Jakarta, infoDKJ.com | Dialog Interaktif Nasional bertajuk “Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo dan Masa Depan Demokrasi Jurnalis” digelar di TJIKKO.KOFFEE, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025). Kegiatan ini menjadi ruang diskusi kritis bagi insan pers, aktivis, dan praktisi dalam menilai kondisi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Ketua Umum IPJI (Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia), Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya menjaga independensi pers sebagai pilar utama demokrasi.
“Pers harus tetap berdiri independen, kritis, dan berpihak pada kepentingan publik. Tanpa pers yang kuat, demokrasi akan kehilangan arah kontrolnya,” ujar Kun Wardana.
Dialog menghadirkan Bambang Harymurti (wartawan senior), Uchok Sky Khadafi (Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis/CBA), M. Helmi Romdhoni (wartawan investigator), serta Anto Suroto, Ketua Umum Aliansi Perdagangan dan Industri Kreatif Indonesia (APIKI). Diskusi dipandu oleh Herlina Butar-Butar, Pimpinan Perusahaan Media Otoritas.
Dalam pemaparannya, Bambang Harymurti menyoroti paradoks dunia pers Indonesia yang ditandai oleh jumlah media yang sangat besar namun minim verifikasi.
“Berdasarkan data yang saya kutip dari Freedom House, jumlah media di Indonesia mencapai sekitar 48.000 media. Namun yang terverifikasi Dewan Pers hanya sekitar 1.800 media, dengan media digital terverifikasi sekitar 1.100. Artinya, lebih dari 45 ribu media berada di luar sistem verifikasi,” ungkap Bambang.
Ia menegaskan bahwa jurnalisme adalah profesi terbuka yang tidak mensyaratkan pendidikan khusus, namun tetap menuntut kepatuhan terhadap etika.
“Jurnalis itu profesi terbuka, berbeda dengan dokter atau pengacara. Tapi konsekuensinya jelas, kalau tidak tunduk pada kode etik jurnalistik, maka perlindungan Undang-Undang Pers juga tidak bisa diberikan secara penuh,” katanya.
Terkait satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Bambang menyampaikan bahwa penurunan indikator kebebasan pers telah terjadi sebelum Prabowo menjabat.
“Ketika Presiden Prabowo dilantik Oktober lalu, indikator kebebasan pers kita memang sudah menurun. Baik indeks nasional maupun internasional, tren ini sudah berlangsung tiga sampai empat tahun terakhir,” jelasnya.
Ia menambahkan, menurut Reporters Without Borders, peringkat kebebasan pers Indonesia berada di posisi 127, turun dari sebelumnya 111, dengan penilaian dilakukan pada periode sebelum pemerintahan Prabowo berjalan penuh.
Sementara itu, M. Helmi Romdhoni, wartawan investigator, menyoroti tantangan nyata yang dihadapi jurnalis di lapangan, khususnya dalam kerja-kerja investigatif.
“Tekanan terhadap jurnalis sekarang tidak hanya datang dari aspek hukum, tetapi juga ekonomi dan keamanan. Banyak jurnalis investigasi menghadapi ancaman, kriminalisasi, hingga tekanan nonformal yang membuat ruang kerja pers semakin sempit,” ujar Helmi.
Ia menilai perlindungan terhadap jurnalis masih perlu diperkuat, terutama dalam konteks penegakan Undang-Undang Pers dan komitmen aparat penegak hukum.
Dalam sesi motivasi, Anto Suroto, Ketua Umum Aliansi Perdagangan dan Industri Kreatif Indonesia (APIKI), menekankan pentingnya kepemimpinan organisasi yang berintegritas.
“Pemimpin organisasi dan anggotanya harus memahami hak dan tanggung jawab masing-masing. Kebebasan harus berjalan seiring dengan etika dan tanggung jawab moral,” tegasnya.
Sementara itu, Uchok Sky Khadafi menyoroti pentingnya peran media dalam mengawal transparansi anggaran dan kebijakan publik agar kekuasaan tetap berada dalam kontrol masyarakat.
Ketua Panitia Heri Soelaiman menyampaikan bahwa dialog ini diharapkan menjadi ruang refleksi dan konsolidasi bagi insan pers dan masyarakat sipil.
“Kegiatan ini kami rancang sebagai ruang diskusi terbuka untuk menjaga demokrasi tetap sehat melalui pers yang independen, kritis, dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Dialog Interaktif Nasional ini menghasilkan sejumlah catatan dan rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemangku kepentingan terkait sebagai bagian dari upaya memperkuat kebebasan pers dan perlindungan jurnalis di Indonesia. (red)


