Jakarta, infoDKJ.com | Jumat, 10 Oktober 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah (Yansen)
Dalam kehidupan, tak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa izin Allah. Setiap kejadian — entah itu kehilangan harta, jabatan, atau rumah yang selama ini menjadi simbol kenyamanan — bukanlah kebetulan semata. Di balik setiap kehilangan, selalu tersimpan pelajaran yang ingin Allah tunjukkan kepada hamba-Nya.
Suatu hari, seorang petugas keamanan kampung menyaksikan rumah megah milik seorang warga yang mapan disita oleh bank. Rumah yang dulu ramai dan penuh tawa kini tampak sepi, dijaga aparat, dan perlahan kehilangan kehangatannya.
Dalam hatinya, ia bertanya, “Mengapa orang yang tampak berkecukupan bisa sampai kehilangan rumah?”
Ia merasa heran, sebab keluarga itu dikenal mampu; anak-anaknya bekerja, kehidupannya terlihat tenang. Namun, siapa sangka, rumah yang menjadi kebanggaan itu kini bukan lagi miliknya.
Peristiwa seperti ini seringkali mengingatkan kita bahwa harta, rumah, dan segala kenikmatan dunia hanyalah titipan Allah. Semua bisa diambil kapan saja oleh Sang Pemilik sejati.
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
(QS. Al-Anfal: 28)
Terkadang Allah mengambil kembali titipan-Nya bukan karena benci, melainkan karena kasih sayang. Ia ingin menyadarkan hamba-Nya dari kelalaian, kesombongan, atau sikap lupa diri terhadap sumber rezeki sejati. Mungkin tanpa disadari, rasa aman yang berlebihan terhadap harta telah membuat seseorang lupa bahwa semua berasal dari Allah, bukan semata hasil usaha.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak menzhalimi seorang pun, tetapi manusialah yang menzhalimi dirinya sendiri.”
(HR. Muslim)
Kehilangan rumah, jabatan, atau harta bisa jadi adalah teguran lembut dari Allah agar kita kembali kepada-Nya. Betapa sering manusia lalai saat diberi kesenangan, namun baru tersadar ketika diuji kehilangan. Maka, ujian bukanlah hukuman, melainkan bentuk kasih sayang agar hati kembali tunduk dan bersih.
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(QS. Asy-Syura: 30)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap musibah memiliki sebab, dan kadang sebab itu berasal dari diri sendiri. Namun kasih Allah begitu luas, hingga sebagian besar kesalahan kita masih Ia tutupi dan ampuni.
Karena itu, ketika melihat ujian menimpa orang lain, hendaknya kita tidak menghakimi, melainkan mengambil pelajaran. Bisa jadi suatu hari nanti, Allah ingin mengingatkan kita pula — dengan cara yang berbeda.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah timpakan kepadanya cobaan.”
(HR. Bukhari)
Maka ujian berupa kehilangan rumah, harta, atau jabatan bukanlah tanda keburukan, melainkan tanda cinta. Allah ingin membersihkan hamba-Nya dari ketergantungan pada dunia dan mengangkat derajatnya melalui kesabaran.
Penutup: Titipan yang Harus Dijaga
Hidup yang mapan bukan jaminan selamat dari ujian. Justru kadang di puncak kemapanan, Allah menguji dengan kehilangan agar manusia sadar siapa Pemilik sejati dari semua yang ia miliki.
Maka ketika menyaksikan peristiwa miris seperti rumah disita, ucapkanlah dengan penuh kesadaran:
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
Sesungguhnya, semua milik Allah, dan kepada-Nya-lah kita akan kembali.
“Tidak ada satu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.”
(QS. At-Taghabun: 11)