Jakarta Barat, infoDKJ.com | Semangat kolaborasi antara Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan koperasi rakyat tampaknya belum sepenuhnya berjalan mulus. Di Kelurahan Kalianyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, kerja sama antara BUMD Food Station Tjipinang Jaya dan Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) kini menghadapi ujian serius.
Padahal, kemitraan ini sejatinya digagas untuk memperkuat ekonomi warga dan menciptakan kemandirian pangan berbasis komunitas melalui nota kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani kedua pihak. Namun, di lapangan, dukungan Food Station justru menunjukkan tanda-tanda melemah.
“Dukungan dari pihak Food Station kini makin menurun. Perubahan sistem dari konsinyasi menjadi belanja putus membuat koperasi kesulitan menjalankan operasional,”
ujar Andi Nugroho, Sekretaris KKMP Kalianyar, kepada wartawan, Kamis (6/11/2025).
Dari Konsinyasi ke Belanja Putus: Pola yang Mengubah Arah Kemitraan
Sebelumnya, kerja sama antara Food Station dan KKMP menggunakan sistem konsinyasi, di mana koperasi diberi ruang untuk menjual produk yang dipasok BUMD tanpa harus membelinya terlebih dahulu. Skema ini relatif aman bagi koperasi karena risiko modal dan stok dapat ditekan.
Namun, belakangan pola tersebut mendadak diubah menjadi sistem belanja putus, di mana koperasi wajib membeli barang terlebih dahulu sebelum dijual kembali.
Kebijakan ini, menurut Andi, mengubah keseimbangan relasi ekonomi antara koperasi dan BUMD.
“Koperasi kami masih baru dan bermodal terbatas. Dengan sistem baru ini, arus kas tersendat dan aktivitas harian menjadi terganggu,” tegas Andi.
Dampak Langsung: Kegiatan Ekonomi Warga Terhambat
Perubahan sistem kerja sama ini langsung dirasakan oleh warga binaan KKMP Kalianyar.
Program penyediaan bahan pangan murah dan warung binaan yang sebelumnya berjalan aktif kini terancam stagnan.
Tanpa dukungan logistik dan permodalan yang memadai, koperasi kesulitan memenuhi kebutuhan pasar dan mempertahankan daya saing.
Padahal, KKMP Kalianyar sempat menjadi contoh keberhasilan pemberdayaan masyarakat di tingkat kelurahan melalui gerakan ekonomi berbasis koperasi.
“Jika perubahan kebijakan ini terus dipertahankan tanpa solusi, maka koperasi akan kehilangan semangat dan kepercayaan dari anggota maupun warga,” tambah Andi.
Inkonsistensi antara MoU dan Implementasi
Kondisi ini memperlihatkan kontradiksi antara semangat MoU dan realitas pelaksanaan di lapangan.
Menurut Andi, MoU semestinya menjadi wadah kolaboratif yang mengedepankan prinsip inklusif dan berkeadilan.
Namun, sistem belanja putus yang diberlakukan justru menyerupai pola hubungan dagang biasa, bukan kemitraan strategis antara BUMD dan koperasi rakyat.
“Kalau benar tujuan Food Station adalah memperkuat ketahanan pangan daerah, seharusnya kemitraan dibangun atas dasar saling menguatkan, bukan sekadar jual beli,” ujarnya menegaskan.
Bertentangan dengan Arah Kebijakan Pemprov DKI
Langkah Food Station dinilai juga bertentangan dengan arah kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mendorong penguatan ekonomi lokal berbasis koperasi dan UMKM.
Dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2021 tentang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, BUMD memiliki tanggung jawab moral dan fungsional sebagai mitra strategis koperasi untuk memperluas akses pasar dan meningkatkan daya saing.
Selain itu, kebijakan tersebut juga berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, yang menegaskan bahwa kemitraan harus dilakukan dengan prinsip saling membutuhkan, memperkuat, dan menguntungkan kedua belah pihak.
Jika perubahan sistem justru membuat koperasi kesulitan secara finansial, maka semangat regulasi tersebut jelas tidak tercermin dalam praktik.
Krisis Kepercayaan di Akar Rumput
Lemahnya dukungan Food Station juga menimbulkan krisis kepercayaan di tingkat masyarakat.
Warga yang sebelumnya menaruh harapan besar terhadap kerja sama ini kini mulai ragu akan komitmen pemerintah daerah dalam mendorong ekonomi rakyat.
Padahal, keberhasilan model KKMP Kalianyar bisa menjadi contoh replikasi bagi kelurahan lain di Jakarta untuk membangun rantai pasok pangan lokal yang berbasis komunitas.
“Koperasi Kelurahan Merah Putih bukan sekadar lembaga ekonomi, tapi simbol gerakan partisipatif warga. Melemahkan koperasi berarti melemahkan struktur sosial yang menopang pembangunan kota yang inklusif,” ujar Andi.
Ajakan untuk Revisi dan Reorientasi
Andi menilai, Food Station perlu melakukan langkah korektif agar kemitraan kembali pada semangat awalnya.
Beberapa langkah yang disarankan antara lain mengembalikan sistem konsinyasi secara bertahap, memperkuat kapasitas manajemen koperasi, serta menjalin komunikasi yang transparan dengan pengurus KKMP.
“MoU bukan sekadar dokumen formalitas, tetapi komitmen moral antara BUMD dan rakyat. Food Station seharusnya menjadi penggerak, bukan penghambat; pelindung, bukan pesaing,” pungkasnya.
Catatan Redaksi
Kasus KKMP Kalianyar menjadi cermin tantangan besar dalam mewujudkan kolaborasi ekonomi rakyat di Jakarta.
Jika BUMD tidak mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan konsisten, maka cita-cita menghadirkan ekonomi rakyat yang kuat, mandiri, dan berkeadilan akan tinggal slogan — indah di atas kertas, tetapi hampa di lapangan. (Angga)
