Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 21 Desember 2025
Seni Menghadirkan Ketenteraman dalam Rumah Tangga
Rumah tangga sejatinya adalah tempat seseorang kembali setelah letih menghadapi kerasnya kehidupan. Suami pulang membawa beban pekerjaan, istri memikul lelahnya mengurus rumah, anak, dan berbagai urusan domestik. Namun tak jarang, rumah yang seharusnya menjadi tempat berlabuh justru berubah menjadi sumber tekanan baru.
Padahal, Allah ﷻ menciptakan pernikahan sebagai ruang ketenteraman, bukan medan pertarungan emosi.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian pasangan dari jenis kalian sendiri agar kalian mendapatkan ketenangan pada mereka.”
(QS. Ar-Rum: 21)
Ayat ini menegaskan bahwa misi utama pernikahan bukan sekadar hidup bersama, tetapi saling menghadirkan ketenangan. Ketika suami pulang dengan tubuh dan pikiran yang lelah, istri menjadi peneduh. Saat istri kehabisan energi karena rutinitas rumah tangga, suami menjadi penguat. Bukan saling menambah beban, melainkan saling menguatkan.
Suami dan Istri: Dua Jiwa yang Saling Mengisi
Islam menempatkan hubungan suami-istri sebagai relasi saling menjaga dan melindungi, bukan saling menekan. Allah ﷻ berfirman:
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.”
(QS. Al-Baqarah: 187)
Pakaian berfungsi menutup aib, melindungi, menghangatkan, dan memperindah — bukan melukai atau menambah beban. Begitulah seharusnya hubungan suami dan istri.
Tidak jarang, suami pulang dengan tekanan luar biasa, berharap menemukan ketenangan di rumah, namun justru disambut dengan kritik dan kemarahan. Sebaliknya, istri menghabiskan energi seharian mengurus rumah dan anak, tetapi suami pulang tanpa empati, bahkan menambah beban emosinya.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.”
(HR. Tirmidzi)
Ukuran kebaikan seseorang, menurut Nabi ﷺ, bukan pada jabatan, harta, atau kecerdasan, melainkan pada sikapnya kepada pasangan dan keluarganya.
Saling Menguatkan: Kunci Keharmonisan Rumah Tangga
Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik dalam membangun rumah tangga penuh ketenangan. Beliau menghargai perasaan istri, membantu pekerjaan rumah, dan tidak pernah menambah beban keluarga. Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya tentang akhlak Nabi ﷺ menjawab:
“Beliau selalu membantu pekerjaan rumah.”
(HR. Bukhari)
Membantu pasangan bukan tanda kelemahan, tetapi cermin kemuliaan akhlak.
Dalam hadits lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling baik akhlaknya adalah yang paling baik kepada istrinya.”
(HR. Tirmidzi)
Artinya, kualitas iman seseorang tercermin paling jujur dari sikapnya di dalam rumah.
Mengubah Rumah Menjadi Tempat Pulang, Bukan Tempat Beban
Agar rumah tangga tetap hangat dan menenangkan, Islam mengajarkan beberapa sikap penting:
1. Saling memahami kondisi
Suami memahami lelahnya istri.
Istri memahami beratnya beban suami.
2. Berkomunikasi dengan kelembutan
Allah ﷻ berfirman:
“Berkatalah kepada manusia dengan kata-kata yang baik.”
(QS. Al-Baqarah: 83)
Terlebih kepada pasangan hidup yang berbagi atap dan waktu.
3. Menahan emosi
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
4. Saling membantu
Dalam rumah tangga tidak ada pekerjaan “milik suami” atau “milik istri” semata. Yang ada adalah kerja sama dan kepedulian.
Penutup
Jangan saling menambah beban, karena dunia di luar rumah sudah cukup melelahkan.
Jadilah penenang bagi pasanganmu. Jadilah tempat pulang yang membuat lelah terasa reda.
Sebab rumah yang diberkahi Allah adalah rumah yang dipenuhi kesabaran, pengertian, kelembutan, dan saling menenangkan, sebagaimana firman-Nya:
“…Dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang.”
(QS. Ar-Rum: 21)
Semoga Allah ﷻ menjadikan rumah tangga kita dipenuhi sakinah, mawaddah, dan rahmah. Aamiin.


