Jakarta, infoDKJ.com | Minggu, 12 Oktober 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah (Yansen)
Dalam kehidupan modern yang kerap diwarnai perpecahan dan kebencian karena perbedaan keyakinan, kisah keteladanan Rasulullah ﷺ selalu menjadi oase penyejuk hati.
Seorang pencinta Nabi yang mendengar kisah ini dari gurunya merenung dalam-dalam — betapa lembut dan mulianya akhlak manusia pilihan Allah itu.
Kisah Keteladanan: Rasulullah Berdiri untuk Jenazah Seorang Yahudi
Dikisahkan, suatu hari Rasulullah ﷺ sedang duduk bersama para sahabat di serambi rumah salah seorang sahabat. Mereka tengah berbincang ringan, hingga tiba-tiba lewatlah rombongan orang yang mengusung jenazah.
Melihat hal itu, Rasulullah segera berdiri dan mengajak para sahabatnya untuk ikut berdiri.
Sebagian sahabat tampak heran, sebab mereka mengetahui bahwa jenazah tersebut adalah seorang Yahudi. Lalu salah seorang dari mereka bertanya,
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau berdiri? Bukankah itu jenazah orang Yahudi?”
Rasulullah ﷺ menjawab dengan tenang dan penuh kasih:
“Bukankah dia juga seorang manusia?”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jawaban singkat itu mengguncang hati para sahabat. Rasulullah tidak memandang jenazah itu dari perbedaan agama, melainkan dari sisi kemanusiaan.
Setiap manusia, siapapun dia, adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki kehormatan.
Akhlak yang Lahir dari Kedalaman Iman
Sikap Rasulullah ﷺ tersebut adalah wujud nyata dari rahmat Allah yang beliau bawa bagi seluruh makhluk.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya: 107)
Rahmat itu tidak terbatas hanya bagi umat Islam, tetapi meliputi seluruh makhluk hidup.
Rasulullah menghormati manusia tanpa memandang latar belakang, suku, atau agama — karena setiap jiwa adalah ciptaan Allah yang layak dihormati.
Dalam riwayat lain beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu lembut, dan mencintai kelembutan dalam segala urusan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Lembut bukan berarti lemah, tetapi tanda kekuatan iman yang mampu menundukkan ego.
Orang beriman sejati tidak mudah menghina atau membenci, karena ia melihat semua makhluk dengan pandangan kasih.
Islam dan Penghormatan Universal
Islam adalah agama keseimbangan: tegas dalam akidah, lembut dalam akhlak.
Rasulullah ﷺ tidak pernah berkompromi dalam urusan tauhid, namun dalam urusan kemanusiaan beliau mencontohkan penghormatan yang luar biasa.
Allah berfirman:
“Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam...”
(QS. Al-Isra’: 70)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap manusia — muslim maupun non-muslim — memiliki kemuliaan dasar sebagai ciptaan Allah.
Merendahkan manusia berarti menentang kemuliaan yang Allah sendiri tetapkan.
Pelajaran Bagi Kita
Kisah Rasulullah berdiri untuk jenazah seorang Yahudi bukan sekadar tentang adab, tetapi tentang cara pandang terhadap kehidupan.
Bahwa kemuliaan seseorang tidak diukur dari status, warna kulit, atau keyakinan, melainkan dari pengakuan bahwa semua makhluk adalah ciptaan Allah.
Seorang pencinta Nabi akan berusaha meneladani kelembutan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Ia tidak mudah menghakimi, tidak cepat membenci, dan selalu menghormati sesama manusia dengan penuh adab.
Penutup
Akhlak Rasulullah ﷺ adalah cermin kemuliaan wahyu.
Beliau mengajarkan bahwa menghormati manusia adalah bagian dari menghormati Sang Pencipta.
Semakin seseorang mengenal Allah, semakin lembut pula hatinya terhadap sesama makhluk.
“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Tirmidzi)
Semoga kita semua dapat meneladani akhlak mulia Rasulullah ﷺ — menumbuhkan cinta yang bukan hanya di bibir, tetapi terwujud dalam sikap yang memuliakan sesama manusia.