Jakarta, infoDKJ.com | Rabu, 1 Oktober 2025
Oleh: Syukur Sudani Hulu, S.E., M.M. (Ketua Harian Garuda Keadilan Kab. Bekasi)
Kasus perundungan yang terjadi di SMKN 1 Cikarang Barat membuat sesak dada dan sulit dipercaya. Bagaimana tidak, selain karena para pelaku dan korban masih duduk di bangku sekolah, tempat kejadian juga berada di lingkungan sekolah. Dilaporkan, korban AAI mengalami patah rahang kiri hingga harus menjalani operasi. Miris sekali.
Berdasarkan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang 2023 terdapat ribuan kasus pelanggaran perlindungan anak, banyak di antaranya terkait perundungan. Kasus-kasus ini bagaikan bola salju yang terus bergulir dan membuat seluruh orang tua di Indonesia semakin khawatir.
Tiara Diah Sosialita, M.Psi., Psikolog, dosen Departemen Psikologi Universitas Airlangga, dalam sebuah seminar menjelaskan bahwa pelaku bullying biasanya memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Bagi mereka, perundungan menjadi sarana mencari perhatian orang lain. “Asumsi mereka, dengan mem-bully orang lain mereka akan merasa puas, lebih kuat, serta lebih dominan,” ungkapnya.
Dalam ajaran Islam, perundungan jelas dilarang keras. Allah SWT bahkan mengancam pelakunya dengan neraka. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 11, Allah menegaskan bahwa merendahkan orang lain adalah perbuatan zalim, dan setiap kezhaliman pasti berbuah azab pedih. Bahkan sekadar perundungan verbal pun tidak diperbolehkan. Maka, stop bullying!
Pencegahan Bullying Dimulai dari Keluarga
Ada hal penting yang diingatkan oleh dr. Aisyah Dahlan, pakar parenting keluarga. Beliau mengatakan:
“Solusi preventif bullying dapat dilakukan dengan membangun komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, serta memahami kondisi psikologis mereka—baik sebagai pelaku maupun korban. Intinya adalah menekankan peran keluarga dalam mendidik karakter anak sejak dini.”
Tentu saja, mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Hubungan harmonis antara orang tua dan anak akan melahirkan kestabilan emosi. Anak merasa aman untuk bercerita, berbagi pengalaman, bahkan meluapkan perasaan kepada ayah dan ibunya di rumah.
Ayah perlu meluangkan waktu, di sela kesibukan, untuk benar-benar hadir dalam keluarga. Ibu pun memegang peranan penting dengan berbagi cinta, perhatian, dan doa untuk anak-anaknya. Ingatlah, anak adalah cerminan dari bagaimana orang tuanya memperlakukan mereka. Seperti kertas putih, merekalah yang akan memberi warna dalam kehidupan anak-anak.
Ajakan untuk Orang Tua
Ayah dan Bunda, please...
- Dengarkan anak-anak kita.
- Bermainlah bersama mereka.
- Sediakan waktu untuk mendengar semua keluh-kesah mereka.
- Jangan terburu-buru menghakimi.
Peluklah mereka, cium keningnya, dan doakan kebaikan bagi masa depannya. Kelak, mereka akan meniru hal yang sama kepada anak-anak mereka. Jika budaya kasih sayang ini terus diwariskan, insyaAllah dalam beberapa tahun ke depan pendidikan Indonesia akan semakin cerah. Anak-anak akan tumbuh berprestasi, menjadi generasi shalih-shalihah, jauh dari perbuatan sia-sia.
Wallahu a’lam bishshawab.