Jakarta, infoDKJ.com | Kamis, 30 Oktober 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui perbedaan dalam cara beribadah. Ada yang terbiasa mengikuti acara Maulid Nabi, ada pula yang memilih untuk tidak melaksanakannya karena perbedaan pandangan. Hal ini bukanlah hal baru, sebab sejak dahulu umat Islam memang memiliki ragam mazhab dan cara memahami dalil agama.
Pelajaran dari Kisah Dua Sahabat
Kisah sederhana antara dua sahabat, sebut saja A dan U, memberi pelajaran berharga tentang sikap dewasa dalam beragama.
Suatu hari, A mengajak sahabatnya untuk menghadiri acara Maulid Nabi di musholla. Namun, U menolak dengan alasan bahwa menurut pemahamannya, kegiatan tersebut tidak perlu dilakukan. Mendengar jawaban itu, A tidak marah atau berdebat. Ia memilih diam, menahan diri, dan berusaha memahami alasan sahabatnya. Belakangan, A mengetahui bahwa U berpindah pandangan sesuai dengan mazhab yang kini diyakininya.
Sikap A mencerminkan kedewasaan iman. Ia tidak mempermasalahkan perbedaan itu, karena ia sadar bahwa setiap orang memiliki hak untuk beribadah sesuai keyakinannya. Baginya, yang terpenting bukan menang dalam perdebatan, melainkan tetap menjaga ukhuwah dan saling menghormati.
1. Perbedaan adalah Sunnatullah
Allah ï·» telah menegaskan bahwa perbedaan di antara manusia adalah hal yang wajar dan merupakan ketetapan-Nya.
“Dan sekiranya Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.”
(QS. Hud: 118–119)
Ayat ini mengingatkan bahwa perbedaan pandangan merupakan bagian dari sunnatullah. Yang paling penting adalah bagaimana kita menyikapi perbedaan itu dengan saling menghormati dan tidak menimbulkan permusuhan.
2. Larangan Merendahkan Sesama
Rasulullah ï·º menegaskan pentingnya menjaga kehormatan sesama muslim dan tidak saling merendahkan.
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh menghinanya, dan tidak boleh merendahkannya. Takwa itu letaknya di sini (beliau menunjuk ke dadanya). Cukuplah seseorang dianggap berbuat keburukan jika ia merendahkan saudaranya sesama muslim.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa menjaga persaudaraan lebih utama daripada memperpanjang perdebatan dalam hal yang sifatnya khilafiyah (perbedaan pendapat).
3. Kewajiban Menjaga Ukhuwah Islamiyah
Islam menempatkan persaudaraan (ukhuwah) sebagai pilar penting dalam kehidupan umat.
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
(QS. Al-Hujurat: 10)
Ayat ini menegaskan bahwa dasar persaudaraan adalah iman, bukan kesamaan mazhab. Maka, perbedaan dalam fiqh atau tradisi ibadah tidak boleh menjadi alasan untuk memutus tali persaudaraan.
4. Menghormati Hak dalam Beribadah
Orang bijak memahami bahwa perbedaan mazhab bukanlah sumber perpecahan, melainkan kekayaan dalam khazanah Islam. Setiap muslim berhak menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan dan pemahamannya. Tidak perlu saling menyalahkan, karena pada akhirnya setiap amal akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
“Dan setiap orang memperoleh derajat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Al-An‘am: 132)
Kesimpulan
Dari kisah dua sahabat tadi, kita belajar bahwa toleransi dalam perbedaan adalah wujud kedewasaan beragama. Perbedaan mazhab bukan alasan untuk berpecah-belah, melainkan kesempatan untuk saling memahami dan memperkaya wawasan keislaman.
Mari jadikan perbedaan sebagai rahmat, bukan sumber perpecahan. Karena pada akhirnya, yang menyelamatkan manusia bukan banyaknya perdebatan, melainkan ketakwaan dan amal shalih yang diterima oleh Allah ï·».
“Perbedaan bukan untuk saling meniadakan, tetapi untuk saling melengkapi dalam kebaikan.” 🌙
