Jakarta, infoDKJ.com | Sabtu, 23 Agustus 2025
Oleh: Ahmad Hariyansyah
Perubahan zaman terjadi begitu cepat. Peradaban bergeser mengikuti laju transformasi teknologi. Nilai-nilai budaya yang dahulu dijunjung tinggi, kini sebagian mulai tergerus oleh arus modernitas.
Salah satu fenomena yang menonjol adalah mudahnya seseorang mengubah penampilan. Dengan teknologi dan keterampilan rias, siapa pun bisa tampil mewah dan memukau. Gaya apa pun kini bisa diwujudkan. Seperti calon pengantin yang dirias, penampilan bisa dipoles, dipermak, dan diperindah sedemikian rupa.
Namun, masalah muncul ketika penampilan luar dijadikan tolok ukur kemuliaan seseorang. Tidak sedikit yang langsung percaya hanya karena melihat tampilan fisik yang mempesona atau gaya bicara yang memikat. Padahal, bisa saja semua itu hanya topeng, bahkan mungkin bagian dari propaganda atau agenda tersembunyi.
Karena itu, kita dituntut untuk lebih jeli. Jangan mudah terkecoh oleh casing. Jika ingin mengikuti seorang ulama, ustadz, atau tokoh agama yang benar-benar ikhlas lillāhi ta‘ālā, jangan hanya melihat dari luarnya. Perhatikan akhlak kesehariannya: bagaimana ia memperlakukan orang lain dari berbagai lapisan masyarakat dan agama, bagaimana kesabarannya, kejujurannya, serta integritasnya.
Panduan dari Al-Qur’an dan Hadits
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
(QS. Al-Isra’ [17]: 36)
Ayat ini menegaskan bahwa kita tidak boleh mengikuti seseorang tanpa ilmu dan tanpa memastikan kebenarannya.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim no. 2564)
Hadits ini menegaskan bahwa penilaian Allah bukan pada pakaian atau wajah, melainkan pada hati yang ikhlas dan amal saleh.
Kesimpulan
Di era serba instan dan visual seperti sekarang, menilai manusia dari akhlaknya—bukan dari penampilan luarnya—adalah sebuah keharusan.
Seorang ulama atau tokoh agama yang benar akan terlihat dari keistiqamahan, adab, dan amanahnya. Bukan dari jubah yang dipakainya, gelar yang disandangnya, atau cara ia tampil di depan publik.