Jakarta, infoDKJ.com | Rabu, 8 Oktober 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah (Yansen)
Dalam perjalanan hidup, banyak pemuda menghadapi dilema besar ketika berbicara tentang pernikahan. Ada yang terhalang oleh faktor ekonomi, ada pula yang masih dibayangi trauma kegagalan masa lalu. Salah satunya adalah seorang pemuda yang telah melewati usia 30 tahun namun masih sendiri. Ia pernah gagal dua kali dalam proses ta’aruf, hingga timbul rasa ragu untuk kembali melangkah menuju pernikahan.
Keraguan itu semakin kuat karena kondisi ekonominya yang belum stabil. Ia takut tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin kepada calon istri serta keluarganya kelak. Secara logika manusia, kekhawatiran itu memang masuk akal — jika tidak memiliki pekerjaan tetap, bagaimana bisa menafkahi? Namun, di sinilah letak ujian keimanan.
Janji Allah tentang Rezeki bagi yang Menikah
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya), Maha Mengetahui.”
(QS. An-Nur: 32)
Ayat ini menegaskan bahwa kemiskinan bukanlah penghalang untuk menikah. Justru melalui pernikahan, Allah menjanjikan pertolongan dan kelapangan rezeki. Keyakinan terhadap janji Allah harus lebih kuat daripada hitungan logika manusia.
Hadits tentang Jaminan Pertolongan Allah
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan Allah: orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin menebus dirinya agar merdeka, dan orang yang menikah karena ingin menjaga kehormatan dirinya.”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An-Nasa’i)
Hadits ini menjadi penguat bahwa Allah memberikan jaminan pertolongan bagi pemuda yang menikah dengan niat menjaga kehormatan diri. Dengan demikian, kekhawatiran tentang rezeki seharusnya tidak menjadi alasan untuk menunda langkah mulia ini.
Menikah adalah Sebagian dari Rezeki
Banyak yang berpikir bahwa rezeki harus terkumpul terlebih dahulu baru menikah. Padahal, menikah itu sendiri adalah bagian dari rezeki. Melalui pasangan, Allah membuka pintu-pintu keberkahan dan ketenangan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi perisai baginya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Pernikahan bukan hanya ibadah, tetapi juga jalan keluar dari berbagai kerisauan hidup — termasuk dalam urusan ekonomi.
Penutup: Mantapkan Keyakinan, Bukan Keraguan
Bagi para pemuda yang masih ragu karena faktor ekonomi, hendaknya menumbuhkan keyakinan penuh kepada Allah ﷻ. Sebab, yang memberi rezeki bukanlah pekerjaan atau gaji, melainkan Allah semata.
Pernikahan yang diniatkan karena Allah akan menjadi pintu datangnya pertolongan dan keberkahan. Jangan biarkan trauma masa lalu atau ketakutan terhadap masa depan menghalangi langkah menuju kebaikan.
Menikahlah dengan keyakinan, bukan dengan keraguan — karena pernikahan sejatinya bukan soal perhitungan logika, tetapi tentang keimanan dan kepercayaan pada janji Allah.
