Jakarta, infoDKJ.com | Kamis, 20 November 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Dalam keseharian, kita sering mendengar perbincangan tentang musik—apakah ia halal atau haram. Namun, ada renungan yang lebih dalam: musik yang benar-benar berbahaya bukan sekadar soal bunyinya, tetapi dampaknya pada hati manusia.
Bayangkan suara sendok beradu dengan piring di rumah orang kaya. Bagi pemiliknya, itu hanyalah tanda hidangan lezat tengah dinikmati. Tetapi bagi tetangga yang fakir dan kelaparan, suara itu terasa seperti luka—pengingat bahwa perutnya kosong sementara saudaranya hidup berkecukupan tanpa peduli.
Di sinilah letak “musik yang diharamkan”: bukan alat musiknya, tetapi ketidakpekaan hati terhadap penderitaan sesama.
Al-Qur’an Mengecam Sikap Acuh Tak Acuh terhadap yang Lapar
Allah SWT berfirman:
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (١١) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ (١٢) فَكُّ رَقَبَةٍ (١٣) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ (١٤) يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ (١٥) أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ (١٦)
“Maka tidakkah ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) memerdekakan budak, atau memberi makan pada hari kelaparan, kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir.”
(QS. Al-Balad: 11–16)
Ayat ini menegaskan bahwa memberi makan orang yang lapar adalah jalan keselamatan, sementara mengabaikannya adalah bentuk kelalaian yang dapat membawa kebinasaan.
Hadits tentang Kepekaan Sosial
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ
“Bukanlah seorang mukmin orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 112; disahihkan Al-Albani)
Hadits ini menegaskan bahwa iman tidak hanya diukur dari ibadah ritual, tetapi dari kepedulian sosial. Kenyang sendiri tanpa peduli keadaan tetangga adalah tanda lemahnya iman.
Bahaya Kenikmatan yang Tidak Disyukuri
Nikmat yang tidak disertai syukur dan kepedulian bisa berubah menjadi saksi penyesalan. Bahkan, suara pesta makan tanpa empati dapat menjadi “musik” yang menusuk hati orang yang lapar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ... أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا
“Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah ketika engkau membahagiakan seorang muslim… atau engkau menghilangkan rasa laparnya.”
(HR. Thabrani, hasan)
Di sisi Allah, satu piring makanan yang dibagikan bisa lebih mulia daripada hidangan mewah yang hanya dinikmati sendiri.
Penutup
Musik yang paling menyakitkan bukanlah alunan seruling atau gitar, tetapi suara kenyang di tengah laparnya saudara seiman. Seorang muslim sejati tidak hanya memikirkan dirinya, tetapi memastikan bahwa tetangganya tidak tidur dalam keadaan lapar.
Mari jadikan nikmat yang Allah titipkan sebagai sarana berbagi, bukan ajang pamer. Karena, mungkin saja sepotong roti yang dibagi lebih bernilai di sisi Allah daripada seribu hidangan yang dihabiskan tanpa kepedulian.


