Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 14 September 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Dalam kehidupan, manusia sering kali berhadapan dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan. Salah satunya adalah kegagalan dalam suatu kontestasi atau seleksi. Misalnya, dalam penerimaan pegawai baru yang hanya membuka 10 formasi, sementara pendaftarnya mencapai ribuan orang. Setelah pengumuman, ada yang diterima dan ada pula yang gagal.
Bagi sebagian orang yang gagal, muncul rasa kecewa yang kemudian dilampiaskan dengan tuduhan miring: adanya kecurangan, permainan "orang dalam", atau ketidakadilan. Padahal, bagi seorang mukmin, segala sesuatu sudah diatur oleh Allah ﷻ. Tidak ada satu pun yang bergerak, bahkan sebesar atom, tanpa izin-Nya.
Takdir Allah adalah Ketetapan yang Sempurna
Allah ﷻ menegaskan dalam Al-Qur’an:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. At-Taghābun: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa kegagalan, penolakan, atau kekecewaan bukanlah sekadar hasil permainan manusia, melainkan bagian dari takdir Allah.
Nabi ﷺ juga bersabda:
“Ketahuilah, jika seluruh umat manusia berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu, mereka tidak akan bisa mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.”
(HR. Tirmidzi, no. 2516)
Hadis ini mengingatkan bahwa keterimaan atau kegagalan dalam seleksi apa pun, sesungguhnya sudah tertulis dalam takdir Allah.
Kekecewaan sebagai Cermin Introspeksi
Kegagalan sering kali membuat seseorang mencari kambing hitam. Padahal, lebih bijak jika seorang mukmin menjadikannya sebagai bahan introspeksi. Bisa jadi, Allah menutup satu jalan agar kita mencari jalan lain yang lebih baik bagi dunia dan akhirat kita.
Allah ﷻ berfirman:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat ini mengajarkan bahwa apa yang kita anggap kegagalan, bisa jadi merupakan jalan menuju keberhasilan lain yang lebih besar.
Belajar Ridha dan Sabar
Kunci menghadapi kekecewaan adalah ridha dan sabar.
- Ridha bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan menerima dengan lapang dada bahwa hasil akhir adalah milik Allah.
- Sabar adalah kemampuan menahan diri dari prasangka buruk, keluh kesah, dan tuduhan yang tidak berdasar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika mendapat kesenangan ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika mendapat kesusahan ia bersabar, maka itu baik baginya.”
(HR. Muslim, no. 2999)
Penutup
Setiap kegagalan dan kekecewaan adalah kesempatan untuk mendekat kepada Allah, bukan menjauh. Alih-alih menyalahkan keadaan atau orang lain, seorang mukmin seharusnya mengambil hikmah, melakukan introspeksi diri, serta memperbaiki niat dan usaha.
Karena rezeki, jabatan, dan kedudukan bukanlah hasil dari koneksi semata, melainkan murni takdir Allah ﷻ. Barangsiapa ridha dengan ketetapan-Nya, maka hatinya akan tenang dan hidupnya penuh keberkahan.