Jakarta, infoDKJ.com | Pelanggaran aturan lalu lintas di fly over Pasar Pagi Asemka kembali terjadi dan kali ini bukan sekadar kendaraan berhenti sebentar. Dua mobil boks besar dan satu kontainer dilaporkan melakukan aktivitas bongkar muat pada Sabtu (27/12/2025) sekitar pukul 18.00 WIB, tepat di lokasi yang sudah jelas dipasang rambu dilarang berhenti.
Bagi warga sekitar, ini bukan “kejadian biasa” dan bukan pula “sekadar pelanggaran”. Mereka menyebut peristiwa ini sebagai pola: tempatnya sama, waktunya berulang, pelakunya diduga masih orang dari perusahaan yang sama, dan seolah tidak pernah ada efek jera.
“Yang melanggar itu lagi itu lagi, terus ke mana instansi terkait?” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Bukan Lagi Lalai, Ini Terlihat seperti Sengaja
Warga menilai tindakan perusahaan yang melakukan bongkar muat di fly over bukan cuma melanggar rambu, tapi bentuk ketidakpedulian terhadap keselamatan publik.
Pasalnya, fly over adalah area yang sempit dan padat, dengan jarak pandang terbatas. Ketika kontainer dan mobil boks berhenti dan bongkar muat:
- lajur menyempit
- arus kendaraan melambat
- risiko kecelakaan meningkat
- kemacetan bisa menjalar ke titik lain
Namun yang membuat warga semakin geram: lokasi pelanggaran disebut tidak jauh dari pos polisi, sehingga pelanggaran ini dinilai sulit untuk dianggap “tidak terlihat”.
“Apa nggak tahu atau pura-pura nggak tahu? Padahal nggak jauh dari pos polisi. Kalau tidak ada ketegasan, perusahaan makin semaunya.” tambah warga lainnya.
Warga: Kalau Ini Terus Terjadi, Publik Wajar Bertanya
Warga menyentil keras instansi terkait, terutama Dishub dan Polantas, yang dianggap belum cukup tegas menindak pelanggaran berulang.
Masyarakat mengingatkan, ketika pelanggaran yang sama terjadi berulang di titik yang sama tanpa tindakan berarti, maka yang muncul di publik bukan lagi sekadar keluhan — melainkan kecurigaan.
“Jangan sampai malah menimbulkan dugaan-dugaan nggak bagus di masyarakat. Kenapa bisa berulang? Kenapa selalu dibiarkan?” kata warga.
UU Jelas: Rambu Dilarang Berhenti Itu Wajib Dipatuhi
Warga menegaskan bahwa ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap UU Lalu Lintas. Aktivitas berhenti, parkir, atau bongkar muat di flyover merupakan pelanggaran terbuka terhadap sejumlah regulasi, antara lain:
- Pasal 106 ayat (4): Wajib mematuhi rambu lalu lintas.
- Pasal 162 ayat (1): Melarang bongkar muat di jalan raya yang mengganggu lalu lintas.
• Pasal 118 ayat (1): Kendaraan dilarang berhenti di tempat dengan rambu larangan.
• Pasal 118 ayat (3): Bongkar muat hanya boleh di lokasi yang tidak menghambat arus kendaraan.
- Pergub DKI tentang Manajemen Lalu Lintas
Menetapkan flyover sebagai ruang bebas gangguan, termasuk larangan parkir dan bongkar muat.
- Pasal 287 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009
Pelanggar rambu dapat dikenai:
- kurungan paling lama 2 bulan, atau
- denda paling banyak Rp500.000
Menurut warga, persoalannya bukan cuma besaran denda — melainkan ketegasan penegakan.
“Kalau Dibiarkan, Ini Akan Jadi Budaya Pelanggaran”
Warga mengingatkan, pelanggaran berulang yang dibiarkan akan membentuk contoh buruk: perusahaan akan merasa aman melanggar karena tidak ada konsekuensi.
Mereka juga menilai, bila tidak ada tindakan tegas, maka:
- pelanggaran akan makin sering
- pelaku makin berani
- pelanggar lain ikut meniru
- risiko kecelakaan meningkat
- publik akan makin sinis pada aparat
Warga Desak: Tindak Tegas, Jangan Tunggu Korban
Warga meminta agar instansi terkait tidak sekadar “memantau”, melainkan melakukan langkah nyata:
- Tilang di tempat untuk pelanggar
- Derek kendaraan jika bongkar muat di fly over
- Penjagaan rutin pada jam rawan (sore–malam)
- Sanksi berlapis untuk pelanggar berulang
- Panggil dan tegur pihak perusahaan agar tidak mengulang
“Kalau menunggu sampai ada korban dulu baru bertindak, itu artinya negara kalah oleh pelanggaran,” tegas warga.
Jika pelanggaran yang sama terjadi di tempat yang sama, oleh pelaku yang diduga sama, dan terus berulang tanpa tindakan tegas—maka publik wajar bertanya: ini kelalaian, atau ada pembiaran?
(JTW)


