Jakarta, infoDKJ.com | Hampir setahun berlalu sejak Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Pijar melaporkan dugaan korupsi pengadaan lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di Jalan Irigasi, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Namun, hingga kini, laporan yang masuk ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati DKJ) itu diduga belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan.
Laporan yang dilayangkan pada 19 November 2024 itu menyoroti dugaan pembelian lahan milik Pemprov oleh Pemprov sendiri—sebuah ironi administrasi yang diduga melibatkan empat orang terlapor dari internal pemerintahan. Nilai transaksi dan mekanisme pengadaan disebut-sebut menyimpan kejanggalan sejak awal, terutama dalam aspek penetapan status lahan dan proses pembayaran.
Namun, setelah hampir dua belas bulan berlalu, tidak ada keterangan resmi dari pihak kejaksaan. Baik Kepala Kejati DKJ Patris Yusrian Jaya maupun Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Haryoko Ari Prabowo enggan menanggapi konfirmasi awak media.
Pesan WhatsApp yang dikirim pada Senin (3/11/2025) kepada keduanya pun hanya berstatus terbaca tanpa balasan.
Padahal, laporan ini menyangkut pengelolaan aset daerah dan dugaan penyalahgunaan anggaran publik dalam proyek yang seharusnya transparan.
“Sudah hampir satu tahun kami menunggu kejelasan. Tidak ada kabar, tidak ada perkembangan. Kami khawatir laporan ini sengaja diendapkan,” ujar salah satu perwakilan YLBH Pijar kepada media, menegaskan kekecewaannya terhadap kinerja Kejati DKI.
Sumber internal lembaga hukum tersebut menyebut, indikasi korupsi muncul dari praktik mark-up nilai tanah dan manipulasi data kepemilikan, di mana lahan yang sejatinya telah tercatat sebagai aset pemerintah justru kembali dibeli melalui mekanisme anggaran pengadaan baru.
Kasus ini menambah panjang daftar dugaan penyimpangan dalam pengadaan aset daerah di ibu kota.
Namun, hingga kini Kejati DKI belum mengumumkan status penyelidikan maupun pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang dilaporkan.
Ketiadaan progres ini menimbulkan tanda tanya publik:
Apakah laporan tersebut benar-benar diproses, atau terhenti di meja birokrasi?
Di tengah ketertutupan aparat, sejumlah pengamat hukum menilai perlu ada intervensi lembaga penegak hukum lain, seperti Kejaksaan Agung atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar kasus ini tidak berakhir senyap.
Hingga berita ini diterbitkan, Kajati DKI Patris Yusrian Jaya dan Aspidsus Haryoko Ari Prabowo belum memberikan klarifikasi resmi atas dugaan yang mengemuka.
Sementara publik terus menanti transparansi — bukan sekadar janji penegakan hukum yang berhenti di ruang sunyi.
(Kiem/Acym)
