Bogor, infoDKJ.com | Perkumpulan Kedokteran Militer (PERDOKMIL) mendorong pemerintah agar segera menetapkan regulasi yang lebih kuat untuk mengurangi angka kematian akibat henti jantung mendadak di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PERDOKMIL, Mayjen TNI Purn. Dr. dr. Prihati Pujowaskito, SpJP, dalam seminar bertajuk "Cardiovascular Emergency: Balancing Evidence-Based and Patient-Centered Care". Seminar ini merupakan bagian dari kegiatan Pertemuan Ilmiah Fasilitas Kesehatan Indonesia (PIFKI) III dan Musyawarah Nasional (MUNAS) I LAFKI dalam rangka HUT ke-5 LAFKI, yang digelar pada 12–15 Juni 2025 di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di bidang kesehatan, mulai dari tenaga medis, pengelola fasilitas kesehatan, hingga akademisi.
Tiga Rekomendasi Utama
Dalam paparannya, Dr. Pujo menyampaikan tiga rekomendasi utama sebagai strategi nasional penanggulangan henti jantung mendadak:
1. Penempatan AED di Area Publik
PERDOKMIL mengusulkan agar pemerintah mewajibkan pemasangan Automatic External Defibrillator (AED) di lokasi-lokasi publik berisiko tinggi seperti pusat perbelanjaan, stasiun, bandara, dan fasilitas kesehatan, termasuk klinik swasta.
Beberapa alasan pentingnya AED:
- Respons Kritis: Penanganan optimal dilakukan dalam 3–5 menit. Setiap menit keterlambatan menurunkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 7–10%.
- Mudah Digunakan: Dirancang agar dapat dioperasikan oleh masyarakat awam dengan panduan suara/visual.
- Efisiensi Pelayanan Medis: Membantu petugas kesehatan dalam merespons kondisi darurat dengan cepat.
Contoh Negara Lain:
- Jepang: Lebih dari 700.000 AED terpasang, dengan pelatihan CPR dan AED sebagai bagian dari kurikulum sekolah.
- AS: Program Public Access Defibrillation mewajibkan AED di lokasi umum strategis.
- Singapura: Melalui aplikasi myResponder, warga dapat diarahkan ke lokasi AED terdekat.
2. Pelatihan CPR di Sekolah
PERDOKMIL juga mengusulkan agar pelatihan Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dasar dijadikan bagian dari kurikulum sekolah.
Strategi Pendidikan:
- SD–SMP: Diajarkan teknik hand-only CPR melalui simulasi sederhana, diintegrasikan dengan pelajaran olahraga dan IPA.
- SMA/SMK: Dapat mengikuti pelatihan bersertifikat melalui kolaborasi dengan PMI, Basarnas, atau Dinas Kesehatan. Disertai simulasi realistis di sekolah.
Dukungan Sistemik:
- Surat edaran Kemendikbud/Kemenkes yang mewajibkan pelatihan CPR tahunan.
- Penyediaan manekin, poster panduan, serta pelatihan guru dan petugas UKS sebagai instruktur CPR.
Contoh Keberhasilan:
- Norwegia: 70% warga terlatih CPR, survival rate henti jantung mencapai 25%.
- Denmark: Pelatihan CPR wajib sebelum lulus sekolah menengah.
- Jepang: Edukasi CPR melalui anime dan permainan interaktif di sekolah dasar.
Target 5 Tahun: Minimal 50% masyarakat, khususnya generasi muda, mampu dan berani melakukan CPR dasar sehingga angka kematian akibat henti jantung di ruang publik dapat ditekan hingga 30%.
3. Pembentukan Unit Prehospital Care
Rekomendasi ketiga adalah pembentukan unit prehospital care yang terintegrasi di bawah Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten untuk mempercepat penanganan darurat kardiovaskular.
Struktur dan Mekanisme:
- Koordinator: Dinas Kesehatan.
- Anggota: Ambulans RS, 119, PMI, Basarnas, dan organisasi masyarakat kesehatan.
- Sistem Komando Terpadu: Pusat panggilan darurat (misalnya 119) akan mengoordinasikan tim terdekat dengan pelacakan GPS.
- Pelatihan: Semua personel wajib bersertifikat Basic Life Support (BLS) dan mampu mengoperasikan AED.
- Kolaborasi Lintas Layanan: Ambulan swasta/organisasi terdaftar di Dinkes dapat menerima subsidi dan insentif.
Inspirasi Global:
- Singapura: EMS merespons dalam waktu <8 menit, survival rate >20%.
- AS: Sistem 911 terintegrasi dengan layanan medis dan pemadam kebakaran.
- Thailand: EMS Bangkok menyatukan layanan RS dan relawan.
Dampak yang Diharapkan:
- Waktu respons ambulans berkurang dari rata-rata >15 menit menjadi <8 menit.
- Survival rate meningkat dari <5% menjadi >15% dalam 5 tahun.
- Biaya efisien dengan optimalisasi infrastruktur yang sudah ada.
Ketiga rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan nasional terkait penanganan kegawatdaruratan kardiovaskular. PERDOKMIL menegaskan bahwa penyelamatan nyawa akibat henti jantung mendadak tidak hanya menjadi tanggung jawab tenaga medis, tetapi perlu menjadi gerakan nasional yang melibatkan masyarakat luas.
Untuk informasi lebih lanjut, publik dapat menghubungi PERDOKMIL melalui:
Kontak Media
Admin PERDOKMIL: 0878-8610-9779
Email: perdokmil48@gmail.com
Website: www.perdokmil.or.id