Jakarta, infoDKJ.com | Sabtu, 6 September 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Pendahuluan
Rumah tangga adalah amanah besar yang dibangun di atas kasih sayang, penghormatan, dan tanggung jawab bersama. Allah ﷻ mengibaratkan hubungan suami-istri sebagai libās (pakaian) satu sama lain:
"Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka."
(QS. Al-Baqarah: 187)
Sebagaimana pakaian yang menutupi, melindungi, dan memperindah, demikian pula peran suami dan istri: saling menjaga, menguatkan, serta meringankan beban. Namun, dalam realitas modern masih banyak yang keliru memahami peran tersebut. Sebagian suami menjadikan istri hanya sebagai pekerja rumah tangga, bahkan seolah pembantu, padahal dalam Islam istri adalah mitra hidup yang dimuliakan.
Hak dan Kewajiban dalam Rumah Tangga
Islam menekankan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Rasulullah ﷺ mengajarkan agar kewajiban ditunaikan sebelum menuntut hak. Allah ﷻ berfirman:
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami memiliki kelebihan (kepemimpinan) atas mereka."
(QS. Al-Baqarah: 228)
Ayat ini menegaskan kesetaraan hak dan kewajiban, meski suami diberi tanggung jawab kepemimpinan (qiwāmah). Namun, kepemimpinan itu bukanlah ruang untuk berlaku sewenang-wenang.
Teladan Rasulullah ﷺ dalam Membantu Istri
Rasulullah ﷺ adalah pemimpin rumah tangga yang penuh kasih sayang. Beliau tidak segan membantu pekerjaan rumah. Anas bin Malik RA berkata:
"Rasulullah ﷺ biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah, dan apabila datang waktu shalat, beliau keluar untuk shalat."
(HR. Al-Bukhari)
Aisyah RA pun meriwayatkan:
"Beliau menjahit bajunya sendiri, memperbaiki sandalnya, dan melakukan pekerjaan rumah sebagaimana salah seorang dari kalian bekerja di rumahnya."
(HR. Ahmad)
Hadits-hadits ini menegaskan bahwa membantu pekerjaan rumah bukanlah sesuatu yang merendahkan martabat suami, melainkan akhlak mulia yang diteladankan Nabi ﷺ.
Kesalahan yang Sering Terjadi
Sayangnya, banyak rumah tangga masih terjebak pada kesalahpahaman, antara lain:
- Suami hanya menuntut hak tanpa melaksanakan kewajiban.
- Istri dibebani seluruh pekerjaan rumah tanpa bantuan.
- Hubungan menjadi renggang karena kurangnya empati dan kerjasama.
Padahal Rasulullah ﷺ menegaskan:
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku."
(HR. At-Tirmidzi)
Mewujudkan Rumah Tangga Penuh Rahmat
Islam mengajarkan prinsip Baitii Jannatii (Rumahku Surgaku). Rumah yang penuh rahmat dapat diwujudkan dengan:
- Suami-istri menunaikan kewajiban sebelum menuntut hak.
- Suami menjadi teladan, bukan hanya pemimpin.
- Saling tolong-menolong dan meringankan beban.
- Menghidupkan budaya komunikasi dan empati.
Jika nilai-nilai ini diterapkan, insyaAllah rumah tangga akan dipenuhi ketenangan (sakinah), kasih sayang (mawaddah), dan rahmat.
Allah ﷻ berfirman:
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang."
(QS. Ar-Rum: 21)
Kesimpulan
Menjadikan istri sebagai pembantu adalah bentuk ketidakadilan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Suami dan istri adalah mitra sejajar yang saling menguatkan. Meneladani Rasulullah ﷺ berarti siap membantu, mengasihi, dan memuliakan istri, bukan membebani.
Mari kita hidupkan sunnah Nabi ﷺ dalam rumah tangga, agar benar-benar menjadi surga kecil di dunia, sebelum meraih surga yang sesungguhnya di akhirat.