Jakarta, infoDKJ.com | Selasa, 21 Oktober 2025
Penulis: Ahmad Hariyansyah (Yansen)
Dalam Islam, membaca memiliki kedudukan yang sangat mulia. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ï·º dimulai dengan perintah “Iqra’” (Bacalah!). Namun, membaca dalam pandangan agama bukan sekadar melintasi rangkaian kata, melainkan menyerap makna dan mengamalkannya dalam kehidupan.
Allah ï·» berfirman:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memahaminya, adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal.”
(QS. Al-Jumu’ah: 5)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa pengetahuan tanpa penghayatan dan amal hanyalah beban. Banyak membaca tetapi tidak meresapi sama saja seperti gudang kata tanpa makna.
Rasulullah ï·º bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari)
Hadis ini menegaskan bahwa ilmu sejati adalah ilmu yang diamalkan dan dibagikan. Membaca tanpa merenungi makna ibarat menyalakan lampu, namun tidak pernah memandang cahayanya.
Maka, kualitas membaca tidak diukur dari seberapa banyak buku yang kita tamatkan, melainkan dari sejauh mana bacaan itu mengubah akhlak, menambah rasa takut kepada Allah, serta mendorong kita untuk berbuat kebaikan.
Sejatinya, membaca adalah jalan menuju transformasi diri. Satu ayat Al-Qur’an yang direnungi dan diamalkan jauh lebih berharga daripada seribu halaman yang hanya menjadi hiasan ingatan.
Marilah kita membaca dengan hati, bukan sekadar dengan mata.