Jakarta, infoDKJ.com | Selasa, 28 Oktober 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Iblis dikenal sebagai makhluk yang memiliki pengetahuan luas. Sejak diciptakannya Nabi Adam ‘alaihissalam, iblis telah hadir dan menyaksikan bagaimana ayat-ayat Allah diturunkan, para nabi diutus, serta syariat Allah ditegakkan. Tidak diragukan, iblis memiliki ilmu yang sangat banyak tentang kisah-kisah terdahulu, bahkan lebih mengetahui sejarah para nabi dibanding manusia biasa.
Namun meskipun alim, iblis tidak pernah menjadi kekasih Allah. Ilmunya tidak membawanya pada ketundukan, melainkan melahirkan kesombongan. Allah berfirman:
“Aku lebih baik daripadanya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”
(QS. Al-A‘raf: 12)
Inilah pangkal kehancuran iblis: kesombongan (takabbur).
Ilmu Tidak Menjamin Ketaatan
Ilmu adalah cahaya, namun ia hanya bermanfaat jika disertai iman, ketundukan, dan akhlak mulia. Banyak orang berilmu, tetapi tidak otomatis menjadikannya dekat kepada Allah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah ï·º bersabda:
“Orang yang pertama kali akan diadili pada hari kiamat ada tiga: orang yang mati syahid, orang yang berilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an, dan orang yang bersedekah. Namun semuanya dilemparkan ke dalam neraka karena amalnya tidak ikhlas.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa ilmu tanpa ketulusan, amal tanpa keikhlasan, dan ibadah tanpa hati yang tunduk tidak akan membawa kepada keselamatan.
Bahaya Kesombongan
Kesombongan adalah penyakit hati yang membinasakan. Rasulullah ï·º bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar biji zarrah dari kesombongan.”
(HR. Muslim)
Iblis terlaknat bukan karena tidak tahu perintah Allah, tetapi karena kesombongan yang membuatnya menolak bersujud kepada Adam. Pengetahuan yang tinggi tidak akan bernilai jika diiringi keangkuhan.
Ilmu Sejati adalah yang Mengantarkan pada Takwa
Allah menegaskan bahwa ilmu yang sejati adalah ilmu yang menumbuhkan rasa takut kepada-Nya:
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah ulama.”
(QS. Fathir: 28)
Ilmu yang bermanfaat bukan sekadar banyak tahu atau hafal ayat dan hadits, tetapi melahirkan rasa takut (khasyah) kepada Allah. Itulah tanda ilmu yang membawa keberkahan.
Penutup
Dari kisah iblis kita belajar, bahwa memiliki ilmu setinggi langit sekalipun tidak menjamin keselamatan jika tidak diiringi dengan ketundukan, kerendahan hati, dan keikhlasan di hadapan Allah.
Semoga ilmu yang Allah titipkan kepada kita menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan membuat kita sombong. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang rendah hati, tunduk, dan selalu mengharap ridha-Nya.
