Jakarta, infoDKJ.com | Rabu, 13 Agustus 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Dalam hidup, tidak semua orang akan menyukai kita. Tanpa sebab yang jelas, kita bisa menjadi sasaran fitnah, hinaan, atau bully dari orang di sekitar—bahkan tetangga sendiri. Inilah salah satu ujian yang sering datang tiba-tiba: ujian menahan amarah.
Kisah Anak dan Ayah
Suatu hari, seorang anak mengadu kepada ayahnya,
“Pak, keluarga kita dibully oleh tetangga. Difitnah ke sana kemari, seakan-akan kita tidak punya kebaikan sedikit pun di mata mereka.”
Dengan tenang, sang ayah menjawab,
“Biarkan saja, Nak.”
Anak itu merasa tak puas,
“Tapi Pak, saya jadi malu...”
Sang ayah kembali menenangkan,
“Biarkan orang berbuat keji kepada kita. Yang penting, kita jangan ikut-ikutan berbuat keji seperti mereka. Bersabarlah, Nak. Jangan marah dan jangan membalas. Cukuplah Allah yang tahu dan berhak membalas amal hamba-Nya.”
Jawaban bijak ini sejalan dengan pesan Rasulullah ï·º dalam hadits shahih:
“Jangan marah, maka bagimu surga.”
(La taghdhob walakal jannah – HR. Bukhari)
Hadits ini bukan sekadar nasihat, tetapi strategi hidup penuh hikmah. Mengendalikan amarah adalah kemenangan besar—sering kali lebih berat daripada memenangkan pertarungan fisik.
Amarah, Pintu Segala Kejahatan
Amarah yang dibiarkan lepas bisa membuka jalan bagi kejahatan lain: umpatan, dendam, bahkan kekerasan. Karena itu Allah memuji orang yang mampu mengendalikannya:
“…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Ali ‘Imran: 134)
Menahan amarah bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan spiritual. Orang yang mampu memaafkan dan bersabar justru lebih dicintai Allah.
Diam, Senjata Orang Beriman
Sikap sang ayah tadi adalah teladan bagi seorang mukmin: tidak semua keburukan perlu dibalas. Terkadang, diam adalah perlawanan terbaik. Rasulullah ï·º bersabda:
“Bukanlah orang kuat itu yang pandai bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Balasan dari Allah Lebih Adil
Sabar dan diam bukan berarti kalah. Itu adalah tanda tawakal kepada Allah. Orang yang difitnah dan disakiti lalu bersabar akan mendapat ganjaran besar:
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 153)
Dan Allah berjanji:
“Barang siapa berbuat baik seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya).”
(QS. Az-Zalzalah: 7)
Penutup: Kesabaran Melahirkan Kedamaian
Kisah anak dan ayah ini mengajarkan, ujian amarah bisa menjadi jalan menuju ketenangan dan surga. Marah adalah reaksi alami, tetapi menahan marah adalah pilihan sadar orang beriman.
Mari kita jadikan pesan Nabi ï·º sebagai pegangan hidup:
“Jangan marah, dan bagimu surga.”
Karena setiap kali kita menahan diri, kita sedang menabung pahala besar di sisi Allah.