Dipersembahkan untuk anak-anak yang ada di dunia ini
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak bernama Rafi, yang sejak kecil dibesarkan hanya oleh ibunya. Ayahnya telah tiada sejak Rafi berusia dua tahun, dan sejak saat itu sang ibu menjadi segalanya — ayah, ibu, sekaligus sahabat hidup.
Setiap pagi, ibunya berjalan jauh ke pasar membawa kue buatan sendiri. Tangan yang dulu halus kini penuh bekas luka dan kapalan karena panas wajan dan tajamnya pisau dapur. Namun, tak pernah sekali pun ia mengeluh. Yang ada hanyalah senyum, setiap kali melihat Rafi bisa berangkat sekolah dengan perut kenyang dan seragam bersih.
Rafi tumbuh menjadi remaja cerdas, namun seiring waktu, rasa malu mulai tumbuh di hatinya. Ia mulai merasa rendah diri saat teman-temannya datang ke sekolah diantar mobil, sementara ia berjalan kaki ditemani ibu yang membawa dagangan. Suatu hari, ia berucap dengan nada tinggi,
“Bu, mulai besok jangan antar Rafi ke sekolah lagi. Malu dilihat teman-teman!”
Ibunya hanya terdiam. Senyum yang biasanya menghiasi wajahnya perlahan memudar, namun ia tidak berkata apa pun. Keesokan harinya, ia tetap bangun pagi, menyiapkan sarapan, lalu menatap Rafi dari kejauhan saat anaknya berjalan sendiri ke sekolah.
Waktu pun berlalu. Rafi berhasil kuliah di kota besar berkat kerja keras dan pengorbanan ibunya yang tak kenal lelah. Ia jarang pulang, jarang menelepon, dan semakin tenggelam dalam kesibukan. Sampai suatu hari, ia menerima kabar bahwa ibunya jatuh sakit.
Dengan tergesa, Rafi pulang. Di ranjang sederhana, ibunya tampak lemah namun masih tersenyum saat melihat putra tunggalnya.
“Rafi, ibu senang kamu sudah jadi orang sukses,” katanya pelan. “Maaf kalau dulu ibu sering merepotkan.”
Rafi terdiam. Air matanya jatuh satu per satu. Tangannya menggenggam tangan ibunya yang kini dingin dan keriput. Dalam hatinya, terbit penyesalan yang dalam. Ia baru benar-benar mengerti: kasih ibu tidak pernah menagih, tidak pernah meminta, hanya memberi tanpa pamrih.
Beberapa hari kemudian, ibunya berpulang ke hadirat Allah. Di samping pusaranya, Rafi berjanji akan selalu berbuat baik dan mendoakan wanita yang telah mengorbankan segalanya untuknya. Ia kini sadar, di balik setiap keberhasilannya, ada doa seorang ibu yang tak pernah putus, ada air mata yang tak pernah terlihat, dan ada cinta yang tidak pernah pudar — bahkan setelah kepergian.
🌸 Pesan Moral:
Kemuliaan seorang ibu tidak terletak pada kata-kata indah atau hadiah yang kita berikan, tetapi pada ketulusan hati anak dalam menghormati, menyayangi, dan mendoakannya.
Karena sejatinya, surga berada di bawah telapak kaki ibu — dan ridha Allah bergantung pada ridha seorang ibu.
