Jakarta, infoDKJ.com | Kamis, 01 Januari 2026
Oleh: Ramdani
Ada malam-malam yang lewat begitu saja. Tapi ada juga malam yang menyentak hati: malam pergantian tahun.
Bukan karena kembang api, bukan karena hitung mundur.
Melainkan karena ada satu hal yang sering kita lupa:
Setiap tahun yang berganti, usia kita bertambah… tapi jatah hidup kita berkurang.
Kita mengucapkan “Selamat Tahun Baru,” tapi jarang bertanya:
- Apa yang sudah aku perbuat di tahun lalu?
- Apa yang harus aku ubah mulai hari ini?
- Apakah hidupku makin dekat kepada Allah atau justru makin jauh?
Tahun baru bukan sekadar angka. Ia adalah pengingat, bahwa waktu tidak pernah menunggu. Dan yang paling menyakitkan dari waktu adalah: ia mengurangi kesempatan kita diam-diam.
1) Analisis Masalah Utama: Mengapa Tahun Baru Harus Jadi Renungan?
Sebagian orang merayakan. Sebagian hanya lewat. Tapi orang yang sadar akan hidup, menjadikan pergantian tahun sebagai cermin.
Karena hidup itu seperti perjalanan:
Tidak ada yang bisa mundur ke kilometer awal.
Setiap langkah yang berlalu tidak bisa diulang.
Allah mengingatkan dengan sangat jelas:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian.”
(QS. Al-‘Ashr: 1–2)
Ayat ini bukan sekadar puitis. Ini adalah peringatan keras:
Jika waktu berlalu tanpa perbaikan diri, kita sedang rugi.
Kerugian itu tidak selalu terlihat hari ini.
Tapi kelak, ia akan nyata.
2) Asumsi Tersembunyi yang Sering Menipu Kita
Kita sering hidup dengan asumsi:
- “Masih ada tahun depan.”
- “Nanti kalau sudah siap.”
- “Kalau sudah tua aku berubah.”
- “Kalau sudah punya waktu aku taubat.”
Padahal tidak ada yang menjamin kita masih hidup sampai Ramadhan berikutnya, apalagi tahun berikutnya.
Rasulullah ï·º bersabda:
“Manfaatkan lima sebelum lima: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktumu sebelum sibukmu, mudamu sebelum tuamu, kayamu sebelum miskinmu.”
(HR. Al-Hakim)
Ini bukan sekadar motivasi. Ini adalah strategi hidup seorang mukmin:
waktu adalah amanah, bukan hiburan yang boleh dibuang.
3) Kaji Alternatif: Apakah Refleksi Itu Cukup?
Refleksi tanpa perubahan hanya akan jadi wacana.
Kita bisa menangis malam ini, tapi besok kembali menjadi versi lama.
Maka, yang dituntut bukan sekadar merenung.
Tapi muhasabah (evaluasi diri) yang melahirkan tindakan.
Al-Qur’an menegaskan:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.”
(QS. Al-Hasyr: 18)
“Memperhatikan” berarti mengukur, mengevaluasi, dan merencanakan.
Seorang beriman tidak hidup dengan “mengalir.”
Seorang beriman hidup dengan arah.
Apa yang Harus Kita Sadari dari Tahun yang Lalu?
Renungan itu bukan untuk membuat kita merasa hina.
Renungan itu untuk membuat kita sadar bahwa hidup ini singkat dan mahal.
Berikut beberapa pertanyaan penting yang perlu kita ajukan kepada diri sendiri:
1. Apa dosa yang masih aku pelihara?
Ada dosa yang kita sesali.
Tapi ada dosa yang kita rawat, karena nyaman.
Padahal Rasulullah ï·º bersabda:
“Setiap anak Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.”
(HR. Tirmidzi)
Taubat bukan untuk orang suci.
Taubat adalah kebutuhan orang yang sadar.
2. Apa kebaikan yang aku tunda?
Kadang kita menunda sedekah, menunda shalat tepat waktu, menunda meminta maaf, menunda membaca Al-Qur’an, menunda memperbaiki diri.
Padahal yang paling berbahaya bukan dosa besar, tapi kebaikan yang ditunda sampai kita kehabisan waktu.
3. Siapa yang telah aku sakiti?
Kadang kita merasa baik karena rajin ibadah.
Tapi kita lupa ada orang yang menangis karena ucapan kita.
Rasulullah ï·º bersabda:
“Seorang muslim adalah orang yang membuat muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Boleh jadi amal kita banyak, tapi rusak karena lisan.
Boleh jadi shalat kita kuat, tapi rapuh karena ego.
Apa yang Harus Dirubah untuk Menjadi Lebih Baik?
Jika ingin perubahan nyata, jangan buat target yang hanya indah di awal Januari.
Buat target yang berkelanjutan.
Rasulullah ï·º bersabda:
“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus-menerus walaupun sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Berikut “3 perubahan kecil yang dampaknya besar”:
A) Perbaiki hubungan dengan Allah
Mulai dari yang paling dasar:
- Shalat tepat waktu
- Perbanyak istighfar
- Membaca Al-Qur’an walau 5 menit sehari
- Doa sebelum tidur: minta Allah memperbaiki hati
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Perubahan tidak turun dari langit, ia lahir dari keputusan hati.
B) Perbaiki hubungan dengan manusia
Jika ada dendam, lepaskan.
Jika ada luka, minta maaf.
Jika ada kesombongan, runtuhkan.
Karena kesalehan bukan hanya di sajadah, tapi juga di sikap.
C) Perbaiki hubungan dengan waktu
Waktu adalah modal hidup.
Dan modal itu tidak kembali.
Buat aturan sederhana:
- Kurangi scroll yang tidak perlu
- Tambah ilmu meski sedikit
- Jadikan setiap hari ada amal baik
- Matikan kebiasaan yang membuat diri kalah terus
Rasulullah ï·º bersabda:
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”
(HR. Tirmidzi)
Kesimpulan Logis: Tahun Baru Itu Bukan Tentang Merayakan, Tapi Menyadari
Tahun baru mengajarkan satu pelajaran paling jujur:
kita makin dekat kepada kematian.
Tidak perlu takut pada kematian.
Yang perlu ditakuti adalah mati dalam keadaan tidak siap.
Seorang bijak pernah berkata:
Bukan panjang hidup yang membuat seseorang sukses, tetapi kualitas amalnya.
Allah berfirman:
“(Allah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya.”
(QS. Al-Mulk: 2)
Bukan yang paling sibuk.
Bukan yang paling terkenal.
Tapi yang paling baik amalnya.
Penutup (Menggugah)
Tahun lalu sudah menjadi sejarah.
Kita tidak bisa kembali memperbaikinya.
Tapi Allah masih memberi kita hari ini.
Dan hari ini bisa menjadi awal yang baru.
Jika tahun lalu kita banyak salah, tahun ini mari banyak kembali.
Jika tahun lalu kita terlalu mengejar dunia, tahun ini mari mengejar ridha Allah.
Jika tahun lalu kita jauh, tahun ini mari mendekat.
Karena satu hal pasti:
Waktu tidak akan berhenti menua… dan kematian tidak menunggu kita siap.
Maka mari menyambut tahun baru bukan dengan berlebihan,
tapi dengan doa, muhasabah, dan tekad menjadi manusia yang lebih baik.


