Jakarta, infoDKJ.com | Ada langkah baru yang sedang ditempuh Jakarta. Bukan sekadar membangun gedung tinggi atau memperpanjang jalan, tetapi membangun rasa keadilan. Kota ini ingin memastikan bahwa setiap orang, apa pun latar belakangnya, bisa menikmati manfaat pembangunan secara nyata.
Di Balai Kota, sebuah kebijakan yang dianggap sederhana tapi bermakna besar siap diterapkan: transportasi publik gratis bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp 6,2 juta.
Kebijakan ini bukan sekadar angka dan rumus fiskal — tetapi simbol keberpihakan. Jakarta ingin memastikan bahwa yang disubsidi adalah mereka yang benar-benar membutuhkan.
Keadilan sosial bagi Jakarta bukan hanya jargon politik. Ia adalah arah pembangunan. Seperti yang pernah ditegaskan filsuf John Rawls: keadilan adalah kebajikan tertinggi dari sebuah institusi sosial.
Dan itulah yang kini sedang diwujudkan Jakarta.
Transportasi: Dari Modernisasi ke Kesetaraan
Jakarta terus memperluas jaringan mobilitasnya — MRT yang menembus selatan ke utara, LRT yang menghubungkan pinggiran ke pusat kota, serta Transjabodetabek yang menyatukan wilayah penyangga.
Rel, halte, dan koridor bukan lagi semata proyek infrastruktur, melainkan jembatan menuju kesetaraan.
Negara hadir bukan hanya bagi pemilik mobil, tetapi bagi warga yang setiap hari menunggu bus di bawah matahari terik.
Kesehatan: Tidak Ada Warga yang Boleh Tertinggal
Dengan fiskal yang lebih terbatas tahun depan, Jakarta tetap memilih prioritas utama: manusia.
Pemerintah Provinsi tetap menanggung lebih dari Rp 1,3 triliun untuk premi BPJS Kesehatan warga.
Harapannya jelas: tidak ada warga yang ditolak rumah sakit hanya karena tidak mampu membayar.
Pendidikan: Jalan Mengangkat Martabat
Keadilan sosial juga menyala di ruang-ruang kelas. Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dengan anggaran Rp 3,5 triliun memastikan bahwa anak-anak dari keluarga sederhana tidak kehilangan masa depan.
Jakarta bahkan menyiapkan generasi terbaiknya untuk belajar ke luar negeri melalui seleksi yang transparan, agar mereka kembali membawa ilmu dan membangun kota ini dengan perspektif global.
Seperti kata Amartya Sen, pembangunan adalah perluasan kemampuan manusia untuk memilih hidup yang ia nilai berharga.
Bantuan Sosial: Bukan Akhir, Tapi Jembatan ke Kemandirian
Subsidi harus tepat sasaran. Gubernur Pramono menegaskan bahwa memberi bantuan tanpa arah adalah bentuk pengkhianatan terhadap uang rakyat.
Bantuan sosial ada untuk menolong, bukan memanjakan — agar warga bisa bangkit, bukan bergantung.
Membangun Martabat, Menjaga Harapan
Keadilan sosial bukan hanya pembagian sumber daya, tetapi pengakuan bahwa setiap warga — dari pedagang pasar, pekerja harian, mahasiswa, sampai pejabat — memiliki martabat yang sama.
Dan martabat itu harus dihormati.
Jakarta memang masih menghadapi kemacetan, kesenjangan, dan kebisingan. Namun di tengah hiruk-pikuk itu, ada semangat yang terus menyala:
hasrat untuk menjadi kota yang adil bagi semua.
Ketidakadilan di satu sudut kota bukan lagi dianggap “bukan urusan saya”, melainkan ancaman bagi kemanusiaan bersama.
Karena Jakarta yang adil bukan sekadar kota yang besar, tetapi kota yang punya hati. (Red)


