleh negara atau partai politik, melainkan dari gerakan masyarakat sipil, LSM, aktivis dan relawan. Nama “Sumud” sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya keteguhan atau ketahanan — merefleksikan tekad untuk tetap berdiri meskipun menghadapi tekanan berat.
Meskipun sejumlah kapal berhasil mendekati wilayah Gaza, banyak dari mereka kemudian dicegat dan penumpangnya ditahan di perairan internasional atau dibawa ke Israel untuk proses deportasi. Intersepsi tersebut telah menimbulkan kontestasi hukum dan diplomatik, serta protes dari berbagai negara terhadap tindakan Israel.
Badan-badan kemanusiaan dan organisasi HAM telah mengecam operasi intersepsi tersebut sebagai pelanggaran terhadap hukum maritim internasional dan hak asasi manusia. Mereka menyatakan bahwa intersepsi bukan sekadar mencegah bantuan, melainkan bentuk intimidasi terhadap solidaritas global untuk Palestina.
Pemulangan para aktivis tersebut disambut haru di bandara. Beberapa di antaranya menyatakan rasa syukur atas keselamatan mereka kembali ke tanah air, sembari menyerukan solidaritas dunia terhadap penderitaan rakyat Gaza.
Pemerintah Turki menyatakan akan terus memantau situasi dan menegaskan komitmennya untuk melindungi warganya serta mendukung upaya kemanusiaan yang sah bagi rakyat Palestina. (Adang)